"Sil, saya minta maaf. Saya janji setelah operasinya selesai, saya akan kembali lagi kesini."
"Gapapa, Pak Suami. Sisil paham kok. Di rumah sakit ada yang sangat membutuhkan pertolongan, Sisil gak mungkin larang Pak Suami untuk pergi."
Aster memejamkan matanya sesaat dengan perasaan lega. "Tunggu saya di sini, saya pasti jemput kamu. Kalo kamu butuh apa-apa kasih tahu saya, saya akan menyuruh orang untuk antarkan kesini."
Sisil mengangguk dengan nurut. Sisil mengambil satu tangan Aster yang berada di bahunya. "Pak Suami gak perlu khawatir, Sisil akan baik-baik aja di sini. Di sini ada Ibu, ada anak-anak juga, mereka akan menjaga Sisil dan Baby Unyil."
Aster menghela napas dengan perlahan. Lalu, menoleh pada Ibu Panti yang berada di samping istrinya. "Bu, saya minta maaf harus meninggalkan Sisil di sini. Saya janji, saya akan jemput Sisil lagi besok. Tolong jaga Sisil ya, Bu?"
Ibu Panti tersenyum begitu hangat. "Iya. Nak Aster jangan khawatir, fokus saja dengan apa yang harus dilakukan. Sisil biar Ibu yang jaga di sini."
"Terima kasih ya, Bu? Kalo begitu saya pergi dulu. Tolong sampaikan juga pada anak-anak kalo saya harus pulang dulu." Setelah mencium tangan Ibu Panti, Aster langsung memeluk Sisil dan mencium keningnya. Hanya beberapa detik mereka berpelukan, karena Aster harus menyapa calon bayinya dulu sebelum pergi. "Ayah pergi dulu ya? Tolong jaga Bunda."
Usai dengan itu, Aster pergi meninggalkan panti asuhan dengan kendaraannya. Sedangkan Sisil masih berdiri dengan pandangan yang terus mengikuti mobil Aster sampai menghilang.
Ibu Panti menyadari tatapan gamang Sisil, lantas beliau merangkul anak asuhnya itu dengan disertai usapan lembut. Sisil tersadar dari larutnya perasaan hati saat ini.
"Menurut Ibu, Pak Suami akan kembali lagi untuk jemput Sisil?"
Ibu Panti terdiam beberapa saat karena keresahannya juga sebelum menjawab dengan penuh yakin. "Nak Aster pasti jemput kamu lagi. Gak mungkin dia meninggalkan istrinya begitu saja. Sudah, jangan terlalu dipikirkan, mendingan kita masuk lagi ke dalam."
"Duluan aja, Bu. Sisil mau jalan-jalan sebentar."
"Yasudah, jangan jauh-jauh ya?"
Ibu Panti menyuruhnya untuk jangan terlalu dipikirkan. Bagaimana bisa? Setelah Sisil menyadari kalau Aster tengah menyembunyikan sesuatu, Sisil tak pernah bisa berhenti memikirkan hal-hal buruk di kepalanya.
Apalagi ketika melihat wajah Aster tadi. Sisil sudah cukup pandai membaca raut wajah Aster setelah berbulan-bulan hidup bersama. Baru kali ini, Aster berbicara tanpa keyakinan lewat matanya. Netranya itu kerap kali menghindari tatapan Sisil kala berbicara bahwa dirinya harus melakukan operasi darurat di rumah sakit atas perintah ayahnya.
Bohong. Sisil tahu yang Aster katakan itu bohong. Entah apa alasan Aster berbohong, yang pasti hati Sisil seperti tercabik-cabik ketika Aster tiba-tiba harus pergi. Hari ini hari ulang tahunnya, tidak bisa, 'kah, Aster tetap disini bersamanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Wife For Aster
General Fiction𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚 genre : romantis, melodrama *** Di usianya yang nyaris kepala tiga, Aster tak kunjung memiliki tambatan hati. Masalah asmara di masalalu yang cukup sulit membuat Aster enggan membangun...