Meskipun Rianti sudah kembali ke rumahnya sejak beberapa hari yang lalu, Sisil belum juga berpindah ke kamarnya sendiri dan tetap tidur di kamar Aster. Hal itu karena Aster yang menyuruhnya. Katanya, ribet kalau misalkan harus memindahkan barang-barang yang sudah tersusun rapi.
Sisil setuju saja. Toh di kamar Aster pun ia sama-sama tidur sendiri, karena akhir-akhir ini Aster selalu disibukan oleh pekerjaan di ruang kerjanya. Entah apa yang Aster kerjakan, yang hanya Sisil tahu hanyalah menyangkut tentang tesis. Entahlah, Sisil pun kurang mengerti.
Sisil bangun pagi-pagi sekali, bahkan matahari pun belum menampakan wujudnya dengan utuh, sehingga langit hanya diterangi cahaya-cahaya fajar. Ketika itu Sisil masih belum menemukan Aster di sampingnya. Mungkin Aster tertidur lagi di ruang kerjanya.
Sisil berjalan ke arah jendela untuk menyibak tirai. Lalu, membuka jendela dan pintu kaca di kamar itu hingga Sisil bisa keluar dan berdiri dibalkon kamar. Kemudian, ia menghirup udara yang masih segar. Rumah itu cukup strategis dengan bagian depan yang menghadap langsung ke arah timur, sehingga Sisil bisa melihat matahari yang muncul dari balik gedung-gedung tinggi.
Saking asiknya melamun, Sisil sampai lupa bahwa ia harus membangunkan Aster di ruang kerjanya. Sisil jadi merasa bersalah saat ia masuk dan melihat Aster yang tertidur di sofa tanpa selimut. Apakah tidur satu kamar dengan Sisil adalah hal yang Aster hindari? Jika begitu, kenapa Aster tidak menyuruhnya untuk pindah kamar saja?
Sisil berjongkok di depan sofa itu. Ia melihat dengan lekat wajah Aster saat ini. Rambutnya acak-acakan, dan samar-samar terlihat lingkar hitam di bawah matanya. Mungkin Aster baru saja tidur setelah bergadang semalaman.
Sisil melirik jam dinding di ruangan itu, baru jam enam pagi. Masih ada waktu untuk membiarkan Aster tidur lebih lama. Dengan inisiatifnya, Sisil mengambil selimut dari kamar, lalu menyelimuti tubuh Aster. Anehnya, ketika Sisil tinggal sebentar, wajah Aster jadi terlihat sangat pucat dan berkeringat. Saat Sisil menyentuh kening Aster, ia sedikit berjengit. Suhu badannya begitu panas.
"Pak dokter... Sakit?" gumamnya.
Deruan napas Aster terdengar tak biasa, lebih kasar dari sebelumnya. Sisil langsung menyimpulkan bahwa Aster tengah mengalami demam karena tubuhnya menggigil dengan kerutan di dahinya yang terlihat seperti menahan kesakitan.
"Pak dokter," panggil Sisil sambil menepuk pelan pipi Aster.
Aster membuka matanya, tapi hanya sesaat, itupun tak utuh. Setelahnya ia langsung ganti posisi dengan sedikit bergerak. "Dingin, Sil. Panas juga," racaunya.
Sisil mengambil termometer, ia mendekatkan alat itu ke telinga Aster.
38,9°C
Angka yang tertera benar-benar membuat Sisil panik seketika. Suhu tubuhnya begitu tinggi. Tanpa mengemban rasa paniknya lebih lama, Sisil langsung pergi ke dapur dan mengambil air hangat dengan handuk kecil. Lalu, Sisil mengompres kening Aster dengan air hangat itu, berharap demamnya akan berkurang. Selagi Aster dikompres, Sisil mencari obat penurun panas di lemari khusus obat, untungnya masih ada satu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wife For Aster
General Fiction𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚 genre : romantis, melodrama *** Di usianya yang nyaris kepala tiga, Aster tak kunjung memiliki tambatan hati. Masalah asmara di masalalu yang cukup sulit membuat Aster enggan membangun...