Hari ini adalah hari weekend. Sisil sama sekali tak menghilangkan seri di wajahnya. Pagi ini ia akan memasak makanan enak untuk suaminya yang sedang jogging keliling komplek perumahan. Selagi menunggu Aster pulang, Sisil menyiapkan sarapan untuk suaminya itu.
Mendengar suara pintu depan terbuka, Sisil segera menoleh. Bibirnya makin merekah kala wajah Aster yang berkeringat baru saja muncul.
"Kok gak lama? Biasanya Pak dokter olahraga lebih dari satu jam, ini belum satu jam udah pulang." Sekilas Sisil melirik jam dinding sebelum kembali melirik Aster.
"Saya sekarang jadi gak bisa ninggalin rumah lama-lama, Sil. Karena nikmat Tuhan gak boleh disia-siain." Aster menjawab sambil mengambil segelas air yang diberikan oleh Sisil.
Sisil menatapnya penuh kagum saat Aster meminum air tersebut. Melihat bagaimana jakun Aster naik turun membuat Sisil terlalu sering berkedip dan meneguk air ludahnya secara kasar. Apalagi saat melihat keringat di dahi suaminya yang belum sempat terusap.
"Segitunya kamu liatin saya, Sil. Suka?" Aster menggodanya dengan senyuman jahil.
Sisil merasa dipergoki dan langsung menghindari tatapan Aster dengan kembali ke depan kompor. Ia meneruskan kegiatannya yang sempat tertunda tadi, memasak capcay. Kemarin Aster memberitahu Sisil bahwa makanan itu adalah salah satu makanan favoritnya juga.
"Emmhh... Wangi sekali masakan istri saya ini," ujar Aster yang sudah bersandar pada kitchen table.
Sisil mengulum bibirnya untuk tidak tersenyum terlalu lebar ketika Aster memanggilnya 'istri'. Tapi hal itu kali pertama Aster memanggilnya demikian, jadinya menjadi hal yang luar biasa bagi Sisil.
Bukan masakan yang Aster perhatikan saat ini, melainkan wajah orang yang memasak di depannya. Aster menyelipkan anak-anak rambut Sisil yang lepas dari ikatannya. Hal itu tiba-tiba saja membuat Sisil menoleh karena merasakan sentuhan jari Aster di samping wajahnya.
"Kok kamu bisa secantik ini, Sil?" celetuk Aster, tanpa memikirkan efeknya untuk Sisil. Padahal jelas-jelas hal itu bisa menimbulkan reaksi yang sangat besar untuk Sisil. Contohnya seperti salah tingkah stadium akhir, sehingga Sisil ingin jungkir balik saat ini juga.
Sisil tersadar dari keinginan anehnya. Lalu, ia memegang pipinya seraya membuang muka kearah lain. "Pak dokter mandi dulu sana! Masa mau makan masih keringetan?"
"Yaudah kalo begitu, saya mandi dulu," ucap Aster pada akhirnya yang hanya dibalas anggukan oleh Sisil.
"Oh iya, Sil!" Sudah menjauh beberapa langkah, Aster kembali berucap, "Itu sayurnya jangan pakai gula, Sil."
Sisil mengerutkan keningnya dan bertanya, "Memangnya kenapa, Pak dokter?"
"Saya gak mau ambil resiko. Senyuman kamu sudah manis. Kamu mau saya diabetes gara-gara sayurnya pake gula terus ditambah senyuman kamu itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wife For Aster
General Fiction𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚 genre : romantis, melodrama *** Di usianya yang nyaris kepala tiga, Aster tak kunjung memiliki tambatan hati. Masalah asmara di masalalu yang cukup sulit membuat Aster enggan membangun...