Setiap weekend selesai, Aster agak malas untuk pergi bekerja. Sebab, ia sudah terlalu nyaman berada di rumah menemani istrinya. Namun, tanggung jawabnya sebagai dokter tak pernah ia tinggalkan. Sebelum berangkat, Aster menerima energi baik dari Sisil sehingga semangatnya untuk bekerja melonjak tinggi.
Senyum Aster seolah tak dibiarkan untuk luntur ketika mobil sudah meninggalkan pekarangan rumah. Ia sekilas melirik kursi di samping yang dijadikan tempat untuk kotak bekalnya.
"Pak Suami harus semangat kerja! Sisil udah buatin sandwich untuk nanti siang. Ada buah-buahan juga. Pokoknya Pak Suami pasti suka!"
Aster terkekeh kala ingat celotehan Sisil perihal kotak bekal itu. Rasanya Aster ingin memercepat waktu sampai pulang kembali ke rumah. Makin besar kandungannya, makin menggemaskan pula istrinya itu. Besar perasaan di hatinya menghilangkan seluruh kecurigaan apapun.
Aster meraba kantong celananya, mencari-cari letak ponsel. Awalnya ia hendak menelepon Sisil dan mendengar suara istrinya itu sebelum sibuk dengan pekerjaan. Namun, ponselnya itu tak ia temukan di mana pun. Bahkan Aster sengaja menepikan mobilnya terlebih dahulu.
Desahan kasar terdengar saat ingat bahwa alat komunikasi itu tertinggal di kamarnya. Aster sampai melupakan benda penting itu ketika asyik berbincang dengan Sisil tadi. Akhirnya, Aster memutuskan putar balik untuk mengambil ponselnya. Tak mungkin ia meninggalkan alat yang akan menghubungkannya dengan Sisil nanti.
Mobil melaju dengan kecepatan yang lambat saat memasuki komplek perumahan. Namun, Aster tiba-tiba menghentikan mobilnya di jarak yang sangat jauh dari rumahnya. Keningnya mengerut dengan netra tajam ketika melihat mobil yang berada di depan rumahnya. Itu mobil Liam, Aster yakin.
Aster meremas setir begitu Sisil keluar dari rumah dan masuk ke dalam mobil tersebut. Sia-sia saja Aster menyingkirkan segala pikiran buruknya. Sisil sendiri yang menjawab semua kecurigaannya. Aster bahkan tak percaya Sisil tak meminta izin untuk bertemu dengan Liam. Aster semakin yakin Sisil ada sesuatu di belakangnya.
"Sialan!" Sorot matanya yang tajam seolah siap memecahkan mobil yang melewatinya begitu saja.
Aster sudah tak berniat lagi untuk mengambil ponselnya di rumah. Masih dengan kemarahan yang terpendam dalam dadanya, Aster pergi melanjutkan perjalanannya. Namun, saat sampai di rumah sakit, masalah lebih besar rupanya sedang menanti.
Pagi-pagi seperti ini, Rianti sudah berada di ruangannya. Duduk di sofa dengan kaki bersilang dan wajah yang datar. Begitu Aster masuk, Rianti melemparkan sebuah amplop coklat ke meja. "Buka dan lihat isinya."
Aster tak mengatakan apa-apa. Pikirannya sudah dikuasai oleh rasa penasaran. Lantas Aster membukanya dengan perasaan yang tak tenang. Aster membatu dengan perasaan campur aduk saat beberapa lembar foto ada di tangannya dan begitu jelas dipenglihatannya. Netranya melebar tanpa disadari oleh Maminya. Rahangnya mengeras dengan gigi bergemeletuk. Aliran darahnya berdesir dengan rasa panas yang memuncak di kepala. Amarahnya kian meradang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wife For Aster
General Fiction𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚 genre : romantis, melodrama *** Di usianya yang nyaris kepala tiga, Aster tak kunjung memiliki tambatan hati. Masalah asmara di masalalu yang cukup sulit membuat Aster enggan membangun...