"BAJINGAN?!"
Satu pukulan yang Vano layangkan begitu tepat mengenai rahang Aster. Karena tak siap, jadinya Aster tak bisa mempertahankan keseimbangan tubuhnya, sehingga ia tersungkur ke lantai.
Vania yang menyaksikan itu sontak menutup mulutnya, kaget. Aksi Vano yang tiba-tiba, tak pernah ia duga sebelumnya.
"Lo sembunyikan hal kayak gini dari gue?!" sentak Vano dengan dada naik turun, ia terlanjur tenggelam dalam lautan amarahnya.
"Vano, lo salah paham. Biar gue jelasin semuanya!" sangkal Aster yang berusaha bangkit sembari menahan perih pada rahangnya. Saking kerasnya pukulan itu, sudut bibirnya sampai berdarah.
"Jelasin apa? Jelasin kalo kalian melakukan hal tercela kayak gini karena khilaf? Iya?" serang Vano. Ia tak memberikan kesempatan untuk Aster memaparkan kebenaran.
Aster menghela napas dengan frustasi saat menyadari Vano yang telah salah paham terhadap situasi ini. Selanjutnya, ia menoleh pada Vania, meminta bantuan untuk ikut memberi keterangan. "Vania, tolong jelaskan semuanya pada Vano."
Vania mengangkat wajahnya untuk melihat kearah Vano dengan takut. "Semuanya sudah terlanjur, Kak. Kita memang gak pernah membayangkan hal ini akan terjadi. Jadi, aku mohon jangan marah. Aster sudah janji akan bertanggung jawab."
Mata Aster yang melebar dan menajam, sontak tertuju pada Vania. Giginya bergemeletuk disertai rahangnya yang mulai mengeras menahan emosi. Aster sebelumnya tak pernah menyangka Vania akan memperumit masalah ini, padahal dirinya sudah berbaik hati untuk menolong.
"Vania!" tegur Aster yang hendak protes.
Vania meliriknya dengan sorot mata yang begitu menyedihkan. Dari tatapannya, Vania memohon pada Aster dan meminta maaf.
"Brengsek!" geram Vano. Ia hendak menyerang Aster lagi, tapi Vania menahan kakak kembarnya itu dengan pelukan yang tiba-tiba. "Jangan pukul Aster lagi, Vano. Aku mohon!" ucapnya.
Aster menyugar rambutnya dengan kasar. Desahan kesal dan frustasinya terdengar begitu jelas. Disini Aster benar-benar dilihat sebagai lelaki berengsek oleh temannya sendiri. Namun, ia tak bisa membela diri karena tatapan sendu Vania tadi.
Bagaimana ini? Masalahnya semakin rumit.
🌼
"Bukan gue, Vano!" ucap Aster dengan penekanan. Aster mengajak Vano untuk berbicara secara empat mata. Ia masih tetap berupaya untuk menyelesaikan masalah ini. "Gue berani bersumpah kalo janin yang ada di perut Vania itu bukan anak gue!" ucapnya lagi, karena Vano hanya berdiri di depannya tanpa merespon.
"Kalo lo gak percaya kita bisa tes DNA," putus Aster kemudian.
"Gue gak peduli. Mau lo ayahnya atau bukan, gue mau lo yang tanggung jawab. Karena cuma lo yang bisa hidup sama Vania," balas Vano yang membuat Aster makin meradang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wife For Aster
General Fiction𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚 genre : romantis, melodrama *** Di usianya yang nyaris kepala tiga, Aster tak kunjung memiliki tambatan hati. Masalah asmara di masalalu yang cukup sulit membuat Aster enggan membangun...