45. 𝓨𝓪𝓷𝓰 𝓢𝓮𝓱𝓪𝓻𝓾𝓼𝓷𝔂𝓪 𝓘𝓴𝓱𝓵𝓪𝓼

7.4K 311 21
                                    

Sisil terbangun dengan wajah yang sembab

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sisil terbangun dengan wajah yang sembab. Setelah dua hari ini, ia tak menemukan sosok Aster di sampingnya. Suaminya tak pernah pulang lagi ke rumah itu. Sepanjang waktu Sisil menunggu, berharap Aster mendatanginya dengan kepercayaan yang kembali tumbuh dengan sendirinya.

Sisil tak ingin berusaha untuk menjelaskan semuanya. Sebab, Aster tak pernah mau mendengarkannya lagi. Sisil terlanjur terluka oleh perkataan menusuk dari suaminya. Ia tak mau memperparah lukanya lagi dengan berusaha untuk membuat Aster percaya, karena hal itu percuma saja.

Benda pipih yang berada di atas nakas bergetar nyaring. Sisil buru-buru meraihnya dan melihat siapa yang menelpon. Siapa lagi yang Sisil harapkan selain Aster? Namun, bukan nama itu yang tertera di layar, melainkan nama Liam.

"Hallo, Sil?"

"Hallo, Mas Liam. Ada apa?" Sisil berusaha untuk netral agar Liam tak menaruh curiga.

"Maaf saya menghubungi kamu pagi-pagi sekali. Saya mau memberi kabar tentang Lily, dia akhirnya mau melanjutkan pengobatan berkat dukungan dari kamu."

"Oh yaaa?" Seketika wajah Sisil berbinar. "Syukurlah Lily mau kembali melanjutkan lagi pengobatannya."

"Eh, ngomong-ngomong suara kamu kenapa, Sil? Apa kamu sedang sakit?"

"Oh? Emh, engga. Sisil sehat-sehat aja kok. Sisil cuman baru bangun tidur aja, hehe ...."

"Ohh bagus kalo begitu. Apa nanti siang kamu ada waktu? Lily ingin mengajak kamu makan siang bersama."

"Boleh."

"Kalo begitu, nanti saya akan menjemput kamu bersama Lily."

"Iya, Mas Liam."

Setelah sambungan telepon terputus, Sisil mendesah lega. Wajahnya kembali suram dan lesu. Sejak kemarin, Sisil tak merasakan sehat pada tubuhnya. Penyakit yang awalnya tak terasa apa-apa, kini menjelma sebagai monster yang menggerogoti imunitas tubuhnya.

Tok! Tok! Tok!

Sisil lekas beranjak dari kasurnya ketika suara ketukan dan panggilan dari Mbok Asti terdengar. Sejak kemarin, Mbok Aster memang sudah kembali bekerja di rumah itu.

Saat Sisil membuka pintu, pertama kali dilihatnya adalah wajah Mbok Asti yang tengah gelisah. Lantas, Sisil bertanya, "Iya, Mbok? Ada apa ya?"

"Mbok disuruh kembali bekerja di rumah Nyonya, Non," jawabnya. "Gimana ya?"

Rupanya kabar tak mengenakan tentang Sisil sudah sampai kepada Ibu mertuanya. Sisil memang sudah menduga hal ini sebelumnya. Jadi, Sisil sudah sangat siap jika saja Rianti membencinya. Sebelumnya pun, Rianti memang sudah tak menyukai Sisil, bukan?

"Gapapa, Mbok. Sisil bisa kok sendiri di rumah. Mbok gak perlu merasa berat hati seperti itu. Lagian, Mbok Asti memang bekerja untuk Mami bukan untuk Sisil, 'kan?" Sisil berusaha untuk tegar. Seribu kali ia meyakinkan dirinya untuk bisa hidup mandiri dalam keadaan seperti ini. Ia sudah sampai pada titik keyakinan yang paling tinggi.

Wife For AsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang