Bilal tidak pernah patah hati sehebat ini sebelumnya.
Makanya ketika Bilal mengalami hal itu secara tiba-tiba, dia tak tahu harus berbuat apa untuk menyatukan kembali hatinya yang patah.
Jujur saja, Bilal tidak ingin hubungannya dengan Dion merenggang hanya karena perempuan. Tapi Bilal tak bisa menampik rasa cemburu karena faktanya Ayunda mencintai Dion sejak awal. Dan juga rasa malu karena menganggap perlakuan manis Ayunda selama ini hanya untuknya.
Penghuni kos yang lain sudah berusaha mendamaikan kedua cowok itu, tetapi Bilal menolak karena belum siap bertemu Dion. Sedangkan Dion bersikukuh karena tak merasa bertanggung jawab sedikitpun atas apa yang terjadi pada Bilal.
Orang bijak pernah bilang, waktu akan menyembuhkan segalanya. Maka prinsip itulah yang Bilal anut sekarang, dia hanya butuh waktu sendiri untuk sembuh.
Sebelum akhirnya tiba-tiba pintu kamarnya terbuka, Jovan masuk dengan penampilan rapih, kemeja putih dimasukkan ke dalam celana denim hitam.
"Tumben pintunya nggak dikunci?" tanya Jovan heran.
"Baru mau dikunci, keburu lo buka." jawab Bilal malas-malasan, dia menaruh botol berisi air minum yang baru diambil dari dapur.
"Mau sampe kapan lo ngurung diri? Emang nggak sumpek apa di kamar terus?"
"Sampe gue kuat menghadapi kenyataan."
"Come on, Lal! Masih banyak ikan di laut, artinya masih banyak juga cewek di dunia ini."
"Lo enak ngomong gitu karena udah punya Mbak Desi, coba lo di posisi gue. Nggak bakal tuh peribahasa keluar dari mulut lo."
"Tapi tetap aja, kalo lo masih berputar di satu orang. Kapan move on-nya?"
"Udah, Van. Gue lagi nggak mau denger kata-kata bijak lo." Bilal mendorong punggung Jovan keluar kamar, namun cowok itu langsung membalikkan badan.
"Daripada lo diem di kamar kayak bangke, mending ikut ke opening museum seni punya senior gue di radio."
Bilal bisa saja menolak, namun dia tak bisa menolak sesuatu yang berhubungan dengan seni. Jiwa seni sudah mendarah daging hingga dia memilih mengabaikan rasa sakitnya.
Jovan tersenyum penuh kemenangan, dia tahu persis Bilal tidak akan menolak ajakannya.
Sesampainya di tempat acara, Jovan langsung disambut teman-teman radionya. Karena selain memenuhi undangan sebagai junior, Jovan juga diundang sebagai pengisi acara.
"Lo gapapa gue tinggal?" tanya Jovan setelah mendapat brief dari panitia.
"Gapapa." Bilal mendorong punggung Jovan supaya bergabung dengan panitia lain, "Udah lo tenang aja, gue biasa ke museum sendiri kok."
"Yaudah, tapi nanti pulangnya bareng."
"Iya, Mas bawel."
Setelahnya Jovan bergabung dengan tim yang lain untuk mempersiapkan acara opening, Bilal langsung masuk museum mengikuti langkah orang-orang.
Untuk sesaat Bilal dibuat kagum oleh interior museum yang serba putih, gaya minimalis yang diusung pun sangat cocok. Cowok itu begitu menikmati waktu sendirinya, dia memperhatikan satu per satu lukisan hingga maknanya bisa ditangkap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indie Kos
General FictionDulunya Indie Kos adalah kosan khusus cowok, tapi sejak Mirza minta Ibu kos terima adik perempuannya bersama teman-temannya ngekos di sana. Indie Kos pun berubah jadi kosan campuran. Kabar baik itu disambut antusias oleh para penghuni cowok. Rocelin...