"Selamat kembali Tuan Ezra, silakan Tuan besar sudah menunggu Anda di ruangannya," sambut Ferdian, pria tua yang sudah mengikuti Tuan majikan dari masa muda hingga melahirkan seorang putra yang sudah dewasa.
Damian Ezra Gajendra, masuk ke rumah kenangan semasa hidupnya diliputi berbagai momen bersama seorang pria sudah lansia kini bisa duduk diam di kursi roda selama lima belas tahun.
"Kau sudah pulang? Bagaimana keadaan di luar sana?" sambut pria tua yang duduk hanya memandang pemandangan di luar jendela.
Ezra berdiri di belakang ayahnya. Dengan sikap sopannya dia pun menyambut pria tua itu. "Semua baik-baik saja, Daddy. Tidak ada perubahan, bagaimana keadaan Daddy sekarang, apakah sudah lebih baik? Ezra dengar dari Ferdian, bahwa Daddy mendapat keluhan soal ...."
"..., tidak ada apa-apa, hanya keluhan biasa saja. Sudah lebih baik," potong pria itu.
Ezra pun tidak menanyakan lagi, dia mendekati kursi roda itu. Kemudian mendorong ayahnya ke suatu tempat. Sejak Ezra sibuk dengan pekerjaan di luar. Dia jarang pulang untuk melihat keadaan ayahnya.
Jika bukan beliau yang meminta melihat keadaan diluar. Dia pun tidak akan melakukannya. Namun semasa melaksanakan perintah dari beliau, Ezra mendapatkan beberapa pengetahuan.
"Apa kau sudah menemukannya?" tanya pria tua itu. Ezra hendak mendorong melihat tanaman kebun milik pamannya.
"Sudah, dia baik-baik saja, seperti yang Daddy ceritakan, bahkan dia masih meneruskan bakat selama Daddy miliki," jawab Ezra mengunci kursi roda itu.
Pria tua itu tersenyum tipis, dia merasa lega setelah mendapat jawaban dari Ezra. "Baguslah, aku berharap dia bisa melewati semuanya, seandainya kedua kaki ini masih bisa berfungsi, mungkin aku akan mendatangi dan memeluknya," ucap pria tua itu.
Ezra sangat mengerti perasaan beliau, bahkan dia juga ingin memeluk gadis itu. Sayangnya dia tidak bisa, karena belum waktu dia lakukan. Masih banyak misi belum dia selesaikan.
"Daddy, tidak perlu mengkhawatirkannya. Dia aman, bahkan tempat dia tinggal sekarang jauh lebih aman dari sebelumnya. Elva akan selalu memberi kabar kepadaku tentang keadaannya. Bahkan anggota Felix juga menjaga ketat, semua sesuai rencana yang telah tersusun rapi," kata Erza.
Pria tua itu mengangkat kepalanya dan menatap lurus kebun teh dia miliki. Kebun teh yang luas itu semasa hidupnya bersama seorang wanita dia rindukan. Tuhan masih memberi dirinya kesempatan hidup, jikalau bukan sahabat baiknya menolong, mungkin dirinya akan bertemu dengan wanita tercintanya.
Ferdian datang dan memberi hormat kepada dua majikannya. "Maaf, Tuan Erza, Tuan Andra, saya menerima sebuah undangan dari seseorang," ucap Ferdian menyampaikan kepada Erza.
Erza menerima sebuah surat berisi kartu undangan. Ferdian pun mundur, lalu meninggalkan tempat mereka berada. Erza membuka surat itu, di sana tertera sebuah nama.
Pria tua itu, menatap Erza, "Undangan dari siapa?" tanyanya.
Erza memasukkan kembali kartu undangan itu. Erza engan untuk menjawab. Tapi beliau merebut kartu itu. Dilihat lah nama begitu jelas.
"Daddy ...."
"Begitu, dia sudah tidak sabar untuk menyerahkan semua wasiat itu kepada putrinya?" gumam Andra.
"Dad ..."
Andra menahan Erza untuk tidak bertindak. "Jalankan sesuai dengan kita rencanakan," pinta Andra.
"Apa itu akan berhasil, Daddy?"
"Berhasil atau tidaknya, semua telah tersusun sangat rapi," ujar Andra.
Erza bangkit dari duduknya. "Baiklah."
Malam telah tiba, udara yang dingin menyelimuti seluruh permukaan kamar begitu luas. Erza mengeluarkan sebuah kertas dilipat saat dirinya melukis seseorang.
Wajah merekah dibalik lukisan dia gambar sungguh membuat hatinya terpikat untuk mendekati. Bahkan suara tawa yang masih terngiang-ngiang olehnya.
"Sarah, Sarah Meiga Gradhiana, gadis cantik yang dulu sempat menangis karena ditinggal oleh paman Abraham dan Bibi Renata, akhirnya kau telah tumbuh dewasa, masih sama dengan senyuman dan tawa merekah terpancar tanpa lepas oleh sinar mentari senja," gumam Erza sembari menyium kertas sketsa tersebut.
Beberapa saat suara pintu terbuka, seorang pria paruh baya muncul. Di mana Erza tengah duduk melihat pemandangan di luar jendelanya.
"Tuan, beliau ingin ...,"
"..., aku akan segera menghadap," potong Erza kemudian.
Ferdian pun mengangguk dan mundur dari tempat peristirahatan. Erza memasukan kertas itu ke laci mejanya. Dia pun beranjak dari sana kemudian keluar untuk menemui ayahnya.
Di ruang terbuka, Andra sedang menikmati udara malam yang disukainya. Ya, malam yang paling dia rindukan bahkan mengenang bersama seseorang semasa hidupnya.
"Apa Daddy memanggilku?" sapa Erza pada Andra.
Andra berkilah, kemudian dia mengalihkan tempat posisinya. "Duduklah, nikmati udara malam ini, kau tau, malam ini benar-benar indah. Bahkan bintang-bintang satu per satu bermunculan secara malu-malu," respons Andra.
Erza pun menurut, dia pun duduk di sebelah ayahnya, dan ikut menghirup udara malam kelabu. Erza tidak begitu tertarik dengan udara malam, Erza lebih menyukai udara senja seperti di mana dia bertemu seorang gadis cantik di villa tersebut.
Hening tak satu kata dari bibir mereka. Semenjak Erza diperintahkan oleh Andra untuk menyelidiki kasus dan tempat lokasi di luar sana. Erza jarang berkomunikasi lagi dengan Andra. Meskipun Andra hanya seorang pria tua tidak bisa apa-apa, hanya mengandalkan kursi roda elektrik.
Namun, Erza tetap menghormati beliau. Bahkan dia masih banyak berhutang budi pada Andra. Sejak orang tuanya meninggal atas kecelakaan tersebut. Andra lah yang mengadopsi dirinya, dan menjadikan dirinya sebuah agen rahasia. Walau begitu Erza masih belum memahami atas sikap Andra menyembunyikan semua publik tentang dirinya.
"Ada yang ingin kau katakan sesuatu? Katakan saja, tidak perlu kau berdiam seperti ini. Aku sangat mengenal mu, didikan selama kamu pelajari tidak bisa membohongi seperti diriku, apa kau lupa?" ucap Andra setelah suasana hening itu telah kembali dengan sebuah percakapan serius.
Erza melirih, kemudian kembali ke dunia pemandangan langit tanpa ada lagi bintang-bintang. "Sampai kapan Daddy menyembunyikan identitas kepada publik?" pertanyaan pertama dari Erza kepada Andra.
"Sampai semua terbongkar," jawab Andra pendek.
"Kenapa? Apa Daddy tidak rindu pada ...."
"Tentu aku merindukannya. Belum waktu untuk memunculkan kepada semua publik, apa kau lupa, manusia biadab itu belum menyerah, jika secara tiba-tiba menyerang tanpa instruksi, semua rencana itu akan terdeteksi secara cuma-cuma," sambung Andra menjelaskan kepada Erza.
Erza mengerti, tapi sampai kapan dia akan seperti ini terus. "Lebih cepat lebih baik, Daddy. Apalagi dia tidak tau apa-apa tentang peristiwa dua puluh satu tahun itu?"
"Ya, aku tau. Aku memang sosok ayah yang kejam. Menjadikan dia sebagai korban. Disingkirkan, hanya cara ini agar semua kedok busuk dari pria gila itu menyerah?! Apakah kau lupa? Dia tidak sendiri. Mereka melindunginya meskipun nyawa sebagai taruhan?!" ungkap Andra dengan nada tegasnya.
Erza mengepal kedua tangannya, dia benar-benar tidak bisa berpikir isi otak ayahnya. Jikalau bukan jasa budi, mungkin dia sudah mengakhiri peperangan ini.
"Setidaknya berikan dia sedikit kebahagiaan. Aku takut dia akan jauh lebih hancur setelah semua terbongkar mana dia akan jauh lebih membenci dirimu daripada hidupnya," ujar Erza bangkit dari duduknya.
"Kelak kau akan mengerti, Erza! Benci atau tidak, semua telah terencana," akhir kata dari Andra.
Erza meninggalkan tempat itu, membiarkan Andra seorang diri di sana sembari memandang langit tanpa bintang. Di sana termuncul sosok wanita yang cantik.
"Tanpa adanya dunia dirimu, aku tidak akan bertahan, Renata."
KAMU SEDANG MEMBACA
UNDER MY SKIN ( TAMAT)
Romance"Please, Om! Sudah...." Desahan demi desahan yang dilakukan oleh Roy Hartono Putra, semakin memacu mendorong intiman panas dibawah kekuasaannya. Roy tergila-gila dengan kelembutan dari seorang gadis yang masih jauh dibawah umur, namun apa dayanya...