Arsen baru saja pulang ke rumah saat dirinya ditarik oleh kakak sulungnya ke taman di samping rumah sang ayah. Di taman sudah ada Arman, Alesha, juga para iparnya, dan juga Naira sang istri.
"Ada apa?" Tanya Arsen.
"Dokter Nanda tadi ke rumah," Ujar Ardan.
"Lalu?"
"Dia bilang papi memang sudah seharusnya dirawat," Ujar Arman.
Arsen mengangguk.
"Papi tidak mau, kan?" tanya Arsen.
Arsen melepaskan sandal rumah miliknya. Arsen juga melepaskan kemeja dan celana jeans miliknya. Arsen tidak mendengar jawaban dari kedua kakaknya, dia malah menceburkan diri ke dalam kolam berenang.
"Astaga anak cheetah ini! Diajak biacara dia malah berenang!" Sungut Arman.
Sementara Ardan dan Naira tahu, Arsen berenang untuk menurunkan emosinya. Pembicaraan tentang kesehatan Alvaro selalu berhasil membuat Arsen cepat emosi. Ardan mendekat dan duduk di pinggir kolam. Kakinya dia biarkan berada di dalam kolam. Naira sudah menghilang untuk mengambil handuk dan bathrobe.
Arman mengamankan pakaian Arsen yang tergeletak di atas rumput. Dia memindahkan pakaian milik Arsen ke kursi taman dan memastikan ponsel milik Arsen tidak tertindih oleh apapun. Ardan menunggu sampai Arsen kembali ke dekat kakinya.
"Sudah lebih tenang?" Tanya Ardan.
"Lumayan,"
"Bisa kita lanjutkan perbincangan ini?"
Arsen mengangguk.
"Jadi, tadi setelah dokter Nanda pulang, papi memanggil aku dan Arman,"
Arsen diam dan mendengarkan. Punggungnya dia sandarkan di tembok kolam. Tangan Arsen sibuk membersihkan sisa air kolam di wajahnya, lalu dia menaikan rambutnya yang turun karena terkena air.
"Nanda bilang apa?" Tanya Arsen.
"Dokter Nanda menyarankan agar papi mulai dirawat di rumah sakit. Atau mungkin bisa di rumah juga, mengingat kamu juga seorang dokter," Jawab Ardan.
"Dokter Nanda bilang papi meminta waktu untuk berpikir," Sambungnya setelah sempat diam sejenak.
Arsen menarik napasnya dalam-dalam sebelum menengadahkan kepalanya. Arsen bahkan memejamkan matanya dan dia membuka matanya kembali sambil menghembuskan napasnya kuat-kuat.
"Meminta waktu berpikir..." Gumam Arsen.
Arsen menoleh ke arah Ardan saat bahunya ditepuk oleh Ardan.
"Sampai kapan kamu mau menghindari papi?" Tanya Ardan.
"Entah,"
"Dek..."
"Aku itu seperti pengecut, kan? Hanya satu kali saja papi mencurigaiku dan aku langsung menyerah. Tapi, sampai saat ini rasanya masih menyakitkan,"
"I know,"
Arsen mengangguk kecil sebelum menundukkan kepalanya. Dia tahu arti dari jawaban sang kakak.
"Sepertinya besok aku akan bilang pada Nanda, agar nanti kalau dia ke rumah lagi, dia tidak akan menyarankan pada papi untuk dirawat,"
"Dek... Papi bilang akan memikirkannya,"
"Dan itu artinya 95% jawaban papi adalah tidak,"
Ardan tidak bisa memungkiri ucapan Arsen. Memang benar. Semua ucapan Arsen adalah kenyataan.
"Hhh... Aku rasa mulai besok aku bekerja kembali di rumah sakit saja,"
"Dek..."
"Agar aku dan papi sama-sama nyaman, kak,"
KAMU SEDANG MEMBACA
[DS #3] Save Me Hurt Me
Fiksi RemajaDimitra Series yang ketiga Putra ketiga dari keluarga Dimitra yang bekerja sebagai dokter di sebuah rumah sakit "Tolong saya..." Sebuah kalimat yang terngiang di kepala sang dokter selama berhari-hari. Apakah permintaan orang tersebut? Akankah sang...