Ada seri di wajah dokter Rita saat berhadapan langsung dengan seorang pasien di depannya. Pandangannya terus tertuju pada layar komputer di depannya sebelum komputer itu diputar ke hadapan Sisil, yang menjadi pasiennya saat ini.
"Lihat! Bayinya sudah sangat aktif di usianya yang sudah pekan ke-30. Posisinya juga baik. Dokter Aster menyuruh saya untuk merahasiakan jenis kelamin bayinya. Jadi saya akan tutup mulut." Dokter Rita menunjukkan hasil USG tadi pada Sisil. "Seluruh tubuh bayinya sudah terlihat. Ini wajahnya, ini tangannya, dan ini kakinya. Tidak ada yang bermasalah dengan semua itu, bayinya sangat sehat."
Sisil tersenyum penuh haru melihat gerak bayinya dalam layar komputer yang menunjukkan video hasil USG. Meskipun Sisil sudah melihatnya saat tes USG tadi, Sisil tetap melihat ulang videonya dengan antusias. Sisil tak pernah menyangka pertumbuhan janinnya akan begitu cepat. Rasanya tak sabar untuk bertemu dengan sang buah hati.
Apalagi ketika Sisil mendengar detak jantung bayinya. Sisil sempat meneteskan air matanya sebentar. Ada makhluk yang tumbuh di dalam perutnya adalah hal yang tak pernah ia duga sebelumnya.
"Sayang sekali dokter Aster tidak bisa melihatnya secara langsung," ujar dokter Rita.
"Suami saya sedang sibuk sekali akhir-akhir ini, dok."
"Iya, saya memakluminya. Bagian bedah saraf sekarang memang sedang sibuk-sibuknya. Banyak pasien yang ditransfer dari rumah sakit lain." Dokter Rita menjeda sebentar perkataannya. "Nanti saya akan memberi kabarnya secara langsung pada dokter Aster."
"Terima kasih sebelumnya, dok."
Sisil selalu suka pada penuturan dokter Rita yang memperlakukannya dengan sangat baik. Bahkan dokter Rita sengaja memposisikan Sisil di pasien terakhir setelah pasien-pasien yang lain supaya bisa lebih lama dan leluasa untuk berkonsultasi.
"Oh iya." Dokter Rita kembali berujar sebelum mengakhiri pertemuan kali ini. "Perihal penyakit jantung kamu, apa dokter Aster sudah tahu?"
Sisil mendadak diam beberapa saat dengan air muka yang berubah menjadi sedikit kaku. "Eee ... Belum, dok."
"Kapan kamu akan memberitahu dokter Aster? Waktu menuju persalinan sekitar sepuluh pekan lagi. Kita harus segera mendiskusikan perihal persalinan. Karena kardiomiopati yang kamu alami mungkin akan menjadi pertimbangan untuk persalinan normal."
Sejenak Sisil menahan napasnya sebelum mengangguk paham. "Saya akan memberitahu suami saya secepatnya, dok."
Sangat sulit sekali untuk berbincang dalam waktu yang lama bersama Aster akhir-akhir ini. Sebab, Aster banyak menghabiskan waktu di rumah sakit. Ketika Sisil hendak memulai obrolan pun, selalu saja ada distraksi. Entah itu panggilan mendadak dari rumah sakit atau operasi yang diover alih. Sehingga sampai sekarang Sisil belum berhasil mengungkapkan semua hal yang dialaminya saat ini.
Begitu pun dengan Aster sendiri. Hal yang sama ia rasakan terhadap waktunya untuk Sisil yang banyak tersita. Mungkin Aster masih bisa memenuhi kemauan Sisil ini itu, tapi Aster tak bisa memberi waktunya barang satu hari saja. Ketika weekend pun, Aster harus mendapat panggilan dari rumah sakit. Sungguh memberatkan, tapi Aster sendiri pun tak bisa protes karena sudah menjadi tanggung jawabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wife For Aster
General Fiction𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚 genre : romantis, melodrama *** Di usianya yang nyaris kepala tiga, Aster tak kunjung memiliki tambatan hati. Masalah asmara di masalalu yang cukup sulit membuat Aster enggan membangun...