Arsen mengerutkan keningnya saat sisi sebelah ranjangnya kosong dan mulai dingin. Arsen membuka matanya dan langsung duduk di atas tempat tidurnya.
"Aira?" Panggil Arsen dan tidak ada jawaban.
Melirik jam di nakas. Dua tiga puluh adalah angka yang dilihat Arsen di jam kecil itu. Arsen turun dari ranjangnya dan berjalan keluar. Dia mendengar suara dari lantai bawah. Saat Arsen sampai di lantai bawah, keadaan rumahnya masih gelap. Hanya ada satu lampu yang menyala. Lampu dapur. Arsen segera berjalan kesana dan tersenyum saat menemukan istrinya ada disana.
"Astaga!" Pekik Naira saat merasakan seseorang memeluknya.
"Kenapa bangun jam segini?" Tanya Arsen.
"Baby mau ngemil,"
"Kenapa tidak bangunkan aku?"
"Tidak enak. Takut mengganggu istirahat kakak,"
"Tidak mengganggu. Baby anakku juga. Aku akan sangat senang membuatkannya makanan,"
Naira mengangguk kecil. Dia kemudian bergeser dan membiarkan Arsen mengambil alih.
"Baby mau makan apa?" Tanya Arsen sambil mengusap perut Naira.
"Steak," Ujar Naira dengan suara seperti anak kecil.
"Okay, papa buatkan baby, steak. Baby ajak mama duduk di kursi dulu ya, agar kalian tidak lelah,"
"Okie dokie, papa,"
Arsen tersenyum kecil. Naira duduk di kursi dekat meja dapur. Dia memperhatikan cara Arsen memasak semua hal. Terkadang Naira merasa sangat beruntung. Arsen tampan, pandai, mapan, sayang pada keluarga, dan bisa memasak juga merapikan rumah. Arsen tidak ada point minus-nya di mata Naira. Mendapatkan Arsen sebagai suami merupakan keberuntungan terbesar untuk Naira.
Naira menguap kecil. Dia masih ingin melihat Arsen yang berbalut apron dan tangan berototnya yang sedang memasak. Bahkan dengan wajah baru bangun tidur dan rambut berantakan, Arsen masih nampak tampan. Naira lagi-lagi menguap dia melipat kedua tangannya di atas meja dan meletakan kepalanya di atas lengannya. Perlahan Naira mulai terpejam.
"Air-" Panggilan Arsen terhenti dan Arsen tersenyum.
Dengan perlahan Arsen meletakan steak buatannya di meja dapur lalu, dengan perlahan juga dia menggendong Naira. Saat itu Naira malah terbangun.
"Maaf membuatmu terbangun, sayang," Ujar Arsen.
"Aku mengantuk,"
"Mari tidur lagi di kamar,"
"Tapi, mau makan juga,"
Arsen terkekeh. Sepertinya ibu dan anak di gendongannya sedang tidak sejalan pikiran. Arsen lantas duduk di kursi dan menyuapkan salah satu potongan steak yang dia buat.
"Makan dulu beberapa suap. Setelah itu kita tidur lagi,"
Naira menerima suapan itu dan memakan pelan makanannya. Arsen berharap istrinya tidak mengalami mual saat ini. Beruntungnya Naira bisa menghabiskan setengah porsi steak buatan Arsen tanpa muntah. Selesai makan, Arsen mengajak Naira ke kamar mereka. Arsen membawa Naira ke kamar mandi dan mendudukan istrinya di meja wastafel. Arsen langsung berlari ke dalam kamar dan mengambil segelas air. Dia memberikan air itu untuk Naira minum.
"Sudah?" Tanya Arsen.
Naira mengangguk.
"Sekarang gosok gigimu lagi lalu, setelah itu kita tidur,"
Naira mengangguk. Dia menggosok giginya dan setelahnya Arsen menggendongnya ke tempat tidur. Arsen menyelimuti Naira dan menepuk pelan punggung istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[DS #3] Save Me Hurt Me
Teen FictionDimitra Series yang ketiga Putra ketiga dari keluarga Dimitra yang bekerja sebagai dokter di sebuah rumah sakit "Tolong saya..." Sebuah kalimat yang terngiang di kepala sang dokter selama berhari-hari. Apakah permintaan orang tersebut? Akankah sang...