Sepertinya, sudah menjadi sebuah kebiasaan Sisil duduk di depan meja makan setiap saat. Mbok Asti sudah terbiasa dengan hal itu, Mbok Asti tahu Sisil berada di sana bukan untuk mengawasinya, tapi Sisil hanya bosan, dan bingung harus melakukan apalagi selain ngobrol dengan Mbok Asti.
Namun, kali ini Mbok Asti dibuat heran oleh majikan mudanya yang terus-terusan bengong dengan raut yang tegang. Hal itu sudah berlangsung sejak setengah jam yang lalu, sejak Sisil pulang dari rumah sakit. Gestur tubuhnya membawa jari Sisil untuk terus digigit dengan rasa gelisah.
"Non!" panggil Mbok Asti. Sisil sedikit terhenyak, dan langsung menoleh. Kedua alisnya terangkat dengan raut tanda tanya.
"Lagi mikirin apa toh, Non? Dari tadi Mbok perhatikan kayaknya Non Sisil resah," ujar Mbok Asti.
Sisil beberapa saat diam dengan pandangan kosong ke depan. "Mbok ... Pak Suami kayaknya bakalan marah sama Sisil."
"Lho? Marah kenapa? Yo ndak mungkin Den Aster marah sama istrinya. Memangnya Non buat kesalahan?" Mbok Asti setia berdiri di seberang meja, menunggu Sisil untuk menjawab.
"Iya, Mbok. Tadi Sisil marahin temennya Pak Suami." Sisil menunduk dan memegang kepalanya sambil mendesah frustasi.
"Den Aster gak bakalan marah, Non. Percaya sama Mbok. Den Aster itu gak bisa marah kalo ke orang yang disayang." Mbok Asti mencoba menenangkan Sisil yang sudah terlanjur nethink. Mbok Asti tahu, sangat mustahil untuk Aster marah pada istrinya karena hal itu. Namun, Mbok Asti cukup mengerti akan kekhawatiran Sisil.
"Tapi, Sisil malu, lho, Mbok. Masa tadi Sisil teriak-teriak di depan Pak Suami." Sisil berkeluh kesah kepada Mbok Asti, seperti anak yang tengah mengadu nasib pada ibunya. "Suer, Mbok. Itu yang tadi kayaknya bukan Sisil. Sisil aja gak sadar bisa ngomong sekasar itu."
Meskipun Mbok Asti belum tahu apa-apa tentang permasalahannya, beliau cukup mengerti perasaan Sisil sekarang. Ada beberapa hal yang sulit dikendalikan oleh wanita hamil, salah satunya adalah emosi. Tak sedikit wanita hamil marah-marah tanpa bisa dikendalikan. Hatinya wanita hamil memang sangat sensitif.
Mbok Asti terkekeh pelan. "Gapapa, Den Aster pasti paham kok. Jangan terlalu dipikirkan, Non. Nanti malah jadi beban pikiran."
Setelah terluapkan apa yang ada di pikiran dan hatinya, Sisil tak secemas tadi. Kini, ia lebih santai dari sebelumnya dan melanjutkan percakapan dengan bercakap ringan bersama Mbok Asti. Mereka duduk bersampingan layaknya ibu dan anak.
Karena tak tahu tentang masa kecil Aster, Sisil menanyakan banyak hal pada Mbok Asti. Dimulai dari kebiasaan Aster sejak kecil, hal yang akan membuat Aster menangis, kartun kesukaan Aster, lalu hal memalukan yang pernah Aster lakukan. Semua diceritakan oleh Mbok Asti dengan senang hati.
Sampai-sampai Sisil tertawa ketika Mbok Asti menceritakan hal konyol tentang Aster. Bahkan Mbok Asti sampai menceritakan perihal Aster yang patah hati karena dua kali gagal tunangan. Sisil sempat tak percaya orang seganteng Aster mengalami hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wife For Aster
General Fiction𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚 genre : romantis, melodrama *** Di usianya yang nyaris kepala tiga, Aster tak kunjung memiliki tambatan hati. Masalah asmara di masalalu yang cukup sulit membuat Aster enggan membangun...