41. 𝓣𝓪𝓴 𝓣𝓮𝓻𝓼𝓪𝓶𝓹𝓪𝓲𝓴𝓪𝓷

4.1K 208 3
                                    

"Mbok, Sisil pergi dulu ya?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mbok, Sisil pergi dulu ya?"

"Mau kemana, Non?"

"Sisil ada urusan sebentar, Mbok."

"Sudah bilang ke Den Aster, Non? Takutnya Den Aster cari Non Sisil pas pulang nanti."

"Gapapa, Mbok. Pak Suami pagi ini belum bisa pulang karena ada jadwal pemeriksaan rawat jalan."

"Yasudah kalo begitu, Non. Hati-hati ya!"

Setelah pamit, Sisil pergi dengan taksi yang sudah menunggu di depan rumah. Pagi ini, tujuan Sisil adalah menemui teman lamanya, yaitu adik Liam, Lily. Sisil tak bilang pada Aster perihal pertemuannya dengan Liam semalam, karena Sisil tahu Aster mungkin sedang sibuk.

Begitu pun pagi ini. Aster memberinya kabar lain bahwa dirinya belum bisa pulang ke rumah, tapi Sisil hanya membalasnya singkat tanpa mengatakan kalau pagi ini Sisil akan keluar rumah sendirian. Lebih baik tidak memberitahunya, karena jika Aster tahu Sisil pergi sendiri, mungkin akan mengundang kemarahan Aster. Itu pikirnya. Aster paling tidak suka Sisil berpergian sendiri.

Ketika sudah sampai di rumah yang mewah dan berukuran besar dengan konsep eropa, Sisil disambut dengan ramah oleh orang tua Liam dan Lily. Mereka begitu baik memperlakukan Sisil, karena mereka sudah sangat lama mengenal gadis panti asuhan yang menjadi teman anak bungsu mereka.

"Apa kabar, Sil? Lama sekali kita tidak bertemu," sapa Rere, Nyonya rumah itu.

"Baik, tante. Kabar tante bagaimana?" Sisil tersenyum ketika tangannya diraih dengan hangat oleh wanita paruh baya itu.

"Tante juga baik." Rere menurunkan pandangannya. Matanya mengembang ketika menyadari perut buncit Sisil di balik dress-nya. "Wah, keluarga Adinata sepertinya akan memiliki cucu pertama ya?"

Keluarga Naratama memang begitu akrab dengan keluarga Adinata. Mereka jelas tahu perihal pernikahan Aster dan Sisil. Namun, mereka tak datang ke pernikahannya karena sedang berada di luar negeri.

Sisil hanya tersenyum menanggapi ujaran Rere. "Iya, tante."

"Sehat-sehat ya, Nak?" Rere mengusap perut Sisil dengan lembut. "Oh ya, Lily ada di taman belakang."

Sisil menatap Rere dengan perasaan bingung. Lewat matanya Sisil seakan bertanya harus bagaimana ketika bertemu nanti?

"Gapapa. Lily selalu bersinar seperti kamu dalam kondisi apapun. Dia bahkan tak mengenal sakitnya sama sekali."

Setelah mendapat anggukan dan tatapan hangat yang membuatnya yakin, Sisil pergi ke taman yang berada di belakang rumah tersebut. Wangi bunga-bunga yang tertanam di sana mulai masuk ke indra penciumnnya. Ketika menginjakan kaki di rerumputan tipis itu, Sisil langsung melihat keberadaan seseorang yang tengah menyiram bunga.

Meskipun pucat, wajahnya begitu cerah di bawah sinar matahari pagi. Sisil berusaha tersenyum dan seolah tak mengetahui apapun tentang apa yang dialami oleh teman dekatnya itu walaupun terlihat begitu jelas. Lily sudah tak memiliki rambut, kepalanya memakai ciput yang melindungi kulitnya dari paparan sinar matahari.

Wife For AsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang