"Sayang...."
Panggilan manja itu membuat kedua sudut bibir Naira terangkat. Naira baru saja mau pergi ke ruangan Arsen setelah tadi dia menemani ayah mertuanya sampai terlelap. Naira melirik arloji dari orang tengah memeluknya. Sudah hampir jam sembilan malam.
"Kakak sudah makan?" Tanya Naira tanpa membalas panggilan manja dari suaminya itu.
"Belum. Aku yakin, istri cantik nan mungilku ini juga belum makan. Iya, kan?"
Naira mengangguk.
"Ayo, kita makan kalau begitu!" Ajak Arsen.
Arsen melirik sekilas ke kamar ayahnya. Ada Arman disana. Arsen lalu berjalan bersama Naira menuju ke kantin. Mereka berbincang ringan tentang bagaimana Arsen hari itu dan bagaimana keadaan Alvaro selama Arsen bertugas dan tidak bisa menemani ayahnya tadi.
"Permisi dokter," Panggilan itu membuat kaki Naira dan Arsen berhenti.
Ada bapak yang seusia dengan Alvaro berdiri disana.
"Ya?" Tanya Arsen bingung.
"Saya mau berbincang sebentar, boleh?"
Arsen menatap Naira dan Naira mengangguk. Arsen lalu mengangguk pada bapak itu. Arsen dan Naira mengajak bapak itu ke kantin bersama mereka. Saat mereka sampai, Naira meninggalkan Arsen dengan bapak itu sementara Naira memesan makanan dan minuman untuk mereka bertiga.
Saat Naira kembali, Arsen dan bapak itu masih berbincang. Sedikit banyak Naira mendengar kalau bapak itu butuh bantuan Arsen hanya beliau tidak punya biaya untuk berkonsultasi dengan Arsen. Arsen tersenyum ramah pada bapak itu.
"Pak, besok datang saja kesini. Katakan pada bagian pendaftaran kalau bapak sudah membuat janji temu dengan saya. Ah, sebentar," Ujar Arsen.
Arsen mengeluarkan kertas dari jas putih miliknya yang sedari tadi di bawa di lengannya. Arsen memang tidak pernah mengenakan jas itu jika dia tidak sedang dalam jam tugas. Arsen meminjam pulpen dari Naira. Dia sangat hafal kalau istrinya pasti selalu membawa sebuah pulpen di dalam tas milik sang istri. Arsen menuliskan beberapa kata dan menuliskan namanya di bagian bawah kertas itu lengkap dengan paraf dari Arsen.
"Ini. Bapak bawa ini besok dan serahkan ke bagian pendaftaran. Katakan bapak sudah membuat janji temu dengan saya. Jam berapapun bapak datang, saya akan menemui bapak," Ujar Arsen sambil menyodorkan kertas itu ke arah si bapak.
Bertepatan dengan itu makanan mereka sampai. Si bapak sempat terkejut saat Naira mengatakan kalau dia memesankan si bapak makanan juga.
"Maaf, ya, pak. Saya tadi tidak bertanya dulu bapak mau pesan apa dan langsung memesankan yang sama dengan kami," Ujar Naira.
"Tidak, bu. Saya yang berterima kasih karna ibu sudah memesankan saya makanan. Ini berapa bu? biar saya ganti,"
Naira tersenyum kecil.
"Tidak perlu, pak. Ini anggap saja jamuan dari kami. Mari pak dimakan makanannya,"
Bapak itu mengangguk. Mereka memakan makan malam mereka yang agak terlambat. Selesai makan malam, Arsen masih berbincang singkat dengan bapak itu sebelum si bapak pamit dan pergi. Naira dan Arsen masih duduk di kursi kantin.
"Sayang," Panggil Arsen.
Naira tidak menyahut namun kepalanya langsung menoleh ke arah Arsen.
"Aku mau membantu bapak tadi. Tidak apa, kan?"
Naira tersenyum lembut dan mengangguk.
"Tentu boleh. Kakak boleh membantu siapa pun yang memang membutuhkan bantuan. Itu tugas kakak, kan,"
![](https://img.wattpad.com/cover/125868718-288-k453627.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[DS #3] Save Me Hurt Me
Teen FictionDimitra Series yang ketiga Putra ketiga dari keluarga Dimitra yang bekerja sebagai dokter di sebuah rumah sakit "Tolong saya..." Sebuah kalimat yang terngiang di kepala sang dokter selama berhari-hari. Apakah permintaan orang tersebut? Akankah sang...