Seluruh staff rumah sakit dibuat heboh oleh kabar berita mengenai Aster yang sudah memiliki seorang istri. Kabar itu sudah menyebar begitu cepat, dan entah siapa yang menyebarkan kabar tersebut. Sehingga, saat Aster kembali memasuki rumah sakit setelah menyelesaikan urusannya di kafe tadi, banyak desas-desus tentang dirinya yang terdengar. Tentunya desas-desus itu terlontar dari mulut-mulut perawat yang terus memperhatikannya dengan tatapan kecewa. Mungkin mereka kecewa karena Aster sudah tak lajang lagi.
"Dokter Aster."
Panggilan itu membuat Aster menoleh ke belakang. Suster Farah menghampirinya dengan langkah lebar. "Iya? Kenapa?" sahut Aster.
"Dokter Aster sudah menikah?" tanya Suster Farah.
Aster bergumam samar sebelum menjawab, "Iya. Saya sudah menikah belum lama ini."
Bukan hanya suster Farah saja yang mendesah kecewa. Bahkan, perawat lain yang tengah menunggu jawaban Aster secara langsung pun ikut kecewa mendengarnya. Mungkin, banyak dokter tampan di rumah sakit ini yang masih lajang. Namun, Aster tetaplah Aster, ketampanannya tidak bisa disamakan dengan orang lain dan didefinisikan dengan apapun.
"Masih ada yang perlu ditanyakan lagi?" Aster mengangkat alisnya.
"Ah, enggak, dok. Saya tadi penasaran, jadi untuk memastikan saya bertanya langsung."
"Kalo begitu, saya permisi dulu."
Suster Farah membungkuk ringan untuk mempersilahkan Aster pergi. Sebenarnya, Aster cepat kembali ke rumah sakit untuk menyusul Vania yang pergi meninggalkannya tanpa basa-basi. Ia takut melukai hati perempuan itu.
Setelah Aster mencari kemana-mana, ia akhirnya menemukan keberadaan Vania yang tengah duduk di taman rumah sakit sendirian. Lantas, Aster menghampirinya.
"Vania."
Mendengar panggilan tersebut. Vania menoleh sebentar. Setelahnya, ia kembali memalingkan wajahnya seperti enggan melirik Aster.
"Aku minta maaf," ucap Aster.
"Untuk apa?" tanya Vania tanpa menoleh.
"Aku belum sempat kasih tahu kamu kalo--"
"Kalo kamu ternyata sudah menikah dengan wanita lain?" sela Vania. Bersamaan dengan itu, ia beranjak dari duduknya. "Kenapa? Kenapa kamu gak bilang dari awal? Atau kamu bisa ngasih tahu aku sebelumnya."
"Aku kira kamu sudah tahu dari Vano." Aster mengusap tengkuknya, ia sangat merasa bersalah.
Detik berikutnya, Vania tersenyum kecut. "Dia perempuan hebat yang bisa dengan mudahnya memiliki kamu. Sementara aku, sejak dulu selalu sulit rasanya menggenggam hati kamu. Aku mesti berjuang mati-matian sampai kamu luluh."
"Aku sebenarnya gak pernah serius menjalin hubungan dengan Karel. Aku cuma mau buat kamu cemburu. Iya, aku tahu kalo sikap aku kayak anak kecil. Tapi aku lakuin itu semua agar kamu lebih bisa memperhatikan aku, Aster!" lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wife For Aster
General Fiction𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚 genre : romantis, melodrama *** Di usianya yang nyaris kepala tiga, Aster tak kunjung memiliki tambatan hati. Masalah asmara di masalalu yang cukup sulit membuat Aster enggan membangun...