Suara ketukan pintu membuat Arsen terbangun dari tidur singkatnya. Entah kapan dia tertidur dia juga tidak tahu. Arsen menyingkirkan lengannya dari atas mata dan dia bangkit untuk membuka pintu kamar. Atau begitu setidaknya rencana Arsen tadinya. Nyatanya, begitu dia menyingkirkan lengannya dan membuka matanya, kepalanya pusing luar biasa. Alhasil, Arsen hanya menyahut dari dalam sambil merubah posisinya dengan perlahan.
"Siapa?" Tanya-nya dengan suara serak.
"Arsen, buka dulu pintunya,"
Arsen mendengus saat mendengar suara itu. Dia memilih mendiamkan saja tanpa membuka pintu kamarnya.
"Arsen,"
"Aku sedang tidak ingin bicara,"
Mata Arsen melirik ke arah jam kecil di nakas. Sudah jam dua belas malam. Pantas saja, keluarganya sudah kembali.
"Arsen," satu suara lagi terdengar olehnya.
"Aku mau tidur. Kalau kalian mau begadang silahkan! Tapi, jangan ganggu aku!"
Arsen membaringkan kembali badannya dan menarik selimut. Dia memejamkan matanya dan sedikit meringis saat rasa pening itu semakin dahsyat mendera kepalanya.
......
"Den..."
Tok! Tok! Tok!
"Aden,"
Arsen mengernyit dan membuka matanya.
"Apa, bi?"
"Tuan menunggu aden untuk sarapan di bawah,"
Arsen mengerang kecil saat kepalanya semakin pusing.
"Nanti aku turun, bi. Bibi tolong buatkan aku bubur,"
"Baik den. Bibi buatkan,"
Setelahnya dia mendengar langkah kaki menjauh. Arsen memejamkan matanya kembali dan akhirnya di kembali terlelap. Suara keras dan kencang yang memasuki telinganya membuat Arsen mengerang kecil.
Kepalanya sedang pusing dan suara keras itu semakin membuat kepalanya sakit. Belum selesai dengan itu suara langkah kaki dari beberapa orang yang berlari mendekat membuat Arsen terpaksa membuka matanya.
"Si-" Arsen menghentikan ucapannya saat melihat siapa yang masuk ke dalam kamarnya.
"Bagaimana kalian bisa masuk?" Tanya Arsen saat menyadari tidak ada yang mungkin bisa masuk ke kamarnya sebab, dia mengunci kamar itu dan kuncinya masih tergantung di lubang kunci.
"Apa kamu baik-baik saja?" Tanya kakak tertuanya.
Arsen tidak menjawab. Dia melirik pintu kamarnya yang sudah lepas dari engselnya.
"Papi..." ujarnya sedikit merengek dengan suara serak yang sangat lemah.
"Benarkan pintu kamar Arsen," pintanya pada sang ayah tanpa meladeni kedua kakaknya.
"Apa kepalamu pusing?" Tanya Arman, kakak keduanya.
Arsen mendiamkan kakaknya. Dia hanya membalikkan badannya dan menarik selimut untuk semakin rapat membungkus badannya yang kedinginan.
"Kamu demam?" Tanya Ardan lagi.
Arsen masih diam. Satu langkah kaki lagi dia dengar.
"Pi, ini bubur buat kak Arsen. Kakak nggak apa-apa?" Suara halus itu membuat Arsen menolehkan kepalanya dengan perlahan.
Dia melihat Alesha berdiri di sebelah ayahnya. Setelah itu, Arsen kembali menyamankan kepalanya yang pusing itu di bantalnya.
"Sha," panggil Arsen.
KAMU SEDANG MEMBACA
[DS #3] Save Me Hurt Me
Teen FictionDimitra Series yang ketiga Putra ketiga dari keluarga Dimitra yang bekerja sebagai dokter di sebuah rumah sakit "Tolong saya..." Sebuah kalimat yang terngiang di kepala sang dokter selama berhari-hari. Apakah permintaan orang tersebut? Akankah sang...