Sudah malam, Hera, Anna, Intan, belum juga untuk pejam mata. Mereka masih terjaga, bahkan untuk tidur saja mereka belum terbiasa.
Mereka terlalu kagum dengan kamar mereka nginap. Hera mengutak-atik ponselnya, sementara Anna dan Intan sibuk dengan majalah di ranjang sembari membolak-balikan lembar demi lembar.
"Aku lapar, apa kalian tidak lapar?" timpal Intan bangun dari posisinya.
Anna dan Hera menggeleng. Intan turun dari ranjang dan mencari sesuatu di kulkas tersedia itu. Tidak ada satu yang bisa di kunyah.
"Kau mau ke mana? Ini sudah malam, apa kau tidak takut jika ada penjaga menodong pisau ke leher mu?" giliran Hera bertanya.
"Maka dari itu, temani aku. Aku ini benar-benar lapar. Sepotong kue kering saja tidak cukup apa lagi dengan secangkir teh?" papar Intan.
Hera dan Anna pun bergegas turun dari ranjang tidurnya. Mereka pun hendak keluar sembari mencari di mana dapur. Bukan maksud mereka bertiga diam-diam keluar seperti maling.
Tanpa sadar saat mereka melewati setiap lorong ke lorong lain. Salah satu kamar terbuka sedikit cela pada pintu tersebut. Entah maksud untuk sengaja di dengar atau memang pintu tersebut tidak rapat di tutup.
"Kenapa Papa membiarkan Keyla berkeliaran di luar sana? Apa Papa tidak tau, Keyla bisa saja membocorkan semua misi yang belum selesai di jalankan," ucap Naomi pada Felix.
Felix sedang berdiri di depan jendela sembari memandang malam indah di kota terpencil itu. "Dia tidak akan membocorkan misi kita, Sayang," kata Felix yakin.
"Kenapa Papa yakin? Jika dia tidak akan membocorkan hal itu? Mungkin itu hanya taktik dia agar bisa mengambil ahli dalam tindakan musuh?" Naomi bukan tidak percaya apa yang dikatakan oleh Felix.
Naomi sangat kenal sekali siapa Keyla. Meskipun Keyla adalah sepupu tiri dari adik Felix. Bagi Naomi, Keyla berbeda dari saudara dia kenal. Bahkan Keyla dengan siapa saja bisa dekat, apalagi dengan seperti siang. Muncul tanpa menyapa atau say hello terlebih dahulu.
"Dia tidak akan melakukan tanpa perintah dariku, Naomi Sayang," ujar Felix berbalik.
Meilinda membawa buah dia potong, di kamar sekarang mereka tempati adalah kamar pribadi milik Felix. Kamar bagaikan ruang keluarga. Tidak heran jika villa ini begitu besar. Siapa pun tidak akan menyangka jika villa benar-benar seperti istana.
"Semua aman terkendali, Naomi," lanjut Meilinda meletakkan buah di meja. Felix kembali bergabung dan mencomot buah itu.
"Dengar itu kata Mama mu, semua aman. Kamu saja terlalu cemas," balas Felix malah menyalahkan Naomi.
"Terserah Papa saja, Naomi tidak janji kalau misi Papa rencana tiba-tiba gagal. Itu bukan kesalahan dari Naomi, tapi kesalahan di mana Papa mempercayakan orang yang sal-"
Naomi menjeda kalimat terakhir. Dia mendengar sesuatu di balik pintu ruangan ini. Ada tiga bayangan sedang menguping pembicaraan mereka bertiga. Felix dan Meilinda malah mengernyit.
Di luar kamar itu, Hera, Anna, dan Intan. Saling berdebat untuk mendengar lebih jelas.
"Jangan dorong-dorong!" bisik Anna, karena Hera berasa di belakangnya.
"Siapa juga yang dorong?! Intan yang dorong?!" balas Hera tidak mau disalahkan.
"Kok, aku? Aku dari tadi diam juga?!" protes Intan jauh tidak mau disalahkan.
Naomi mendekati pintu itu, dengan cepat dia menarik gagang pintu, dan membuat ketiga teman ada di sana terpental ke depan, lalu mereka pun terjatuh bersamaan.
Felix dan Meilinda pun mengintip. Hera dan kedua temannya berdiri setelah ketahuan kepergok sedang menguping pembicaraan Naomi dan keluarganya.
"Sedang apa kalian di sini?" tanya Naomi pada ketiga temannya. Inilah kenapa Naomi malas membawa mereka ke sini.
Apalagi dengan cara menguping pembicaraan bukan urusan mereka. "Ituuuu," Hera tidak bisa menjawab.
"Kami mau ke dapur, tapi nyasar ke mana. Terus kami tidak sengaja menguping percakapan di dalam. Kamu jangan berprasangka dulu. Kami bertiga tidak mendengar apa yang kamu bicarakan di sana, apalagi ..."
"Siapa, Naomi?" Felix bersuara. Langkah kaki pun mendekati pintu itu di mana Naomi berada.
Naomi menoleh kemudian untuk menjawab tetapi keduluan oleh Meilinda menyapa ketiga teman Naomi.
"Loh, ada tamu? Naomi, kenapa tidak cerita kalau kau membawa teman ke sini?" sambut Meilinda ramah.
Naomi memutar kedua bola mata dengan malas. "Terpaksa!" jujurnya. Hera dan kedua temannya mendengar jelas.
"Selamat malam Tante, maaf sudah buat Tante dan Om terganggu karena keributan kami. Kami hanya ingin menemui Sarah saja. Jadiii..."
"Benarkah? Bermain juga tidak apa-apa," balas Meilinda sekaligus mempersilakan ketiga teman Naomi masuk ke ruangan pribadi mereka.
Hening kembali, lagi-lagi Hera dan dua teman berada di ruangan sangat luas. Naomi malah bersikap biasa saja dengan permen dia kunyah.
Hera mengamati setiap sudut, ada beberapa foto terpajang di sana. Bahkan foto keluarga juga.
"Kalian teman Naomi sekelas?" Felix bertanya pada salah satu temannya.
"Iya, Om! Aku sama Anna satu kelas dengan Naomi. Sedangkan Intan beda kelas, Intan mengambil jurusan Keuangan," jawab Hera senyum.
Hera sedikit grogi menjawab pertanyaan dari Felix. Hera belum pernah berjumpa dengan orang tua Naomi secara langsung.
"Termasuk Sarah juga?" sambung Meilinda.
"Iya, Tante," jawab Hera lagi.
Felix dan Meilinda paham, sementara Anna malah menatap Felix tanpa lepas. Seakan Anna tidak familiar lagi dengan wajah Felix.
"Maaf, aku ingin bertanya, kalau pertanyaan aku ini sedikit lancang, aku tidak asing lagi dengan wajah Om," ucap Anna, suasana hening menjadi hening lagi.
Felix terkejut, lalu dia tertawa sangat keras seakan tidak ada satu orang mendengar tawanya.
"Memang kau kenal beliau?" bisik Hera ikut penasaran.
"Masa kau tidak kenal? Aku pasti ingat, wajah dia tidak asing oleh analisis ku," ucap Anna.
"Apakah kau putrinya Adhitama Elvan Syahreza?" tebak Felix. Membuat Anna terkaget akan sebutan nama lengkap ayahnya.
"Dari mana Om tau? Om mengenal ayahku?"
Kali ini tidak ada lagi penutupan identitas. Selama ini Anna memang sering mencari informasi mengenai pengusaha tunggal. Bahkan kode yang ditugaskan oleh ayahnya sempat Anna mengintip walau sampai sekarang dirinya belum bisa memecahkan kode diberikan oleh dosen tersebut.
"Tentu, aku dan ayahmu adalah teman paling dekat. Bahkan teman paling setia. Sayangnya beliau harus gugur karena menerima tugas dari seseorang. Jikalau saja beliau mendengar perkataan ku. Mungkin ayahmu masih hidup hingga saat ini," terang Felix.
Anna tidak menyangka jika dirinya bisa bertemu dengan pengusaha tunggal. Pengusaha yang memiliki segalanya dan memiliki agen mafia sekalipun.
"Itu hanya masa lalu, Mr. Felix Jazztin Sunendra," ucap Anna menyebutkan nama lengkap Felix.
Naomi masih bungkam, Naomi tidak terkejut sama sekali jika Anna sangat lihai dan mudah mengingat siapa orang tuanya.
"Eh? Mr. Felix?" Hera dan Intan bersuara bersamaan. Mereka seakan tidak familiar lagi dengan nama itu.
"Iya, orang yang kalian sebut, pengusaha ternama dan terkaya se-indonesia. Memiliki beberapa saham, bahkan propeti mana pun, Felix Jazztin Sunendra adalah ayah Naomi. Bahkan nama lengkap Naomi hingga sekarang masih abu-abu. Apa kalian tidak merasa heran dan aneh? Selama kita kenal Naomi, bahkan Sarah. Mereka berdua terlihat akrab. Bahkan orang tua Sarah tidak mempermasalahkan kedekatan Naomi. Karena perusahaan ayah Sarah masih tertanam saham di perusahaan ayahnya Felix," jelas Anna memberitahu kepada kedua temannya secara detail yang dia ketahui.

KAMU SEDANG MEMBACA
UNDER MY SKIN ( TAMAT)
Romance"Please, Om! Sudah...." Desahan demi desahan yang dilakukan oleh Roy Hartono Putra, semakin memacu mendorong intiman panas dibawah kekuasaannya. Roy tergila-gila dengan kelembutan dari seorang gadis yang masih jauh dibawah umur, namun apa dayanya...