Suasana di ruang makan pagi ini dipenuhi oleh celotehan dua bocah yang berbeda usia. Bocah yang berusia satu tahun, tengah duduk di samping Sisil sambil memakan buah naga sehingga wajahnya penuh dengan warna buah tersebut.
Sedangkan satu bocah lagi, usianya tiga tahun tepat di hari esok. Mengetahui cara makan anak pertamanya yang pilih-pilih, Sisil semakin yakin bahwa Alby adalah anak Aster. Ya, memangnya anak siapa lagi?
Satu menu makanan yang dijadikan spesial di berbagai kalangan, yaitu daging, tak membuat Alby tertarik untuk memakannya juga. Ia tak menyukai lauk tersebut tanpa alasan, seperti ayahnya.
Di tengah-tengah kegiatan sarapannya, Aster sesekali membenarkan cara makan puterinya, anak kedua. Bayi satu tahun itu duduk menggunakan kursi khusus bayi di antara Aster dan Sisil. Sesekali, Aster pun mengawasi cara makan Alby yang masih berantakan.
"Besok Aby ulang tahun, Aby mau hadiah apa dari Ayah?" tanya Aster.
"Aby udah pikilin hadiahnya dali kemayin." Alby berlanjut dengan suapan terakhirnya.
"Oh ya? Hadiah apa tuh?" Aster menunggu jawaban dengan sabar sampai Alby selesai mengunyah makanannya.
"Aby penen puna unda balu."
Spontan Aster melotot karena jawaban sang anak pertama. Hal itu akan menjadi musibah untuk dirinya sendiri meskipun Alby yang meminta, Aster tetap merasa segan pada Sisil. Ekspresi Sisil saat ini sudah jelas, masam dan sempat melemparkan delikan tajam ketika Aster meliriknya.
"Om Dalen bilang, Aby butuh unda balu bial unda ga kecapean. Jadi unda punya olang yang bantu di lumah." Alby terus berceloteh dengan polosnya tanpa menyadari atmosfer yang sudah terasa dingin akibat tatapan Sisil yang kian menyorotkan kekesalan.
"Aby, udah ya, Nak? Jangan minta hadiah itu, yang lain aja. Itu gak baik, nanti Bunda marah, lho." Aster berusaha membujuk Alby untuk berhenti melontarkan pintanya yang diluar nalar. "Minta yang lain aja, ya?"
Alby mengangguk nurut. "Kalo gitu, Aby penen mama balu."
Aster memijat keningnya dengan desahan nafas frustasi. "Aby ... mama sama bunda itu artinya sama. Jangan minta itu, Aby ...." Ia nyaris saja mengerang.
Sisil meletakan sendok di piring dengan tenaga yang cukup kuat sehingga berbunyi nyaring. Sisil tak mengatakan apapun, tapi lewat matanya Aster sudah sepenuhnya yakin bahwa kekesalan Sisil terhadap dirinya kian menumpuk.
"Sayang ... Aby cuma anak kecil. Jangan dipikirin, dia bisa aja ngomongin hal-hal yang random. hehe ...." Aster mencoba untuk mencairkan suasananya.
"Tapi Aby gak bakalan bilang gitu kalo gak ada yang ngajarin," cetus Sisil.
"Bukan saya. Saya berani sumpah, gak pernah ngajarin Aby bilang kayak gitu." Aster mengangkat dua tangannya dengan gelengan kepala yang kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wife For Aster
General Fiction𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚 genre : romantis, melodrama *** Di usianya yang nyaris kepala tiga, Aster tak kunjung memiliki tambatan hati. Masalah asmara di masalalu yang cukup sulit membuat Aster enggan membangun...