Tidak Akan Pernah Melepaskan

7.6K 494 15
                                    

Bugh!

Arsen meninju kuat pria di depannya. Dia bahkan mencengkram kemeja pria itu dengan kuat.

"Enyahkan pikiran itu dari kepalamu!!" Desis Arsen.

Ardan dan Arman memisahkan adiknya. Mereka tidak mau adiknya membuat keributan di acara orang lain. Alvaro dan teman-temannya hanya menonton dari samping. Bahkan Dovisio dan putranya nampak santai dan diam saja melihat Arsen yang tengah murka itu.

"Arsen, sudah!" Ujar Ardan sambil menahan tangan Arsen.

"Arsen! Lebih baik kamu bawa Naira untuk menenangkan diri," ujar Arman.

Arsen menurut. Dia berbalik dan memeluk Naira. Dia mengusap punggung Naira dengan sayang.

"Jangan menangis, please!" Ujarnya.

Arsen mengajak Naira keluar dari ruangan itu. Arsen membimbing Naira untuk keluar.

"Dia hanya perempuan sok suci yang bahkan tidak ada bedanya dengan jalang!!! Dia itu sudah tidak perawan lagi!!"

Teriakan pria itu membuat Ardan dan Arman kesal. Mereka melepaskan pria yang tadi mereka pegangi. Tak butuh waktu lama sebelum pria itu tersungkur ke lantai dengan tidak elitnya. Belum juga dia terbangun, Arsen sudah menghujaninya dengan segala tinjuannya.

Arsen mencekik pria itu dengan kedua tangannya. Sungguh siapapun yang melihat bagaimana Arsen sekarang akan segera melupakan bagaimana raut wajah Arsen kala pria itu tersenyum penuh kehangatan dan jenaka. Arsen saat ini tak jauh berbeda dengan kedua kakak kembarnya. Begitu, menyeramkan, dingin, arogan, dan sangat sadis.

"Berani kau mencelanya!" Desis Arsen marah.

Ardan dan Arman membiarkan adiknya. Alvaro hanya menatap sambil meminta maaf pada Dovisio dan putranya.

"Tidak apa, uncle. Aku mendapat hiburan bagus hari ini," ujar putra dari Dovisio.

Saat napas pria itu hampir terhenti, tangan mungil dan ramping menyentuh pergelangan tangan Arsen. Membuat Arsen mengangkat wajahnya dan menatap ke arah pemilik tangan ramping itu.

"Aira..." panggil Arsen.

Naira. Dia menggenggam tangan Arsen dan melepaskan tangan itu dari leher pria yang nyaris tewas itu.

"Sudah..." ujar Naira.

"Aira... dia sudah..."

Naira mengusap kedua tangan besar Arsen dengan perlahan dia menatap buku jari Arsen yang sedikit terkelupas kulitnya.

"Ai-" panggilan Arsen terhenti saat tangannya merasakan ada tetesan air yang jatuh dari wajah Naira.

Arsen langsung panik dan juga sedikit kecewa. Arsen tahu Naira menangis. Namun, karena apa gadis itu menangis masih menjadi pertanyaan bagi Arsen.

'Mungkinkah dia kasih menaruh rasa pada bajingan itu?' Pikir Arsen.

"Naira... sayang..." panggil Arsen.

"Sudah cukup kak," ujar Naira lirih.

"Tapi dia-"

"Dia tidak pantas untuk membuat kakak mengotori tangan kakak," ujar Naira lagi.

Naira mengusap punggung tangan itu dengan perlahan.

"Tangan kakak yang selalu menolong orang tidak pantas untuk memberi orang sepertinya pelajaran. Tangan kakak lebih berharga..."

Hati Arsen menghangat. Arsen menghela kecil. Dia menarik tangannya dari genggaman Naira dan menangkup wajah Naira. Dia mengusap kedua pipi Naira dengan sayang. Arsen berdiri dan mengajak Naira ikut berdiri bersamanya. Pria itu Arsen suruh anak buahnya yang mengurus.

[DS #3] Save Me Hurt MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang