Seperti di hari-hari kemarin, Sisil tetap memasak untuk Aster walaupun ujung-ujungnya Aster selalu menolak dengan alasan yang sama setiap kalinya.
"Saya sudah terlambat."
Seakan kalimat itu sudah melekat di telinga Sisil. Kini Sisil bertekad bahwa ia tidak akan mudah menyerah. Pagi-pagi sekali Sisil sudah menyelesaikan pekerjaan apapun di rumah itu.
Lalu, disambung dengan kegiatan memasak. Karena dapur terhubung langsung ke ruangan tengah, jadinya Sisil tak pernah absen melirik kearah tangga setiap menitnya. Ia berharap Aster keluar dari kamar lebih awal dari sebelumnya.
Namun, sampai sarapan sudah tersaji di meja pun, Aster belum juga menunjukkan batang hidungnya. Jika begitu, Sisil harus berinisiatif untuk mengetuk pintu kamarnya. Siapa tahu Aster masih tidur atau kesiangan.
Tok! Tok! Tok!
"Pak dokter?"
Tak ada sahutan.
"Pak dokter udah bangun, 'kan?"
Masih sama. Tidak ada sahutan. Sisil iseng mendorong daun pintu, dan ternyata tidak terkunci sama sekali. Ia menyembulkan kepalanya ke dalam. Ranjang yang menjadi tempat tidur Aster sudah rapi. Apa mungkin Aster sudah berangkat kerja tanpa pamit?
"Pak dokter?" panggil Sisil lagi saat sudah masuk ke dalam kamar tersebut.
Entah memang kepribadiannya rapi, atau mungkin kerapian sudah melekat pada pribadi lelaki itu, yang pasti kamar Aster terlalu rapi untuk sekedar di tempati oleh laki-laki. Aster memang lain dari yang lain.
Sisil melupakan niatnya masuk ke dalam kamar ini. Ia malah asik melirik kesana-kemari. Dari pajangan-pajangan di dalam rak lamari seperti miniatur pesawat, miniatur mobil klasik, sampai figura-figura yang berisikan foto Aster beserta orang tua dan teman-temannya. Sisil memperhatikan semua dengan lamat.
Sisil tersenyum simpul ketika melihat foto Aster saat kecil. "Lucunya...," gumamnya dengan gemas. Jika saja anak kecil itu berwujud, mungkin Sisil sudah mencubitnya.
"Sisil?"
Sisil menoleh manakala namanya disebut oleh orang yang ternyata adalah Aster sendiri. Detik berikutnya Sisil menganga tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Aster yang baru saja sadar bahwa ia keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk di pinggang tanpa memakai baju, lantas langsung menutupi dadanya yang telanjang dengan kaget.
"Sisil, kamu ngapain di sini?" sentak Aster tanpa kendali.
Sisil yang hanya kedip-kedip mata, menjawab dengan santainya. "Sisil panggil Pak dokter gak nyaut-nyaut. Jadinya, Sisil masuk karena pintunya gak dikunci. Ternyata pak dokter lagi di kamar mandi?"
Aster yang masih menutupi dadanya menghela napas kasar. "Kamu bisa tutup mata, 'kan? Dari tadi kayaknya kamu doyan banget lihat badan saya."
"Kan kita udah suami istri, jadinya halal dong Sisil lihat roti sobeknya Pak dokter. Hehe...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wife For Aster
General Fiction𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚 genre : romantis, melodrama *** Di usianya yang nyaris kepala tiga, Aster tak kunjung memiliki tambatan hati. Masalah asmara di masalalu yang cukup sulit membuat Aster enggan membangun...