Aaric menutup sambungan teleponnya. Dia memanggil tangan kanan kepercayaannya.
"Awasi Baren dan Rigel. Cari tahu dimana mereka akan bertemu," Titah Aaric.
Tangan kanan Aaric pergi dari sana. Axeon mendekati Aaric dan menepuk bahu Aaric.
"Vincent akan ditemukan, son,"
"Harus! Vincent harus di temukan dan jika saat itu ada segores luka di badannya atau bahkan sehelai rambutnya hilang dari tempatnya, siap-siap saja Jerman dipenuhi hujan darah!" Ucap Aaric dengan kemarahan yang masih terdengar sangat kental.
"Son, kamu baru saja menakuti papa dan mama-mu," Ucap Axeon lagi dengan perlahan.
Aaric melirik Axeon dengan tajam.
"Daddy pikir aku peduli dengan itu sekarang?"
"Hmm... Tidak. Kamu tidak akan peduli. Kemarahanmu sudah sangat tinggi,"
Aaric diam saja. Dia masih marah dan enggan untuk sekedar berbincang. Aaric mungkin masih enggan menemui Vincent, tapi Aaric menyayanyi Vincent sama besarnya dengan rasa sayangnya pada Evony. Vincent dan Xaferius adalah adik yang besar bersama dengannya.
"Istirahat dulu, son. Tidak baik kamu marah terus seperti ini,"
"Nanti saja, dad,"
"Sekarang,"
"Dad..."
"Aaric Luther Eginhardt. Istirahat. Sekarang juga,"
Aaric menghela. Ketika namanya sudah tersebut, lebih baik jika dia mengalah. Aaric beranjak untuk ke pantry di lantai bawah. Dia mengambil sebotol air mineral dingin dari dalam kulkas. Aaric meminum air itu dalam beberapa tegukan. Aaric mengetukan jarinya ke meja pantry dengan teratur. Otak Aaric terus menghitung tiap detik yang terlewat.
Tepat pada menit ke sepuluh anak buah Aaric sudah kembali berkumpul di halaman mansion. Aaric sendiri berjalan keluar sambil memakai sarung tangan kulit miliknya. Aaric selalu memakai sarung tangan itu setiap dia keluar dari rumahnya di cuaca mendung. Cuaca mendung selalu mengingatkannya dengan hari dimana dia kabur dari rumah Arsen.
"Hhh..." Aaric menghela kecil.
Wajah datar Aaric membuat beberapa orang di halaman mengkeret ketakutan. Aaric menaikan salah satu alisnya dan salah seorang anak buahnya mendekat.
"Tuan Baren memesan sebuah bar,"
Aaric melirik anak buahnya itu.
"Beliau menyewa seluruh bar satu jam lagi, tuan muda,"
Aaric memberikan kunci mobilnya pada pria itu. Tanda jelas kalau Aaric meminta diantarkan ke bar itu. Anak buah Aaric paham dan langsung memberikan jalan untuk Aaric. Aaric melirik kecil ke arah sang ayah sebelum menyungingkan seringaiannya.
"Sebaiknya daddy siapkan uang kompensasi dan juga uang tutup mulut," Ucap Aaric.
Axeon mendengkus namun, tak urung dia juga menjawab ucapan Aaric.
"Sepuluh juta euro cukup, kan?"
Aaric mengangguk sebelum dia masuk ke dalam mobil.
"Jangan merusak terlalu banyak, son! Limit-mu hanya sepuluh juta euro!!"
Axeon yakin Aaric tidak akan mendengarkan. Axeon sendiri hanya tersenyum kala melihat kelakuan putra sematawayangnya itu.
"Apa?" Tanya Axeon saat dia dihadapkan oleh keluarganya.
"Kakak terlalu memanjakan Zachary," Cibir Arman.
"Apa tidak boleh? Zachary itu pangeran Eginhardt, apapun yang dia ucapkan sama mutlaknya dengan ucapanku,"
![](https://img.wattpad.com/cover/125868718-288-k453627.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[DS #3] Save Me Hurt Me
Teen FictionDimitra Series yang ketiga Putra ketiga dari keluarga Dimitra yang bekerja sebagai dokter di sebuah rumah sakit "Tolong saya..." Sebuah kalimat yang terngiang di kepala sang dokter selama berhari-hari. Apakah permintaan orang tersebut? Akankah sang...