Tersadar

5.2K 491 27
                                    

Alvaro memandangi kedua anaknya yang sedang duduk di sebelah Arsen. Keadaan Arsen masih belum membaik walau sudah tiga hari terlewat. Sejak hari pertama Arsen dirawat, Ardan dan Arman tidak sama sekali berani mengungkit masalah penyerangan itu. Terlebih saat sang ayah baru kembali. Aura yang keluar dari badan sang ayah sangat tidak bersahabat dan membuat mereka tidak berani bertanya apapun.

Hanya saja, berita baru yang mereka dengar membuat mereka penasaran. Kedua anak kembar itu saling melirik dan menatap. Berbicara lewat tatapan mata tentang siapa yang harus bicara pada ayah mereka.

"Kalian berdua kenapa?" Tanya Alvaro.

Kedua anak itu tersentak kaget namun menggeleng kecil.

"Mau berbohong pada papi?" Tanya Alvaro lagi.

"Tidak pi," ujar Ardan.

Berhubung Ardan yang menjawab lebih dulu, jadilah dia yang harus bertanya pada ayahnya.

"Itu... kami baru saja mendengar berita,"

"Berita?" Alvaro bertanya.

Ardan berdeham untuk menghilangkan gugupnya.

"Dokter Fandi ditemukan di rumah tua dengan keadaan terluka dan mengalami gangguan jiwa," ujar Ardan.

Alvaro menatap kedua putranya dengan tatapan datarnya.

"Lalu?" Tanya Alvaro saat anak sulungnya nampak enggan melanjutkan ucapannya.

"Lalu... anak-anaknya dikabarkan meninggal disana. Ada sebuah pisau usang yang penuh darah dan sudah diperiksa oleh pihak berwajib,"

"Apa kata mereka?"

"Ketiga anak dokter Fandi membunuh pria berbadan kekar yang keadaannya mengenaskan, sebelum mereka saling membunuh satu sama lain. Katanya, mereka juga mengalami gangguan kejiwaan. Bahkan merekalah yang melukai ayah mereka,"

Alvaro mengangguk kecil saat mendengar informasi itu.

"Pi..." Arman memanggil.

Alvaro menatap anak keduanya. Anak itu benar-benar menatap dalam mata Alvaro.

"Papi memberikan apa pada mereka?" Tanya Arman.

Alvaro menghela kecil. Dia melepaskan tangannya yang sedari tadi saling terlipat di depan dadanya. Lalu, dia berjalan mendekati kedua putranya. Alvaro mengusap rambut Ardan yang sedang duduk menggunakan satu tangannya dan mengusap punggung Arman dengan tangannya yang lain.

"Hallucinogen. Papi memberikan itu pada mereka bertiga. Untuk Fandi, papi biarkan dia dalam keadaan sadar seratus persen dan melihat anak-anaknya kehilangan akal sehat mereka,"

Ardan terkejut mendengar ucapan ayahnya.

"Obat apa yang papi berikan pada mereka?"

"LSD,"

"Barang itu tidak ada disini, kan pi?"

"Memang,"

"Lalu?"

"Carlo membawanya kesini. Entah bagaimana cara dia menyelundupkan cairan itu sampai bisa papi dapatkan. Papi menyimpan itu untuk berjaga-jaga kalau-kalau dokter Tomo masih berkeras mengusik adik kalian. Ternyata bukan dokter Tomo malah dokter Fandi,"

"Hallucinogen bekerja setelah 1 jam. Papi menunggu disana?" Tanya Ardan.

Alvaro mengangguk.

"Peraturan pertama, jangan pernah meninggalkan tempat kejadian sebelum kalian yakin target kalian sudah tidak bernyawa,"

"Pi..."

[DS #3] Save Me Hurt MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang