Pagi hari di kediaman Dimitra jauh dari kata tenang. Penyebab dari hilangnya ketenangan di rumah itu, tidak lain tidak bukan adalah pesan yang kemarin malam Arsen kirimkan pada Arman sang kakak. Arman, Ardan, juga para ipar serta Alesha menunggu Arsen turun untuk memberikan penjelasan atas pesan darinya.
Sekian menit berlalu, Alvaro ikut makan di ruang makan. Dia keluar dari kamarnya dengan didampingi oleh Naira. Anggota keluarga Dimitra duduk di meja mereka dengan tenang saat Alvaro memasuki ruang makan. Menyusul setelahnya Arsen turun dengan Zachary dalam gendongannya. Bayi gembul itu sedang tertawa sambil mengemut ibujarinya.
"Baby... Jangan makan jarimu! Itu kotor, tahu. Nanti kamu sakit," Ujar Arsen yang tentu saja dijawab tawa dari sang bayi.
"Aish! Papa semakin gemas padamu kalau begini!"
Arsen duduk di kursinya setelah mengecup kecil puncak kepala Naira. Arsen tahu sejak tadi semua saudaranya tengah menatap padanya dengan tajam. Arsen hanya diam dan memakan sarapannya. Setelah sarapan Arsen memandikan Zachary. Dia memang tidak memiliki jadwal hari ini. Hanya ada pemeriksaan rutin pasien rawat inap, yang tentu saja bisa diwakilkan oleh Alika.
"Apa?" Tanya Arsen pada kedua kakaknya yang sudah menerobos masuk ke kamarnya.
"Apa maksud pesanmu kemarin malam?" Tanya Arman.
"Tidak ada,"
"Dek..." Kali ini Ardan yang memanggil.
"Apa perawat itu datang setiap hari?"
Ardan dan Arman mengangguk.
"Jam berapa dia biasa datang?"
"Delapan,"
Arsen mengangguk kecil. Dia melirik ke arloji di tangannya sebelum turun keluar dari kamarnya. Tentu saja kedua kakaknya mengikuti. Arsen berdiri di ujung tangga saat dia mendengar Naira menyambut perawat itu. Saat Naira masuk ke dalam kamar Alvaro bersama perawat itu, Arsen turun ke bawah dan berjalan dengan perlahan sampai ke dekat kamar sang ayah.
"Bukankah, obat itu agak keras? Setahu saya, adik ipar saya tidak mengizinkan obat itu digunakan terlalu sering," Suara Maura terdengar.
"Saya hanya menjalankan tugas saya, bu. Ini pesan dari dokter Arsen," Suara berat itu membuat Arsen menghela. Di rumah sakitnya tidak ada perawat pria yang bersuara seberat itu.
"Begitu kah?" Kali ini suara Alesha terdengar.
"Iya, bu,"
"Dimana kamu bertemu kakakku?"
"Di rumah sakit, bu,"
"Kapan?"
"Baru saja sebelum saya kesini,"
Arsen mengintip dari balik pintu kamar. Dia berjalan mendekat saat perawat itu memunggungi pintu kamar. Tepat saat obat itu akan disuntikan ke tangan Alvaro, Arsen mencekal tangan itu.
"Kau bilang siapa yang menyuruhmu tadi?" Tanya Arsen.
Perawat itu terkisap dan terkejut.
"Sejak kapan kau menggunakan namaku untuk berbuat sesukamu, hm?"
Arsen membuat Alvaro terkejut. Dia tidak tahu kalau hari ini Arsen ada di rumah. Dia juga terkejut saat mendengar pertanyaan dari Arsen. Selama dua hari ini dia dan seisi rumah mempercayai ucapan perawat itu.
"Bajingan sialan!" Umpat Arsen sambil menghempaskan badan perawat itu ke lantai.
Tangan Arsen mencengkram kuat rahang perawat itu.
"Bajingan mana yang menyuruhmu?!" Tanya Arsen tanpa basa-basi.
Perawat itu terdiam. Arsen dengan santainya menginjak paha kanan perawat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[DS #3] Save Me Hurt Me
Genç KurguDimitra Series yang ketiga Putra ketiga dari keluarga Dimitra yang bekerja sebagai dokter di sebuah rumah sakit "Tolong saya..." Sebuah kalimat yang terngiang di kepala sang dokter selama berhari-hari. Apakah permintaan orang tersebut? Akankah sang...