🏠 23. Pendewasaan

3.1K 482 110
                                    

Lilis keluar dari kamar Rosie setelah memastikan sahabatnya itu istirahat, terlalu banyak hal yang terjadi dan Rosie perlu recharge tenaganya.

Seluruh penghuni kosan menunggu Lilis di sofa, kecuali Dion dan Chandra, karena masih banyak yang harus mereka bereskan sebelum ketua BEM kampus di non-aktifkan.

"Rosie gimana?" tanya Kenzo setelah Lilis bergabung di ruang tengah.

"Udah mendingan Ko, setidaknya dia bisa ngontrol emosi sekarang."

"Syukurlah."

"Kita perlu hubungi orang tuanya, nggak, sih?" kini giliran Jihan yang bertanya.

"Gak perlu lah, takut ngebebanin juga. Lagipula kita masih bisa handle masalah ini, kan?"

"Tapi gue khawatir banget lihat kondisinya. Selama kenal Ochie, baru kali ini gue lihat dia seputus asa ini."

"Semoga aja gapapa Teh, mungkin Ochie lagi butuh waktu sendiri."

"Terus gimana ceritanya Rosie bisa putus sama Marko?" tanya Mirza kemudian.

Bilal mengangguk setuju, "Bukannya dia kekeh banget mertahanin Marko?"

"Bang Sat noh yang lebih tahu kronologinya."

Satya memutar bola mata jengah, jika bukan karena kondisi mendesak mungkin dia sudah membalas ucapan Lilis, "Jadi waktu di kampus gue papasan sama Ochie, pas lewat kantin kita nggak sengaja dengar keributan di sana. Gak taunya Bang Chandra sama Marko ribut, otomatis gue pisahin mereka. Dibantu Ochie sih."

Jeda sejenak, "Terus Bang Chandra marah-marah bilang kalo Marko cuma jadiin Ochie bahan taruhan. Dan dengan berengseknya si Marko nggak merasa bersalah, dia malah nuduh Ochie jahat karena punya pacar pura-pura disaat mereka masih pacaran."

"Anjir, bisa-bisanya dia lempar batu sembunyi tangan!" Bilal naik pitam setelah mendengar penjelasan Satya.

"Kalian kalo lihat kejadian tadi pasti pengen ikut nonjok si Marko, sih."

"Terus kenapa lo nggak ikut nonjok dia?"

"Keburu ada Bang Dion."

Bilal hanya menggeleng-gelengkan kepala, lalu pandangannya beralih pada Jovan yang tiba-tiba berkata, "Ini udah waktunya lo akhiri sandiwara lo sendiri, Lal."

Leo mengangguk setuju, "Kasihan Ochie kalo masih harus bohongin Bunda."

"Iya, kan, nanti gue sama dia mau ketemu Bunda. Luruskan semuanya."

"Enggak, Lal." Kenzo menggeleng keras, "Lo harus pergi sendiri, tanpa Ochie."

"Tapi Ko——"

Belum selesai Bilal menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba terdengar pintu terbuka dari lantai dua. Mereka semua kompak menengadahkan kepala menatap Rosie yang turun dengan rambut dicepol asal.

Entah tak menyadari kehadiran para penghuni kos atau terlalu berlarut dalam kesedihan, Rosie melewati ruang tengah menuju dapur untuk mengambil susu full cream dalam kulkas.

Gadis itu kembali menaiki tangga, namun berhenti tepat di tangga ketiga, "Kang Bilal, kalo mau ketemu Bunda ajak gue, ya." lalu kembali menaiki tangga untuk mencapai kamarnya.

Setelah Rosie menutup pintu kamar, semua penghuni kos yang ada di ruang tengah saling melirik satu sama lain. Merasa bersalah sekaligus malu karena Rosie ternyata mendengar pembicaraan mereka.

"Jadi gue boleh bawa Ochie ketemu Bunda, kan?"

🏠🏠🏠

Rosie hampir lupa rasanya kehilangan seseorang yang berharga baginya.

Indie Kos Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang