Sudah seminggu berlalu, namun Rosie masih mengingat jelas rangkaian misi yang dilakukan para penghuni cowok. Gadis itu bukannya kesal, dia juga tidak dendam. Rosie justru senang karena kejadian kemarin menyadarkan jika dia tak pernah sendiri, walaupun Dion bersikap acuh tak acuh, masih ada delapan cowok lain yang memperlakukannya bak seorang adik.
Ia bisa merasakan itu.
Tetapi Rosie tak bisa menapik pula, berkat rencana cowok-cowok itu sekarang Marko hilang tanpa kabar. Persis seminggu nomor pacarnya sulit dihubungi.
"Chie!!"
"Hah?" Rosie mengerjap-ngerjapkan mata, melihat Jovan sudah duduk di hadapannya dengan dua kotak nasi konsumsi di atas meja.
Menyadarkan Rosie jika mereka masih punya waktu istirahat sebelum acara tahunan UKM musik kembali dilanjutkan.
"Sorry, Mas. Gue lagi nggak fokus." gadis itu mengusap wajah frustasi.
"Gue tahu, makanya sengaja bawain jatah lo." Jovan memberikan salah satu nasi kotak pada Rosie, "Nih makan, waktu istirahat kita nggak banyak."
Rosie menerima pemberian Jovan, lalu berakhir hanya menatap kosong kotak tersebut. Jelas saja cowok itu sedih, Rosie yang biasanya akan memasang ekspresi riang ketika diberi makanan. Namun kali ini gadis itu hanya terdiam.
"Mikirin Marko, ya?" yang ditanya menoleh, tanpa sadar tersenyum miris.
"Kelihatan banget, ya, gue mikirin dia?"
"Sejujurnya karena gue masih merasa bersalah, rencana gue dan anak-anak pasti berdampak buat hubungan lo."
"Tadinya gue mikir Marko bakal memaklumi kejadian itu, tapi sampai sekarang dia nggak bisa dihubungi."
Rasa bersalah Jovan makin bertambah, mendadak dia merutuki tingkahnya yang ikut-ikutan dalam misi pertama itu.
Tawa kecil Rosie menarik perhatian Jovan, "It's okay, Mas. Gue cuma perlu nyari cara buat hubungi Marko, kalo perlu nemuin dia biar bisa ngobrol face to face."
"Apa gue dan anak-anak harus buat misi supaya lo dan Marko baikan?"
"Emang yang lain mau?"
"Kenapa nggak mau? Kalo mereka aja seniat itu bikin lo putus, ya mereka juga harus niat bikin lo baikan."
Rosie menggeleng pelan sembari membuka nasi kotaknya, "Gausah, deh, Mas. Gue nggak mau repotin kalian. Lagipula gue takut Marko makin nggak mau ketemu gue kalo lihat kalian masih ikut campur."
"Punya dendam juga tuh anak." Jovan menatap Rosie yang mulai memakan pisang dari nasi box, "Tapi gue mulai percayain lo ke Marko."
Rosie menatap lelaki di sebelahnya heran, "Kenapa?"
"Karena lo bilang dia nggak masalah sama drama pacar pura-puranya Bilal. Kalo dia fucek boy seperti yang dikenal seantero kampus, harusnya dia marah dong."
Rosie mengangguk setuju, dia jadi ingat saat menceritakan 'drama' yang dilakukannya bersama Bilal. Dia kira cowoknya akan marah, tapi ternyata Marko se-suportif itu.
"Van, boleh bantuin gue bentar? Ada masalah teknis dikit di sound system." tiba-tiba seseorang berujar dari ambang pintu. Jovan memberikan kode setuju hingga orang itu pergi lebih dulu.
"Gue pergi dulu, ya, Chie." Jovan bergegas pergi, namun baru tiga langkah cowok itu membalikkan badan, "Oh iya, tawaran gue tentang misi bikin lo dan Marko baikan berlaku dalam jangka waktu yang lama. Jadi kalo lo butuh bantuan, jangan sungkan minta. Karena kita semua selalu ada buat lo."
Rosie tersenyum memandang punggung cowok itu hingga hilang dibalik pintu. Jovan benar, tak ada yang perlu dia khawatirkan karena ada banyak orang yang siap membantu dikala dia butuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indie Kos
General FictionDulunya Indie Kos adalah kosan khusus cowok, tapi sejak Mirza minta Ibu kos terima adik perempuannya bersama teman-temannya ngekos di sana. Indie Kos pun berubah jadi kosan campuran. Kabar baik itu disambut antusias oleh para penghuni cowok. Rocelin...