Lama mereka saling tatap, hingga Aster menurunkan pandangannya pada bibir Sisil yang terbuka sedikit, masih kaget dengan apa yang Aster lakukan barusan.
Aster sedikit mencondongkan tubuhnya pada Sisil. Hendak mencium Sisil kembali, namun Sisil lebih dulu menghindar dan mendorong tubuh Aster.
"Pak dokter mau ngapain lagi?" sentak Sisil.
Sentakan itu jelas membuat Aster terkejut. Ia tak menyangka respon Sisil akan sedemikian kesalnya. Dengan napas berderu marah, Sisil berlari meninggalkan Aster di tempatnya.
Sisil masuk ke dalam kamarnya dengan mengunci pintu kamar rapat-rapat. Barulah ia bisa bernapas dengan lega sambil bersandar di balik pintu itu. Ia memegang dadanya sendiri yang berdetak begitu cepat. Lalu, ia beralih pada bibirnya. Masih jelas terasa bagaimana bibir mereka bersentuhan. Seperti ada sengatan listrik yang menjalari tubuh Sisil, hingga membuat tubuhnya kaku dan tak bisa bergerak.
"Sil...? Kamu yakin itu Pak dokter...?" tanya Sisil pada diri sendiri tanpa menghilangkan kerutan yang jelas nampak di keningnya.
Sisil memejamkan matanya dengan frustasi. "Pak dokter meresahkan. Sisil harus kayak gimana nanti di depan Pak dokter?"
Tok! Tok! Tok!
"Sisil?"
Sisil terlonjak kaget saat Aster mengetuk pintu kamar dan memanggilnya. Sisil tak membukanya, ia hanya berbalik dan melihat pintu itu yang terus diketuk.
"Sil, saya minta maaf kalo perlakuan saya tadi terkesan tidak sopan."
Sisil masih tak menyahut. Sisil berdiri sambil menggigit bibir bawahnya dengan gusar.
"Sil? Kamu tega membuat saya merasa bersalah seperti ini? Saya minta maaf, Sil."
Sisil menunduk dengan bahu turun. Jika Sisil membuka pintu kamar, apa yang harus ia katakan? Ia tak bisa bersikap netral di depan Aster saat ini.
"Sil? Kamu belum tidur, 'kan?" Aster belum mau menyerah untuk berbicara dengan Sisil.
"Sil? Kalo kamu gak mau buka pintunya, saya dobrak ya?" ancamnya yang membuat pupil mata Sisil melebar.
Tak ada suara beberapa detik. Sisil sudah bersiaga kabur ke kamar mandi jika saja Aster mendobrak pintu kamarnya. Namun, sebelum hal itu terjadi, suara Aster kembali terdengar.
"Sil ... Masih tidak mau buka, ya? Kalo begitu besok saja kita bicara lagi."
Sisil menghela napas lega. Akhirnya Aster menyerah juga. Tak lagi terdengar suara ketukan ataupun Aster yang terus membujuk dan meminta maaf pada Sisil.
Di malam itu, Aster memang mewanti-wanti untuk bicara besoknya. Namun, Sisil berhasil menghindar dari Aster setiap pagi. Dan sialnya, Aster selalu gagal mendahului Sisil bangun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wife For Aster
General Fiction𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚 genre : romantis, melodrama *** Di usianya yang nyaris kepala tiga, Aster tak kunjung memiliki tambatan hati. Masalah asmara di masalalu yang cukup sulit membuat Aster enggan membangun...