1. 𝓟𝓮𝓻𝓽𝓮𝓶𝓾𝓪𝓷 𝓼𝓲𝓷𝓰𝓴𝓪𝓽

19.5K 844 8
                                    

     Aster yang tampan, cerdas, nyaris sempurna dengan kesuksesannya di usia muda sebagai dokter spesialis bedah saraf, dan lahir di keluarga yang sangat berkecukupan itu, tak membuat dirinya besar kepala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     Aster yang tampan, cerdas, nyaris sempurna dengan kesuksesannya di usia muda sebagai dokter spesialis bedah saraf, dan lahir di keluarga yang sangat berkecukupan itu, tak membuat dirinya besar kepala. 

Pribadi Aster yang ramah dan rendah hati, membuatnya semakin terlihat berwibawa dan dihormati oleh banyak orang di rumah sakit. Tak sedikit para pasien yang dirawat atau rawat jalan menjadi lebih bersemangat untuk diperiksa olehnya.

Senyum Aster yang menawan itu bahkan dijuluki sebagai gula jawa, karena seringkali membuat pasien merasa hampir terkena diabites saking manisnya.

"Pagi, Mi, Pi." Sebelum duduk di depan meja makan untuk menikmati sarapan pagi, Aster menyapa kedua orang tuanya.

Mereka sama sekali tak melirik atau menanggapi Aster. Menyadari hal itu, Aster menghela napasnya dengan lelah. "Kebiasaan," gumamnya.

Rianti mendelik tajam. Kemudian, ia mengambil suapan makanannya. Rianti bahkan tega membiarkan sapaan anak semata wayangnya menjadi angin lalu. Kedua orang tuanya itu lebih memilih menikmati sarapan pagi tanpa perbincangan apapun. Aster sempat heran kenapa ayahnya jadi ikut-ikutan merajuk seperti ibunya.

"Mami mau terus-terusan seperti ini?" tanya Aster. Lalu, ia beralih pada Wira. "Papi juga? Kenapa sih? Ngebet banget pengen punya cucu."

"Memangnya siapa yang gak mau punya cucu?" sinis Rianti. "Kalo ada acara dengan teman-teman arisan, Mami malu karena cuma Mami yang belum punya cucu."

"Ya sabar 'lah, Mi. Lagian kan Aster memang belum ada jodohnya."

"Anak temen-temen Mami yang datang ke rumah cantik-cantik tuh. Ada yang jadi pramugari, terus ada juga yang jadi pengacara. Mereka terang-terangan naksir kamu. Dan kamu sama sekali gak melirik mereka? Kamu normal, 'kan?" omel Rianti.

"Normal 'lah, Mi. Aster masih suka perempuan, kok. Cuman perempuan yang Mami sebutkan itu terlalu tinggi karirnya, Mi. Pramugari sering pergi-pergian, bakalan jarang ada di rumah, terus pengacara sering sibuk ngurusin kasus ini-itu." Aster nyerocos untuk beralasan.

"Di sebelah rumah juga ada dokter Obgyn. Dia cantik loh, belum dapet calon. Gimana kalo Mami jodohin saja kamu sama dia?" Garis wajah Rianti sudah berbinar menunggu respon dari Aster.

"Enggak." Aster menggeleng dengan mantap. Seketika binar di wajah Rianti luntur dan kembali masam.

"Aster sudah pernah bilang sama Mami. Aster gak mau punya istri seprofesi."

"Kalo begitu menikah saja kamu dengan kambing," celetuk Wira yang sejak tadi diam. Dalam hatinya memendam kekesalan juga seperti istrinya.

Aster tercengang mendengar celetukan Wira. Bisa-bisanya seorang ayah yang jarang bicara itu, berujar sedemikian kucrutnya. "Ya ... gak begitu juga konsepnya, Pi!"

"Papi punya banyak rekan bisnis, pasti mereka punya anak perempuan,'kan? Bisa dong Papi kenalin sama Aster," sela Rianti pada Wira.

Wira mengangguk samar. "Ada, nanti Papi carikan calon untuk Aster."

Wife For AsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang