Menuju Sidang

1.9K 335 45
                                    

Sudahkah Naira bilang kalau suaminya sangat tampan? Kalau belum biar Naira katakan sekarang. Suaminya itu sangat tampan. Selain itu, sang suami memiliki sifat serta perilaku yang sangat baik. Bukan hanya sopan, sang suami juga bertanggung jawab, tidak merokok, sangat ramah pada semua orang kecuali, jika orang itu menyebalkan, suka menolong orang tanpa melihat latar belakang. Kurang apa lagi suami Naira itu?

"Sedang melamunkan apa, sayang?"

Naira menggeleng kecil dan memilih memeluk suaminya yang baru menghampirinya setelah tadi berbincang dengan seorang pasien.

"Ini istrinya kak Arsen?"

Satu pertanyaan itu membuat Naira sadar kalau ada orang lain selain mereka berdua disana. Naira segera melepaskan pelukannya dan menunduk.

"Selamat siang, um... Kak?" Sapa Naira dengan ragu.

"Siang. Kamu istrinya dokter Arsen?" Tanya pasien itu lagi.

Naira mengangguk. Jujur saja dia tidak nyaman saat pasien di depannya memanggil Arsen dengan nama tengah pria itu dan bagaimana Arsen tudak keberatan saat dipanggil seperti itu. Seolah dia sudah akrab dengan Arsen.

"Pantas saja kak Arsen selalu rajin memeriksa semua pasien dengan cepat dan tepat waktu... Ternyata istri cantiknya menunggu untuk makan siang," Ujarnya dengan tertawa.

Arsen terkekeh kecil. Naira hanya tersenyum.

"Baiklah, mari kembali ke kamar rawatmu. Saya yakin ibu dan kakakmu sudah menunggu disana," Ujar Arsen sambil mendorong kursi roda milik pasien itu.

Naira ragu. Dia harus ikut atau pergi ke ruang rawat mertuanya saja dan menunggu Arsen disana? Arsen juga tidak mengatakan apapun padanya. Suster yang tadi berjalan bersama Arsen pun menepuk bahu Naira.

"Maaf ya, Nai," Panggil suster itu.

Naira menoleh. Dia tersenyum dan menggeleng kecil. Jangan tanya kenapa suster itu terkesan akrab dengan Naira sampai memanggilnya dengan nama sementara yang lain memanggilnya ibu dokter! Suster ini sudah menjadi asisten Arsen sejak jaman Arsen menjadi kekasihnya. Jelas mereka dekat.

"Tidak apa-apa, kak. Oh iya, kakak apa kabar?"

"Baik, Nai,"

"Umm..  Lalu, bagaimana kabar kakak dan kak Reihan?"

Sontak saja suster itu merona. Satu lagi tambahan alasan kenapa Naira dan suster itu dekat. Suster itu adalah kekasih Reihan yang baru menjalin hubungan sekitar... Ya... Tiga bulan.

"Kak... Nai bertanya kakak malah merona,"

"Nai... Ish! Malu tahu,"

"Kenapa malu? Kak Reihan kan baik, sama gantengnya sama kak Arsen,"

"Kamu mah, godain aku terus,"

Suster Alika namanya. Naira menganggap suster Alika seperti saudara dan teman. Suster Alika pernah membela Naira di depan suster lain dan kalau Naira tidak salah ingat, kejadian itu yang membuat Reihan tertarik sampai tergila-gila pada suster Alika.

"Kak," Panggil Naira.

"Iya?"

"Pasien tadi, pasien baru ya?"

"Yang diantar suamimu?"

Naira mengangguk.

"Dibilang baru juga nggak sih. Anak itu sudah seminggu disini. Dia sakit usus buntu. Jadi waktu itu dioperasi dan kebetulan yang menangani dia suamimu,"

Naira mengangguk lagi. Naira setelah itu diam. Dia jujur saja sedikit gusar.

"Kalau saya lihat-lihat, Arsen itu memang harus dilaporkan ke om Varo, sepertinya,"

[DS #3] Save Me Hurt MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang