"Jen, gue boleh pinjam laptop nggak?"
"Emang laptop Teteh kemana?"
"Lagi di service, layarnya blank dari kemarin."
"Yaudah, ambil aja di meja belajar."
Jihan pun memasuki kamar Jeni untuk mengambil laptop, dia sudah akan keluar jika tidak melihat wajah bahagia Jeni di pojok kasur.
"Lagi denger apa, sih, sampe mesem-mesem gitu?"
Jeni mengaktifkan loudspeaker ponselnya, "Lagi denger radio, Teh. Gue suka banget sama penyiar radionya."
"Hah? Gue baru tahu lo suka denger radio."
"Iya Teh, jadi waktu gue ngerjain tugas bareng temen, dia nyetel radio yang dibawain JB. Btw JB itu nama penyiar radio yang gue suka."
"Kok bisa tiba-tiba suka si JB-JB itu?"
"Karena pembawaan dia yang asyik sih, terus suaranya juga bagus banget. Dia sering nyanyiin lagu artis yang datang ke acara dia. Dan yang bikin gue makin suka JB adalah cara pandang dia tentang suatu masalah. JB gak cuma mengungkapkan pendapatnya, tapi dia juga menjelaskan dari segala sudut pandang." Jeni memeluk ponselnya, "Makanya gue lagi sering dengerin acara yang dibawain JB."
Jihan memandang Jeni yang mengungkapkan kesukaannya dengan ekspresif. Baru kali ini dia melihat Jeni fangirling di luar konten Korea. Jihan akui JB punya suara yang enak didengar, dia sanksi siapapun akan tertidur jika mendengar suara cowok itu di malam hari.
Namun ada satu hal yang mengganjal.
"Kok gue kayak kenal suaranya, ya?"
"Hah? Serius Teh? Kenalin sama gue, dong."
"Tapi gue lupa siapa hehehe." Jihan memperlihatkan deretan gigi rapihnya, membuat Jeni memutar bola mata.
"Mending gausah ngomong."
🏠🏠🏠
Jovan itu tipe orang dengan daya ingat lemah. Saking pelupanya, cowok itu sering menulis hal-hal penting dan jadwal harian di buku kecil yang dia bawa kemana-mana.
Karenanya, Jovan panik saat tak menemukan buku kecil tersebut di tas. Dia sudah memeriksa seluruh bagian terkecil tas dan saku jaket, namun hasilnya tetap nihil.
"Nyari apa, sih, Van?" tanya Hadi, teman dekat Jovan di jurusan seni rupa.
"Buku kecil gue hilang." Jovan masih berusaha mengaduk-aduk isi tasnya, "Lo lihat, nggak?"
"Hari ini gue belum lihat lo ngeluarin tuh buku."
Jovan makin panik, jika buku itu benar-benar hilang, artinya dia harus mengingat informasi penting yang tercatat di buku.
Percayalah, itu bukan hal mudah bagi Jovan.
"Van, itu Dion ngapain ke sini?"
"Permisi, Pak. Saya izin bertemu Jovan."
Ketika mendengar suara familiar tersebut, Jovan sontak menengadahkan kepala. Melihat Dion menghampirinya setelah dipersilahkan dosen yang baru akan memulai kelas.
"Pasti lagi panik nyariin ini." ujar Dion menyodorkan buku kecil bercorak batik pada Jovan.
Mata cowok itu berbinar, perasaannya langsung lega begitu melihat barang yang dicari ada di depan mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indie Kos
General FictionDulunya Indie Kos adalah kosan khusus cowok, tapi sejak Mirza minta Ibu kos terima adik perempuannya bersama teman-temannya ngekos di sana. Indie Kos pun berubah jadi kosan campuran. Kabar baik itu disambut antusias oleh para penghuni cowok. Rocelin...