Pukul 20.00 Aster baru saja selesai melakukan operasi daruratnya karena tiba-tiba ada pasien yang mengalami kecelakaan dan terjadi masalah pada saraf otaknya. Fyi, Aster adalah dokter bedah saraf bagian tengkorak. Cukup melelahkan, tapi itu hal biasa untuk Aster yang sudah ditetapkan untuk mengemban tanggung jawabnya sebagai dokter utama sejak satu tahun yang lalu.
Banyak orang yang tak percaya dengan kemampuannya sebagai dokter utama di umurnya yang masih 29 tahun. Namun, kecerdasan dan keahlian Aster yang sangat unggul, mematahkan persepsi buruk terhadapnya. Bahkan sejak dulu banyak dokter senior yang mengagumi keterampilannya di meja operasi.
Aster duduk di sofa ruangannya dengan helaan napas lelah. Berkali-kali ia melirik jam dinding. Ada hal yang ia lupakan. Tapi ia masih memikirkan apa hal tersebut. Namun, saat melihat gantungan di sudut ruangan, ia langsung teringat, jas putih miliknya belum kembali.
Kemudian, Aster mulai mengecek ponselnya. Tidak ada tanda-tanda seseorang menghubungi atau mengiriminya pesan. Yang ada hanya pesan dari nomor bodong yang minta-minta pulsa dan operator yang tak berhenti mengiriminya pesan untuk promo-promo paket data.
Untuk sesaat mata Aster terpejam, dan ia hampir ketiduran jika saja tidak ada suara dering dari ponselnya. Tanda panggilan masuk. Ia kira perempuan yang tadi. Ternyata sang Ibu negara.
"Hallo, Mi?" sapa Aster yang sudah mengangkat teleponnya.
"Anak Mami yang ganteng, Mami cuma mau ingetin, tadi pagi kamu sudah janji akan membawa calon ke rumah, besok. Jangan ingkar janji ya, sayang?" ucap Rianti dengan suara mendayu-dayu.
Aster memutar bola matanya dengan malas. Bahkan ia saja lupa pernah menjanjikan hal itu. Kenapa bisa ibunya begitu jeli?
"Kapan Aster bilang begitu?" tanya Aster pura-pura lupa.
"HEH! BERANI KAMU BOHONGIN MAMI, MAMI BAKALAN CARIIN KAMU CALON, DAN SIAPAPUN ITU KAMU HARUS MAU?!"
Aster meringis dan segera menjauhkan benda pipih itu dari telinga saat suara keras Rianti membuatnya kaget. "Iya deh iya. Besok Aster langsung bawa calonnya ke hadapan Mami sama Papi. Puas, 'kan?" putus Aster tanpa berpikir.
"Bagus. Alangkah baiknya kamu gak bohongin Mami lagi."
"Iya, Mami."
"Kamu sudah makan, nak?"
Aster tersenyum mendengar pertanyaan itu. Begitu pun juga Rianti adalah ibunya. Aster selalu suka jika perhatian kecil itu keluar dari mulut rombeng wanita yang sudah berusia lanjut itu. "Aster baru selesai operasi. Ini sekarang Aster mau cari makan."
"Yasudah, Mami tutup teleponnya, ya?"
"Iya, Mi."
Aster segera mengganti seragam scrub-nya dengan pakain semula yang ia pakai. Kemudian, ia meraih ponsel dan kunci mobilnya. Di lorong rumah sakit yang lumayan sepi tiba-tiba ponselnya bergetar. Ada pesan masuk dari nomor yang tak dikenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wife For Aster
General Fiction𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚 genre : romantis, melodrama *** Di usianya yang nyaris kepala tiga, Aster tak kunjung memiliki tambatan hati. Masalah asmara di masalalu yang cukup sulit membuat Aster enggan membangun...