🏠 39. Tersingkap Kembali

2.3K 376 141
                                    

Keesokan harinya, jasad Laga dimakamkan di samping makam kedua orang tuanya. Sesuai dengan wasiat terakhir almarhum.

Leo dan dokter Aris menghadiri acara pemakaman tersebut atas penghormatan tertinggi mereka pada anak kecil terkuat yang semangatnya direnggut oleh sel-sel kanker.

"... Siratallazina an'amta 'alaihim gairil-magdubi 'alaihim wa lad-dallin. Aamiinn ...."

Leo memandangi Adiba mulai menyalami orang-orang yang ikut melayat dari jarak yang sedikit jauh. Begitu pula dokter Aris.

"Sebagai dokter yang menangani Laga langsung, saya merasa bersalah sama Adiba." gumam dokter Aris, menarik atensi Leo sebentar.

"Bukan salah dokter, mungkin emang udah waktunya Laga ketemu kedua orang tuanya."

Dokter itu membalas tatapan Leo lalu menepuk pundak juniornya, "Saya titip Adiba, ya. Sekarang dia sebatang kara, cuma kamu yang dia punya."

"Pasti, dok."

"Pokoknya kamu ada dalam pantauan saya, sedikit aja kecewain Adiba. Kamu berurusan langsung sama saya."

Leo mengangguk paham, dia paham betul seperti apa perasaan dokter Aris sekarang. Sebagai dokter yang langsung mengatasi Laga, dia sedikit banyak tahu perjalanan hidup Kakak beradik tersebut. Ditinggal pergi oleh kedua orang tuanya membuat Adiba dipaksa dewasa oleh keadaan.

Jelas dokter Aris merasa simpati dan bertanggung jawab mengawasi kehidupan gadis itu kedepannya.

"Saya pamit dulu, ya."

"Hati-hati di jalan, dok."

Dokter Aris menjadi orang terakhir yang meninggalkan pemakaman, tersisa Leo yang masih setia menemani Adiba.

"Maafin Kakak, Ga. Masih banyak keinginan kamu yang belum Kakak kabulkan, kita belum jalan-jalan ke taman mini, main ke ancol dan makan es krim bareng." Adiba mengusap lembut nisan adiknya, "Kakak sedih kehilangan satu-satunya keluarga, tapi Kakak juga senang karena kamu nggak sakit lagi sekarang."

Air mata Adiba kembali meluncur deras, entah sudah keberapa kalinya dia menahan tangis itu tapi tetap saja runtuh.

"Ka——Kakak iri, kamu udah bisa ketemu Mama sama Papa. Tolong sampaikan rindu Kakak ke mereka, ya."

Adiba tersenyum tipis saat Leo menyodorkan tisu padanya, dia menyeka air mata sebelum beralih ke makam orang tuanya.

"Ma ... Pa ... kenalin ini Leo, dokter baik yang bantu aku jagain Laga selama di rumah sakit."

Leo ikut jongkok di sebelah Adiba, "Halo Om, Tante. Salam kenal, saya Leo." sapa cowok itu untuk menghibur Adiba.

"Mama sama Papa nggak usah khawatir, aku bakal lanjutin hidup sebagaimana mestinya. Aku juga bakal sering-sering nengok kalian ke sini." Adiba menarik napas dalam, "Dan aku janji akan tetap bahagia walaupun Laga pergi."

Hening cukup lama.

Adiba terdiam karena air matanya kembali leleh dan membanjiri pipi, sedangkan Leo bungkam karena bingung harus bagaimana. Dia hanya bisa mengusap pundak Adiba untuk menenangkan gadis itu.

Adiba kembali menyeka air mata, melepaskan tangan Leo dari pundaknya untuk beralih dia genggam. Gadis itu tersenyum lebar dengan kedua mata yang bengkak sebab menangis seharian.

"Langkah pertama untuk bahagia adalah nerima kamu sebagai pacar. Tawaran kamu waktu itu masih berlaku, kan?"

Leo tidak salah dengar, kan?

Apa ini artinya penantian berharganya berakhir bahagia?

🏠🏠🏠

Ayunda tak pernah main-main dengan rencananya.

Indie Kos Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang