Setelah pembukaan museum seni tempo lalu, komunikasi Bilal dan Tyas tetap berjalan lancar. Mereka jadi sering bertukar kabar via chat, juga beberapa kali janjian mengunjungi museum lain yang ada di Jakarta.
Bilal pun kerap mengunjungi museum seni milik Tyas sebagai tempat healing ketika hatinya sedang tidak baik-baik saja. Termasuk ketika suasana Indie Kos berubah mencekam akhir-akhir ini.
Walau cewek itu tak ada di tempat, Bilal tetap rajin berkunjung. Karena baginya karya seni adalah penawar terbaik yang ada di dunia.
"Bilal!" namun cowok itu tak bisa menampik jika kehadiran Tyas selalu berhasil melengkapi harinya.
"Mbak Tyas tumben di sini?" setelah mengetahui fakta usia Tyas lebih tua darinya, Bilal langsung mengubah panggilannya agar lebih sopan.
"Lagi luang aja, btw lo dari tadi?"
"Lumayan sih."
"Gue denger dari staf, katanya lo rajin banget ke museum beberapa hari terakhir." Tyas memperhatikan detail wajah Bilal, "Lo gapapa?"
"I'm fine."
"Bohong ... Lo pernah bilang museum tuh tempat refresh lo dari masalah-masalah yang ada."
Bilal tersenyum tipis menertawakan dirinya yang tidak lihai berbohong, "Dikit sih, gue lagi ada masalah di kosan."
"Sama Jovan?"
"Bukan, Mas Jovan justru menghindari sesuatu yang bisa menimbulkan masalah."
"Ya, kan, gue cuma kenal Jovan di kosan lo."
Bilal menatap sebuah lukisan di depannya, "Salah satu temen kosan gue belum pulang, dia lagi bermasalah sama adik dan pacarnya. Sebagai sahabat, jujur gue kecewa sama diri sendiri karena nggak bisa nemenin dia disaat terpuruknya."
"It's okay, Lal. Mungkin emang temen lo butuh waktu. Lagipula setiap orang punya cara tersendiri buat ngobatin luka hatinya."
"I know."
"Udah nggak usah sedih-sedih, gimana kalo kita hunting makanan?" tanya Tyas mencoba menghibur Bilal.
"Emang Mbak ada waktu?"
"Ada, setelah gue koordinasi sama staf sebentar." jawab Tyas lalu melangkah mundur sembari menunjuk Bilal, "Lo tunggu di sini, entar gue nyusul."
Bilal hanya memperhatikan tingkah Tyas, walau usianya lebih tua, sejatinya cewek itu lebih kekanakkan dari Bilal. Tyas sempat melambaikan tangan sebelum pergi menuju ruangan di pojok museum.
Bilal kembali memperhatikan lukisan di depannya, sebenarnya kekacauan di Indie Kos hanya menyita sedikit pikiran Bilal. Ada sesuatu yang jauh lebih besar dari itu,
tanpa sadar pikirannya melayang pada kejadian kemarin sore.Sore dimana Bilal sedang asyik membuat lagu di ruang UKM musik ketika sebuah e-mail masuk, membuyarkan konsentrasinya. E-mail itu berasal dari universitas impian Bilal, The Royal College of Music di London yang memberitahukan bahwa Bilal lolos seleksi beasiswa dari ratusan pelamar.
Jelas Bilal senang, sudah setahun lebih dia menunggu hasil keputusan tersebut. Namun tak bisa dipungkiri ada beberapa faktor yang membuatnya bimbang.
Pertama, Bilal tidak mungkin meninggalkan kosan di saat-saat seperti ini. Apalagi dia belum cerita pada teman-temannya kalau dia lamar beasiswa ke luar negeri. Dan kedua karena Bilal belum siap meninggalkan Tyas, Bilal sudah terlalu nyaman dengan kedekatan mereka. Tak tahu akan seperti apa reaksi Tyas ketika tahu dia ditinggalkan lelaki untuk kedua kalinya.
Jadi apa yang harus Bilal kejar?
Impiannya atau cintanya?
🏠🏠🏠
KAMU SEDANG MEMBACA
Indie Kos
General FictionDulunya Indie Kos adalah kosan khusus cowok, tapi sejak Mirza minta Ibu kos terima adik perempuannya bersama teman-temannya ngekos di sana. Indie Kos pun berubah jadi kosan campuran. Kabar baik itu disambut antusias oleh para penghuni cowok. Rocelin...