Sarapan pagi di keluarga Dimitra berlangsung dengan penuh keheningan. Alvaro yang menyantap sarapannya sambil sesekali berbincang dengan sang cucu menjadi pengisi di sela keheningan. Satu kursi kosong pagi itu. Ya, Arsen masih belum kembali ke rumahnya. Naira turun untuk makan setelah menitipkan Zachary pada art.
Suara motor yang memasuki pekarangan rumah membuat Naira berdiri dan pamit. Dia segera keluar dan menemukan suaminya sedang memasukan motor miliknya ke dalam garasi walau akhirnya, motor itu diambil alih oleh salah satu supir sang ayah. Naira tersenyum senang saat menghampiri sang suami namun, senyumannya luntur saat melihat wajah sang suami sedikit memar.
"Kak! Kenapa wajahnya memar begini?" Tanya Naira.
Arsen yang masih menenteng helm miliknya itu langsung memeluk Naira dengan erat.
"Kakak kenapa? Itu wajahnya memar kenapa?"
"Berkelahi,"
"Dengan siapa?"
"Orang menyebalkan,"
"Kak..."
"Nanti aku ceritakan, sayang. Sekarang bagaimana caranya aku masuk ke dalam tanpa ketahuan babak belur begini yang harus kita pikirkan,"
Naira mengangguk.
"Apa papi ada di ruang makan?"
"Iya,"
"Semakin susah saja menyelinap masuk. Masa aku harus memanjat tembok?"
"Papi dan yang lain tahu kakak sudah pulang. Salah kakak tidak mematikan motornya di ujung gang,"
"Aku lupa,"
"Masuk saja, kak. Nanti kalau ditanya, kakak hanya perlu jawab dengan jujur,"
Arsen terkadang gemas dengan usul sang istri. Bagaimana bisa dia disuruh menjawab jujur kalau dia habis berkelahi sama orang yang bahkan dia tidak tahu siapa? Arsen menghela. Sepertinya dia memang harus pasrah untuk kali ini. Arsen mengajak Naira masuk. Helmnya dia tinggalkan di meja kecil di dekat pintu.
Seperti dugaan Arsen. Begitu dia duduk tatapan mata semua orang di meja makan terarah padanya.
"Astaga! Itu wajah kamu kenapa begitu?" Tanya Arman.
"Berkelahi,"
"Hah? Dengan siapa?"
"Tidak tahu. Aku tidak kenal orangnya,"
"Ya, ampun! Kamu ini, bagaimana bisa kamu berkelahi dengan orang yang bahkan kamu tidak tahu siapa..."
Arsen baru mau menjawab jika saja, supir sang ayah tidak datang dengan tergopoh-gopoh untuk menghampirinya.
"Kenapa pak?" Tanya Ardan.
"Anu, den. Ada polisi di depan. Katanya mencari den Arsen,"
Arsen menghela kecil. Minum saja belum, polisi sudah datang saja ke rumahnya. Arsen berdiri dan berjalan keluar. Diikuti oleh kedua kakak kembarnya.
"Selamat pagi, pak," Sapa polisi itu.
"Selamat pagi,"
"Maaf mengganggu waktu bapak pagi-pagi. Begini pak, kami mau meminta keterangan bapak terkait kejadian di jalan X tadi,"
Arsen mengangguk. Dia mengajak polisi itu untuk duduk. Art di rumahnya juga menyediakan minum untuk polisi tersebut. Arsen menceritakan kronologi kejadian dengan lengkap.
"Baik, pak. Kami mengerti. Untuk barang yang mungkin hilang, kami akan usahakan agar barang tersebut bisa kembali pada bapak,"
"Terima kasih kalau begitu, pak. Oh iya, korban lainnya apa sudah ada kabar?" Tanya Arsen.
KAMU SEDANG MEMBACA
[DS #3] Save Me Hurt Me
Dla nastolatkówDimitra Series yang ketiga Putra ketiga dari keluarga Dimitra yang bekerja sebagai dokter di sebuah rumah sakit "Tolong saya..." Sebuah kalimat yang terngiang di kepala sang dokter selama berhari-hari. Apakah permintaan orang tersebut? Akankah sang...