Arsen masih memeluk erat pinggang istrinya. Telapak tangan besarnya sesekali mengusap perut sang istri yang mulai sedikit berisi. Sesekali pula bibir Arsen mendarat di bahu sang istri. Arsen akan berhenti saat badan mungil istrinya menggeliat pelan. Lalu dia akan kembali mengusap perut berisi itu dengan tangan besarnya.
"Ummm..." Naira sedikit menggumam sebelum badannya berbalik hingga kini dia tidur dengan menghadap ke arah sang suami.
Arsen kembali memeluk istrinya setelah tadi dia sempat mengangkat lengannya sedikit agar sang istri bisa berbalik. Arsen tersenyum kecil. Wajah istrinya yang terlelap adalah lukisan paling indah yang paling Arsen gemari untuk dia lihat. Mereka memang baru kembali beberapa jam yang lalu. Dengan terpaksa pula, Arsen pulang ke rumah mereka. Rumah yang Arman dan Ardan janjikan masih dalam proses serah terima. Jadi, Arsen belum bisa tinggal disana.
Suara bell rumah membuat Arsen mengernyitkan keningnya. Arsen melirik jam di nakas dan semakin heran dengan bell rumahnya yang berbunyi itu. Arsen akhirnya menarik diri dengan perlahan agar Naira tidak terbangun. Arsen merapikan selimut Naira dan mengecup kening istrinya dengan lembut. Saat Arsen keluar dari kamar, Lisa juga baru keluar dari kamarnya. Dia menatap Arsen dan mendekat ke Arsen.
"Tidurlah lagi, Lis. Biar kakak lihat siapa yang datang," Ujar Arsen sambil mengusap puncak kepala Lisa dengan perlahan.
Lisa mengangguk. Arsen turun ke bawah dan mendengar beberapa keributan di dekat pagar. Pagar rumahnya masih tertutup tapi, teriakan-teriakan itu terdengar sampai ke dalam rumah. Arsen keluar dan semakin mengenali suara teriakan itu.
"Mau apa kesini?" Tanya Arsen.
"Arsen! Kamu kenapa tidak mengangkat teleponku?! Apa jalang itu melarangmu?"
Tangan Arsen langsung mencengkram rahang "tamu"-nya dengan keras melalui sela pagar.
"Siapa yang kau panggil jalang?!" Geram Arsen.
"Ar-Arsen? Kamu melukaiku... Sakit..." Ujarnya.
Arsen diam saja. Sampai beberapa tetangganya keluar walau hari baru saja berganti beberapa menit yang lalu. Bahkan security perumahan Arsen pun ikut datang.
"Ada apa ini?" Tanya oma Mel si tetangga sebelah rumah.
"Nak Arsen, Tangannya lepas dulu," Sambung oma Mel.
Arsen melepaskan tangannya. Dia tudak membuka pagarnya sama sekali.
"Pak, kalau bapak mau membantu saya, sebaiknya bapak bawa saja perempuan itu jauh-jauh dari sini. Jangan izinkan dia masuk ke kawasan ini lagi!" Ujar Arsen.
"Arsen... Kenapa kamu seperti ini?! Apa jalang itu meracuni kepalamu?"
Arsen baru saja mau melemparkan sendal yang dia pakai ke arah perempuan itu, jika saja tamparan dari tangan oma Mel tidak lebih dulu mendarat di pipi perempuan itu.
"Dasar tidak tahu malu!" Omel si oma.
"Mengatai orang jalang padahal mereka sudah menikah secara sah dan kami semua yang ada disini diundang dalam resepsi pernikahan mereka. Apa kamu tidak malu, hah? Kamu datang ke rumah orang yang sudah beristri tengah malam menuju subuh begini! Kalau kamu melapor ke kantor polisi sekali pun, bukan nak Naira yang di cap jalang tapi kamu sendiri!"
Omelan oma Mel membuat kemarahan Arsen sedikit pudar. Arsen sempat terkejut saat ada tangan yang melingkari lengan kirinya. Arsen segera menoleh dan menemukan Naira disana dengan mata yang masih memerah. Sepertinya sang istri terbangun akibat keributan yang perempuan itu ciptakan.
"Ada apa, pa?" Panggil Naira.
Arsen hanya mengusap rambut Naira dengan sayang.
"Tidak ada apa-apa. Hanya ada nyamuk pengganggu yang sudah membangunkan satu blok rumah kita, ma. Mama tidur lagi saja, nanti papa menyusul," Ujar Arsen.
KAMU SEDANG MEMBACA
[DS #3] Save Me Hurt Me
Novela JuvenilDimitra Series yang ketiga Putra ketiga dari keluarga Dimitra yang bekerja sebagai dokter di sebuah rumah sakit "Tolong saya..." Sebuah kalimat yang terngiang di kepala sang dokter selama berhari-hari. Apakah permintaan orang tersebut? Akankah sang...