"Itu tanganmu tidak mau diobati, dek?"
Pertanyaan itu membuat Arsen menoleh pada ayahnya yang sedang duduk di atas ranjang.
"Papi mau mengobatinya?" Tanya Arsen.
Alvaro terkekeh kecil.
"Kak, tolong ambilkan kotak obat. Adik kecil kalian ini harus segera diobati," Ujar Alvaro.
Arman segera beranjak menuju ke lemari buku. Di bagian bawah lemari itu ada sebuah laci dan kotak obat tersimpan disana. Arsen duduk di sebelah sang ayah. Alvaro mengobati tangan Arsen dengan perlahan.
"Tidak sakit, dek?" Tanya Alvaro.
"Sakit,"
"Lalu, kenapa memukul cerminnya?"
"Pi...."
Alvaro semakin terkekeh mendengar nada rengekan dari mulut Arsen. Arsen sudah tidak lagi marah padanya. Tapi, tidak berarti Alvaro menutup mata dan melupakan kalau dia sudah membuat kesalahan pada putranya ini.
"Dek..."
Arsen tidak menjawab. Dia hanya menatap sang ayah.
"Papi minta maaf. Papi sudah menuduh kamu. Padahal, kamu hanya mau membantu papi,"
"Arsen yang salah, pi. Papi tidak perlu meminta maaf. Malah harusnya Arsen yang meminta maaf. Arsen sudah membentak papi. Arsen bahkan membuat papi dalam bahaya,"
Alvaro membalut luka Arsen dengan perban. Saat dia selesai dengan pekerjaannya dia menatap Arsen dan tersenyum kecil.
"Bagaimana kalau dokter Nanda kita gaji untuk bekerja disini?" Tanya Alvaro.
Ucapan Alvaro membuat mata Arsen melebar dengan sendirinya. Bukan hanya Arsen, Ardan dan Arman pun sama terkejutnya dengan keputusan sang ayah. Entah bagaimana dan apa yang dokter Nanda katakan sampai Alvaro setuju untuk dirawat oleh dokter dan diberikan obat untuk penyakitnya. Bukan obat penghilang sakit.
Keesokan harinya Arsen memanggil dokter Nanda dan mengusulkan hal tersebut. Sang dokter tidak keberatan. Dia bersedia bolak-balik rumah sakit dan kediaman Alvaro untuk merawat si empunya rumah. Arsen sendiri memutuskan untuk mendelegasikan sementara semua tugasnya sebagai direktur utama rumah sakit kepada Reihan. Arsen fokus menjaga sang ayah di rumah.
Menit berganti menjadi jam. Jam berganti menjadi hari, dan hari pun berganti menjadi bulan. Entah sudah berapa lama Arsen berdiam di rumah dan fokus merawat sang ayah. Walaupun tidak terlalu banyak membantu, dan pada kenyataannya semakin hari kondisi sang ayah semakin jauh dari kata baik. Arsen dan ketiga saudaranya selalu berusaha untuk bisa berada di sebelah Alvaro dan merawat sang ayah dengan sangat baik. Bukan hanya mereka berempat tapi, juga ketiga menantu cantik Alvaro turut mer awat sang mertua.
Tapi, pada akhirnya mereka hanya bisa berpasrah terlebih ketika Nanda sang dokter memberikan saran agar mereka mulai mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk. Sejak saat itu semua anak-anak Alvaro pulang dan tinggal di rumah Alvaro. Mereka bergantian mengajak anak mereka menemui sang kakek. Sekedar menghibur dan menemani.
"Pi... Baby Zack hari ini mau menemani papi," Ujar Arsen.
Alvaro tersenyum lemah. Dia mengulurkan tangannya yang sudah semakin kurus untuk mengusap puncak kepala bayi yang hampir berusia setahun itu.
"Sudah hampir setahun, ya?" Tanya Alvaro.
"Iya. Sebentar lagi Zack akan ulang tahun. Papi, harus menemani Zack meniup lilin pertamanya,"
Alvaro tersenyum.
"Dia semakin mirip denganmu dan Naira,"
Arsen mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
[DS #3] Save Me Hurt Me
Teen FictionDimitra Series yang ketiga Putra ketiga dari keluarga Dimitra yang bekerja sebagai dokter di sebuah rumah sakit "Tolong saya..." Sebuah kalimat yang terngiang di kepala sang dokter selama berhari-hari. Apakah permintaan orang tersebut? Akankah sang...