Tepat pukul satu malam, Sisil terjaga. Di kamar mereka yang temaram, hanya ada cahaya yang berasal dari lampu balkon. Ranjang itu berderit saat Sisil bangkit dari tidurnya. Lalu, tangan Sisil terulur untuk menyalakan lampu tidur di samping ranjangnya.
Sisil melihat Aster yang tertidur pulas sambil tengkurap di sampingnya. Di bawah cahaya yang masih temaram itu, Sisil masih bisa melihat wajah Aster meskipun tak begitu jelas. Wajah Sisil mendekati wajah suaminya itu. Lalu, memanggilnya dengan berbisik, "Pak Suami."
Aster hanya menyahutinya dengan gumaman tak jelas. Dengan membuka matanya sebentar, Aster merengkuh tubuh Sisil ke dalam dekapannya. Sisil yang sudah bangkit malah rebahan lagi di dada Aster.
"Tidur, Sil. Masih malam," gumam Aster tanpa kesadaran yang utuh.
"Sisil laper," cicit Sisil.
Aster menunduk dengan mata yang masih tertutup. "Kamu laper?"
Sisil mengangguk dan Aster merasakan gerakan kepalanya itu. Aster menghela napas ringan. Lalu, ia melepaskan pelukannya dari Sisil sebelum menggeliat dan memaksakan diri untuk membuka matanya walaupun rasa kantuk begitu kuat.
Kemudian, Aster bangkit dari tidurnya. Lelaki itu mengucek-ucek matanya berharap rasa kantuk hilang begitu saja. Akhir-akhir ini Aster jadi terbiasa bangun malam untuk menemani istrinya yang sering kali kelaparan setiap tengah malam.
"Yaudah, kita buat mie instan aja ya?" tawar Aster. Sisil mengangguk dengan jelas. "Ayo, biar saya buatkan mie instan untuk kamu."
Sisil ikut berdiri. "Biar Sisil aja yang buat. Pak suami temenin Sisil aja di dapur."
"Gapapa, biar saya saja. Ayo." Aster meraih tangan Sisil dan membawa Sisil ke dapur.
"Eh, saya belum cuci muka. Sebentar, saya ke kamar mandi dulu. Kamu duduk manis disini, jangan sentuh alat masak apapun, biar saya saja. Kamu tinggal terima jadi, oke?" Aster mendorong pelan tubuh Sisil untuk duduk di depan meja makan.
Sisil yang merasa tersanjung, lantas tersipu malu sambil memandang punggung Aster yang baru saja masuk ke dalam kamar mandi di dapur. Beberapa saat kemudian, Aster keluar dan langkahnya langsung menuju ke kitchen set.
Tak butuh waktu yang lama, mie instan yang Aster buat sudah tersaji di depan Sisil dengan wangi yang menggugah selera. Namun, ekspresi Sisil lain lagi, wajahnya seperti menahan aroma yang tak enak. Tangannya bahkan sampai menutupi hidung.
"Kenapa, Sil? Kamu gak suka sama mienya?" tanya Aster cemas.
"Bau. Sisil gak suka aroma sotonya." Sisil menggeleng-geleng dengan kernyitan di dahinya.
"Mau diganti mienya? Atau kita delivery makanan yang lain?" saran Aster. Mie yang dibuatnya langsung dijauhkan dari Sisil.
"Sisil mau nasi goreng," cetus Sisil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wife For Aster
General Fiction𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚 genre : romantis, melodrama *** Di usianya yang nyaris kepala tiga, Aster tak kunjung memiliki tambatan hati. Masalah asmara di masalalu yang cukup sulit membuat Aster enggan membangun...