🏠 36. Kenyataannya

2.5K 362 172
                                    

Sampai saat ini Leo belum dapat jawaban atas pernyataan cintanya. Namun lelaki itu bersikap seolah tak pernah terjadi apa-apa antara dia dan Adiba.

Leo masih sering menanyakan kabar gadis itu via chat, Leo juga tak pernah absen menemani Laga jika tak ada pasien, Leo bahkan rela menjemput Adiba saat Laga rewel ingin bertemu Kakaknya. Semua dia lakukan tanpa menyinggung kejadian tempo hari.

Dan hal itu justru mengganggu pikiran Adiba, dia jadi merasa bersalah karena sering merepotkan Leo pada hal-hal yang bukan tanggung jawab cowok itu.

"Gapapa, saya lakukan semuanya ikhlas. Bukan mau cari perhatian kamu biar pernyataan cinta saya diterima."

Begitu ujar Leo saat Adiba mengutarakan keresahannya.

Adiba bukannya menutup mata dari ketulusan Leo, dia hanya ingin fokus pada penyembuhan Laga, tak ada hal lain yang ingin dia lakukan. Dan lagipula menurut Adiba, Leo pantas mendapatkan perempuan yang jauh lebih baik, yang bisa memberikan seluruh perhatian dan kasih sayangnya pada cowok itu.

Tidak seperti Adiba.

"Pintar banget jagoannya dokter." ujar Leo sembari mengusap lembut kepala Laga selepas minum obat.

Anak kecil itu tersenyum lebar, "Tapi Laga sekarang mau buah-buahan, dok."

"Siap, laksanakan." Leo memberi gestur hormat yang ampuh membuat Laga kegirangan.

"Gapapa, dok. Biar saya aja yang beli, nggak enak dari tadi Laga repotin dokter terus." ucap Adiba yang baru ingin mengambil jaket, namun berhasil dihentikan Leo.

"Saya aja, sekalian mau ke ruangan sebentar."

Adiba mengangguk paham, tak bisa berkutik karena dokter muda itu langsung keluar ruangan.

Sebelum ke supermarket terdekat, Leo menuju ruangannya untuk mengambil dompet dan kunci motor Bilal karena mereka sedang bertukar kendaraan hari ini. Belum sempat dia membuka pintu, suara seseorang sudah lebih dulu mengintrupsi.

"Leo."

Yang dipanggil membalikkan badan, cukup terkejut karena orang itu adalah dokter Aris.

"Ya, dok?"

"Bisa ke ruangan saya sebentar? Ada yang mau saya bicarakan."

Tiba-tiba jantung Leo berdetak lebih cepat, gugup karena tidak biasanya dokter Aris datang langsung ke ruangannya. Pasti ada hal serius yang ingin dibicarakan dokter senior itu.

Setibanya di ruangan dokter Aris, Leo dipersilakan duduk di kursi yang langsung menghadap layar monitor.

"Saya nggak sanggup kalo harus bilang ini ke Adiba." dokter Aris menunjukkan hasil pemeriksaan Laga di monitor, "Kondisi Laga semakin kritis, penyebaran kankernya semakin cepat dan sudah menyebar di beberapa organ vital."

Harusnya dari awal Leo sudah tahu jika tak ada hal lain yang dibicarakan dokter Aris padanya selain kondisi Laga, dokter senior itu jauh lebih terbuka dengan Leo terkait Laga dibanding pada Adiba yang merupakan anggota keluarganya.

"J-jadi maksud dokter ...?" Leo tak sanggup melanjutkan kalimatnya.

Namun dokter Aris mengangguk seolah mengerti ke arah mana kalimat lawan bicaranya berlabuh.

"Tinggal menghitung waktu untuk kepergian Laga."

Sontak lutut Leo lemas, tangannya gemetar. Dia tak bisa membayangkan akan separah apa reaksi Adiba jika dokter Aris memberitahu hal ini.

"Saya tahu kamu dekat dengan Adiba, tolong kuatkan dia, ya. Karena cuma kamu yang bisa menemani Adiba di saat terpuruknya."

🏠🏠🏠

Indie Kos Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang