Suara dentingan sendok dan piring mengisi ruangan yang hanya diisi oleh dua orang. Wajah yang tengah menyuapkan suapan dengan lambat itu terlihat tak bernafsu. Pikirannya melayang-layang entah kemana. Sudah berkali-kali Mbok Asti bolak-balik melewati majikan mudanya itu, dilihatnya makanan yang tak habis-habis.
"Mbok Asti!" panggil Sisil, pemilik wajah tak nafsu itu.
"Iya, Non? Kenapa?" Mbok Asti mendekati Sisil.
"Mbok Asti belum makan, 'kan?" tanya Sisil. "Sini, yuk! Makan. Temenin Sisil. Sisil gak nafsu kalo makan sendirian." Sisil jadi berpikir, mungkin ini yang Aster rasakan kemarin malam ketika makan sendirian.
"Gapapa Mbok ikut makan, Non?"
"Ya enggak'lah! Ayo, Mbok ambil piring sama nasinya. Mbok harus makan yang banyak ya?"
Mbok Asti tersenyum dan menyetujui ajakan Sisil dengan senang hati. Ia duduk di depan Sisil sambil melahap makanannya. Seumur-umur, Mbok Asti belum pernah makan bersama majikannya, paling tidak Mbok Asti akan makan setelah majikannya makan. Itu adalah bentuk sopan santunnya, tapi ketika Sisil mengajaknya, Mbok Asti tak berani menolak, karena Aster pernah minta tolong padanya. 'Apapun yang Sisil mau, tolong turuti selagi gak melanggar aturan ya, Mbok?' begitu permintaannya.
Membayangkan betapa manis anak nyonya besarnya pada sang istri, Mbok Asti jadi mesem-mesem sendiri. Tak pernah ada gadis yang Aster perlakukan seperti itu selama ini, bahkan Vania yang dulu pernah hampir menjadi menantu keluarga Adinata pun tak pernah Aster beri perlakuan demikian. Entah ya, itu yang Mbok Asti lihat selama Aster tumbuh menjadi laki-laki dewasa.
Kerutan di kening Sisil muncul ketika melihat gelagat Mbok Asti yang tak biasanya. "Mbok Asti kenapa senyum-senyum?"
"Ah enggak, Non. Mbok cuma ingat bagaimana perlakuan Den Aster untuk istrinya," ujar Mbok Asti.
Sisil masih belum menemukan jawaban, ia bertanya lagi di tengah-tengah kunyahan mulutnya. "Maksudnya gimana?"
"Den Aster pernah minta tolong secara khusus sama Mbok."
"Minta tolong ...?"
"Iya, Non. Dulu waktu Mbok awal kerja di sini, Den Aster minta tolong untuk menuruti segala permintaan Non Sisil selagi tidak melanggar aturan." Mbok Asti mengulang perkataan Aster dulu.
"Terus ya, kemarin malam Den Aster sampai tidur di depan kamar tamu. Mbok sudah suruh Den Aster untuk bujuk Non Sisil, tapi katanya gak mau ganggu, takutnya Non Sisil sudah tidur."
Pada akhirnya, Mbok Asti tidak dapat menahan mulutnya untuk membocorkan se- sweet apa Aster semalam. Padahal Aster sudah mewanti-wanti untuk tidak memberitahu Sisil, karena Sisil pasti akan merasa tidak enak dengan hati yang sensitifnya itu.
Dan benar saja, bibir Sisil sudah melengkung ke bawah dengan mata yang sudah memerah, hampir menangis. "Disana ...?" tunjuknya pada pintu kamar tamu.
Mbok Asti mengangguk antusias sebelum akhirnya ekspresi itu tergantikan dengan kecemasannya terhadap Sisil yang sudah meneteskan air matanya. "Lho? Non, kok nangis? Kenapa? Bibi ada salah bicara ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wife For Aster
General Fiction𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚 genre : romantis, melodrama *** Di usianya yang nyaris kepala tiga, Aster tak kunjung memiliki tambatan hati. Masalah asmara di masalalu yang cukup sulit membuat Aster enggan membangun...