Ting! Tong!
Aster dan Sisil saling lirik dari tempatnya masing-masing. Suara bel pintu berbunyi itu menandakan bahwa Rianti sudah tiba. Dan saat inilah Aster harus menunjukkan bahwa ia bahagia menikah dengan Sisil.
"Sil, Mami saya sudah datang. Ayo kita ke bawah!" ajak Aster yang langsung bangkit dan mendahului Sisil keluar dari kamar.
Ketika sudah berada di ujung tangga, Aster menghentikan langkahnya. Ia berbalik pada Sisil yang kini memandangnya penuh heran. Tiba-tiba saja tangan Aster terulur tanpa penjelasan yang pasti dan membuat Sisil bingung hingga meminta jawaban lewat tanda tanya di wajahnya.
"Genggam tangan saya, Sil. Saya sudah bilang kalo untuk satu minggu ke depan kamu harus benar-benar seperti istri saya, 'kan?" terang Aster.
Sisil merapatkan bibirnya menahan senyum. Hal yang Aster katakan membuat Sisil tersipu. Dengan ragu ia membalas uluran tangan Aster. Lalu, mereka membuka pintu utama. Dan berdiri'lah seorang wanita paruh baya dengan penampilan yang masih elegan seraya bersedekap dada.
Ekspresi Rianti terlihat tidak biasa dan itu membuat Sisil berada dalam situasi kecanggungan. Ia jadi mendadak lupa bagaimana cara menyapa orang yang lebih tua.
"Eummmhh... Pantes buka pintunya lama, kalian lagi mesra-mesraan ternyata." Pandangan Rianti jatuh pada tangan Aster dan Sisil yang saling bertautan.
Aster tersenyum seperti biasanya dan mengangkat tangan Sisil, memperlihatkan lebih jelas pada Rianti. "Iya dong, Mi. Ini'kan hari minggu, waktunya Aster full time sama istri. Iya, 'kan, sayang?"
Ketika Aster meminta validasinya, Sisil hanya bisa mengangguk dengan darah yang seolah hanya mengalir di pipinya dan menimbulkan reaksi hangat, sehingga pipinya merah merona tanpa ada yang menyadari.
Ekspresi Rianti berubah menjadi ramah saat melirik Sisil. "Gimana kabar kamu, Sil?"
"Baik, Mi." Sisil menjawab tak kalah ramah.
"Masuk dulu, Mi. Kita ngobrolnya di dalam saja," ajak Aster.
Aster mengambil alih koper yang Rianti bawa tanpa melepaskan tangan Sisil barang sedetik pun. Malahan, Aster makin mengeratkan genggaman tangan itu. Entah Aster sadar atau tidak, yang jelas Sisil terus melirik tangannya sendiri dengan perasaan campur aduk. Hingga akhirnya, mereka duduk di satu sofa yang sama, sedangkan Rianti duduk di sofa tunggal. Pandangan wanita yang sudah pantas menggendong cucu itu, menyebar ke segala sudut rumah.
"Mami mau minum apa? Biar Sisil buatin," tawar Sisil.
"Teh hangat saja, Sil." Rianti menjawab tanpa menoleh.
Sisil hendak bangkit, tapi ia lupa bahwa Aster masih menggenggam tangannya. Sisil mencoba untuk melepaskan, tapi Aster sepertinya tidak menyadari hal itu. "Pak dokter ... Tangannya maaf, Sisil mau buatin minum untuk Maminya Pak dokter," bisik Sisil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wife For Aster
General Fiction𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚 genre : romantis, melodrama *** Di usianya yang nyaris kepala tiga, Aster tak kunjung memiliki tambatan hati. Masalah asmara di masalalu yang cukup sulit membuat Aster enggan membangun...