Mendengar sedikit keributan di lantai dasar, Sisil jadi penasaran siapa yang datang. Lantas, ia keluar dari kamar mengikuti langkah kakinya yang berayun menuruni tangga. Ketika baru sampai di ujung tangga, kedua orang yang tengah beradu argumen menoleh. Aster dan Hila.
"Lho? Mbak Hila? Kenapa gak bilang-bilang kalo mau ke rumah?" ujar Sisil.
Hila langsung menghampiri Sisil tanpa meladeni Aster yang terus beralasan ketika disuruh memanggil Sisil. Air muka Hila yang awalnya tertekuk dan kasar, kini melemah dan terlihat sangat amat menyesal di depan Sisil.
"Sisil, aku minta maaf banget. Aku gak enak sama kamu." Hila memegang tangan Sisil dengan mata yang nyaris menangis.
Sungguh, hal itu diluar dugaan Aster yang hendak menengahi mereka. Rupanya Hila sangat ingin menemui Sisil untuk meminta maaf. Seketika ia merasa bersalah sudah berpikiran negatif pada Hila. Tapi mau bagaimana lagi? Jelas-jelas wajah Hila tadi begitu tidak mengenakan hingga mengundang pikiran-pikiran buruk di benak Aster.
"Mbak kenapa sih? Kok tiba-tiba kayak gini? Udah, mending kita duduk dulu! Biar Mbak Hila tenang." Sisil menuntun Hila untuk duduk di sofa. Posisi mereka bersampingan, sedangkan Aster duduk di sofa tunggal, mengawasi keduanya.
"Aku dengar soal kejadian tadi di rumah sakit. Kebetulan ada teman aku disana yang bekerja sebagai perawat," ucap Hila dengan wajah gusar, tak tenang, karena perasaan bersalah terus menggerogoti hatinya.
Sisil berkedip-kedip dan tersenyum canggung. Ternyata hal itu sampai pada Hila yang notabene-nya adalah istri Vano. Sisil jadi malu sekaligus merasa bersalah sudah menampar suami orang lain. "Seharusnya Sisil yang meminta maaf soal itu, Mbak. Sisil udah kelewatan sama Mas Vano."
"Enggak. Kamu sama sekali gak salah. Bahkan aku sendiri sebagai istrinya, gak pernah menyangka Vano akan bersikap seperti orang bodoh. Dia lelaki terhormat, tapi hari ini Vano bukan seperti orang yang aku kenal." Hila berbicara dengan menggebu-gebu, berbeda sekali ketika pertama kali Sisil bertemu dengan wanita itu. "Aku sangat-sangat meminta maaf atas sikap Vano yang semena-mena mengganggu kalian."
"Kamu gak perlu sampai datang malam-malam begini, Hil. Apalagi kamu pergi sendirian. Kita juga gak terlalu permasalahkan soal itu," sahut Aster.
"Sebelum kesini, aku bertengkar dengan Vano karena masalah ini. Jelas aku marah, karena dengan sikapnya itu dia seakan-akan gak pernah peduli ada anak dan istrinya di rumah." Hila bercerita dengan desahan frustasinya.
Aster jadi paham kenapa air muka Hila tak mengenakan ketika awal datang ke rumah ini. Penyebabnya adalah Vano. Di lain cerita, mungkin kisah Vano dan Hila tak setentram kelihatannya.
"Udah ya? Mbak Hila gak perlu minta maaf. Semuanya udah berlalu kok. Sisil udah gak permasalahkan hal itu, karena Sisil yakin Pak Suami gak akan turuti permintaan Mas Vano," tutur Sisil sambil mengusap bahu Hila yang sudah ia anggap sebagai kakaknya sendiri. Karena lewat ponselnya, mereka sering bertukar pesan hanya untuk sharing-sharing dan ngobrol di waktu luang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wife For Aster
Narrativa generale𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚 genre : romantis, melodrama *** Di usianya yang nyaris kepala tiga, Aster tak kunjung memiliki tambatan hati. Masalah asmara di masalalu yang cukup sulit membuat Aster enggan membangun...