Insomnia

1.6K 303 18
                                    

Arsen sedang berbincang dengan Reihan soal perpindahan sahabatnya itu ke rumah sakitnya saat ini, saat Naira muncul dari kejauhan dengan perutnya yang membuncit. Arsen melihat Naira berbincang dengan Alesha yang sepertinya juga datang menemuinya. Ditambah Alika yang juga sedang menuju ke arahnya dan Reihan.

Sudahkah Arsen bilang kalau sejak perut sang istri membuncit, istrinya semakin menggemaskan di mata Arsen? Jika belum Arsen akan mengatakannya sekarang. Istrinya sangat menggemaskan. Ditambah lagi hari ini dia memakai baju untuk ibu hamil yang belum lama ini mereka beli. Arsen semakin gemas saja pada istrinya.

"Hei! Kau mendengarku tidak sih?" Protes Reihan.

"Dengar. Tapi, mungkin ucapanmu itu bisa ditunda sebentar, Re," Ujar Arsen.

Arsen melangkah melewati Reihan. Membuat Reihan berbalik dan menggelengkan kepala.

"Dasar! Pantas saja aku ditinggal! Pawangnya datang!" Gerutu Reihan.

Arsen memeluk mesra Naira dan menghujani kening Naira dengan kecupan kecil. Dia juga sempat menyapa Alesha dan memeluk si bungsu walau hanya sebentar.

"Kenapa tidak bilang mau datang jam segini? Tahu begitu tadi aku tidak makan siang dengan Reihan," Ujar Arsen.

"Nai juga kebetulan tidak bawa makan siang untuk kakak,"

Arsen mengangguk paham.

"Yakin, mau ditemani Alesha saja?" Tanya Arsen.

Tangan Arsen kini sudah sibuk mengusap perut buncit sang istri dengan gerakan memutar.

"Iya. Biar Alesha saja yang menemani. Sebentar lagi ada jadwal operasi, kan?"

Arsen mengangguk. Dia tidak rela sebenarnya. Dia selalu ikut dalam setiap pemeriksaan istrinya. Hanya saja bulan ini dia tidak bisa ikut karena ada jadwal operasi.

"Aku antar sampai ruangan dokternya kalau begitu,"

"Nanti kakak telat tidak?"

"Tidak. Tidak akan terlambat,"

Naira mengangguk. Dia menyapa Reihan dan berbincang singkat dengan Reihan. Sesekali menggoda dokter itu agar segera menyusul mereka untuk memiliki momongan.

"Kalau cantik seperti kak Alika pasti lucu," Ujar Alesha yang diangguki Naira.

Reihan dan Alika memang sudah menikah dua bulan lalu. Saat itu Naira hanya datang sebentar karena anak dalam kandungannya berontak tidak mau diajak kompromi. Naira sampai tidak enak dengan Alika saat itu. Arsen sendiri sampai dibuat panik lantaran usia kandungannya sudah enam bulan saat hal itu terjadi.

"Re, kamu duluan saja ke ruang operasi. Nanti aku menyusul," Ujar Arsen dan Reihan mengangguk.

Reihan diundang Arsen untuk membantu dalam operasi besar hari ini.

"Sayang, nanti jangan lupa tanyakan dokter kapan perkiraan tanggal kamu melahirkan,"

"Iya, kak. Nanti aku tanya pada dokternya,"

Arsen mengangguk. Dia memeluk dan mencium kening Naira dengan cukup lama sebelum dia melepaskan pelukannya.

"Semangat. Nanti pulang, Nai buatkan makanan kesukaan kakak,"

"Tidak perlu, Aira... Yang penting kamu hari ini pulang ke rumah papi. Aku akan di rumah sakit sampai mungkin tiga hari. Sebab operasinya sendiri mungkin bisa sampai 16 jam,"

"Semangat kakak,"

Arsen mengangguk lagi. Naira dan Alesha masih memandang ke arah Arsen sampai dokter tampan itu menghilang di ujung koridor. Naira mengajak Alesha masuk ke ruang dokter. Pemeriksaan kehamilan Naira berjalan lancar dokter hanya memesankan Naira untuk berjalan pagi agar mempermudah proses melahirkan. Lalu, dokter juga memberitahu Naira perkiraan tanggal melahirkan. Alesha dan Naira berterima kasih pada dokter sebelum mereka keluar dari ruangan sang dokter.

[DS #3] Save Me Hurt MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang