"Bu, putra saya baru saja mengelilingi lapangan sejak kurang lebih setengah jam yang lalu. Dengan tambahan cuaca di luar sedang sangat terik. Bisa tolong, ibu biarkan putra saya istirahat sejenak? Minimal minum sebotol air mungkin?" Ucap Arsen dengan sopan.
Arsen mencoba bersabar. Dia sudah melihat bagaimana merahnya kulit tangan dan wajah Zachary. Arsen yakin setelah ini Zachary akan mengeluh kulitnya terasa perih ketika disentuh.
"Pak... Maaf, masalah ini belum selesai. Nak Zachary tidak-"
Ucapan guru itu terhenti ketika tatapan Arsen menajam dengan cepat. Arsen tidak pernah mau mengeluarkan kearoganan yang keluarganya miliki. Tapi, sepertinya guru ini tidak bisa diberikan pengertian.
"Zachary, Vincent, Xafe, kalian kembali ke kelas kalian. Ah, kak, kamu pulang dengan papa. Sana ambil tasmu dan tunggu papa di mobil," Titah Arsen.
Ketiga anak Arsen tahu kalau sang ayah tidak sedang dalam mode bisa dibantah. Jadilah ketiga anak itu segera pergi dari sana.
"Dengar, bu. Saya rasa ibu pernah mendengar tentang apa yang terjadi pada guru kesiswaan sebelumnya. Jadi, saya sarankan pada ibu. Jika ibu tidak ingin nasib ibu seperti guru itu... Sebaiknya ibu mulai berhenti menekan putra saya. Lagi pula, dibandingkan putra saya, ketiga anak ini langganan masuk ke ruangan ini, bukan?"
Guru kesiswaan itu terdiam.
"Sepertinya susunan sekolah ini sudah harus dirombak..." Gumam Arsen.
Arsen menatap guru kesiswaan itu. Dia mengeluarkan kartu namanya dan menyodorkan kartu nama itu ke arah orang tua dari ketiga murid itu, juga pada guru kesiswaan Zachary.
"Kalau anak kalian terluka, silahkan datang dan cari saya di rumah sakit itu. Lalu, bu..." Arsen menggantung kalimatnya sambil melirik ke arah name tag guru kesiswaan di depannya.
"Ibu Tari. Ya, ibu Tari... Tolong sampaikan pesan dari saya pada kepala sekolah. Katakan saya meminta rapat apa itu namanya? komisaris? komite? ya, apapun itu, saya minta rapat itu diadakan secepatnya. Saya tunggu undangan dari pihak sekolah, saya permisi,"
Arsen berjalan keluar dari ruangan itu. Dia berjalan dengan santai menyusuri koridor sekolah. Arsen sempat berpapasan dengan keponakannya dan Arsen sedikit berbincang dengan keponakannya itu. Arsen sebenarnya jarang menghadiri rapat. Dia selalu membiarkan kakak pertama atau kakak keduanya yang menghadiri rapat itu. Terlebih ketika kasus Anthony dan juga Albern. Arsen absen dari rapat saat itu. Tapi, sepertinya, sekolah ini memerlukan perombakan besar.
Kemungkinan semua guru akan diganti. Guru-guru di sekolah ini mulai lebih mementingkan materi daripada moral. Arsen tersenyum kecil saat melihat Zachary tengah memejamkan mata di dalam mobil. Kemeja seragam dan kaus yang biasa anak itu pakai sudah hilang entah kemana, menyisahkan tubuh bagian atasnya yang polos.
"Panas sekali, hm?" Tanya Arsen.
Zachary mengangguk. Dia memang sangat kepanasan. Berlari keliling lapangan selama lebih dari setengah jam membuat kulitnya serasa dibakar. Arsen melihat kulit Zachary yang sangat merah. Arsen mengambil gel aloe vera yang dia bawa.
"Ssshh..."
"Sangat sakit?"
Zachary mengangguk kecil. Kulitnya perih sekali walau hanya disentuh. Namun rasa perih itu sedikit berkurang karena gel yang sang ayah oleskan ditambah suhu mobil yang dibuat sangat dingin.
"Papa rasa besok kamu tidak usah masuk dulu. Kamu tidak akan bisa pakai atasan nanti,"
"Ralat pa. Bukan hanya atasan. Nanti saat sampai aku ingin mendinginkan seluruh badanku,"
KAMU SEDANG MEMBACA
[DS #3] Save Me Hurt Me
Teen FictionDimitra Series yang ketiga Putra ketiga dari keluarga Dimitra yang bekerja sebagai dokter di sebuah rumah sakit "Tolong saya..." Sebuah kalimat yang terngiang di kepala sang dokter selama berhari-hari. Apakah permintaan orang tersebut? Akankah sang...