SIM01

4.7K 338 17
                                    

Hai, dapet cerita ini dari mana?

Jangan lupa vote, ya!

Happy Reading ❤️

***

"Carikan aku wanita salihah!" tegas seorang pria berjas hitam.

Di sebuah rumah yang mewah bak istana terdapat seorang pria tampan yang memakai jas berwarna hitam. Tatapan netra yang tajam dengan warna kecoklatan membuat wajahnya terkesan elegan. Bibir tipis dan hidung mancungnya mampu menambah daya tarik bagi perempuan.

Pria tersebut bernama Alvino Daniel Sandjaya. Kini pria itu telah menginjak usia dua puluh lima tahun. Alvin pria blasteran Indonesia-Turki. Namun, Alvin lahir di Indonesia. Uminya mempunyai darah Indonesia sedangkan sang abi orang Turki. Wajahnya lebih mendominasi sang abi karena hidungnya yang mancung dan juga netra kecoklatannya.

Pria tersebut memerintah salah satu bodyguard-nya untuk mencari wanita salihah bukan sebatas ingin memenuhi keinginan hati saja. Alvin ingin menikahinya sekalipun ia tak mengenalinya. Alasannya simpel saja, karena umi dan abi-nya kerap kali memaksa-nya untuk segera menikah dengan seorang wanita yang baik akhlaknya agar bisa membimbing Alvin ke jalan yang lurus.

Memang terbalik, seharusnya laki-laki yang menjadi pemimpin untuk wanita. Namun, mungkin saja kedua orang tuanya tidak ada cara lain untuk mendidik Alvin. Mereka berdua gagal. Kedua orang tuanya selalu menyepelekan didikan semasa kecil sehingga tumbuhlah Alvin dewasa yang sudah terbentuk karakternya, Alvin yang keras kepala dan bedegong.

"Ba--baik, Tuan."

"Cepat!" tegas Alvin.

Bodyguard tersebut membawa beberapa teman-temannya dan langsung melajukan mobil yang masih terparkir di depan rumah, sedangkan Alvin? Ia langsung melangkahkan kaki menuju balkon yang ada di kamarnya. Ia berduduk santai di atas kursi sofa yang diletakkan di sana.

'Pria kolot itu menyusahkan! Padahal, aku sudah menyiapkan seorang wanita untuk ku-nikahi minggu depan. Namun, dia menyuruhku untuk menikahi wanita salihah yang tertutup auratnya. Itu bukan seleraku,' batin Alvin.

Pria ini tidak tahu diri. Wanita salihah mana yang ingin dengannya? Melihat wajah Alvin saja mungkin wanita itu sudah ngacir ketakutan.

Pria berjas hitam tersebut memicingkan mata dan melepaskan beban di pikirannya. Alvin mempunyai seorang kekasih. Kekasihnya sangat cantik dan Alvin sangat menyayanginya, sekalipun kekasihnya selalu meminta uang dengan jumlah yang tak sedikit. Bagi Alvin, uang bukanlah segalanya. Jadi, tak mengapa jika kekasihnya terus-menerus meminta uangnya.

Alvin membuka matanya, ia memandangi para bodyguard yang tengah berbaris menyamping. Ternyata, Alvin tak salah menyewa orang untuk dijadikan body guard di rumahnya. Tugas mereka, hanya berjaga di rumah saja dan berdiri selama dua belas jam. Di rumah ini kerap kali ada meneror, oleh karena itu Alvin menyewa mereka semua.

Mereka hanya diperbolehkan bergerak tiga kali. Ketika hendak makan, ada orang yang menyerang, dan ketika izin ke kamar mandi. Mereka sangat patuh karena Alvin sangat tegas. Jika salah satu di antara mereka ada yang melanggar peraturannya, maka Alvin tak segan-segan untuk menembaknya menggunakan senjata api genggam atau yang biasa disebut dengan pistol.

Tugas Alvin sehari-hari hanya memarahi pembantu dan body guard-nya, bersantai, rebahan, menembak, dan sesekali ia pergi ke rumah sang kekasih ketika kekasihnya hendak meminta uang.

Kantor yang diberikan oleh abi-nya, kini dikelola oleh tangan kanan Alvin yang sudah tak diragukan lagi kecerdikan dan kepintarannya di tehnik marketing untuk membangun perusahaan agar semakin berkembang pesat. Selang empat puluh lima kemudian, suara ketukan pintu terdengar jelas di telinga Alvin. Pria itu mengunci pintu balkon.

"Masuk!"

Bodyguard yang tadi diberi perintah oleh Alvin kini kembali. Dia membawa wanita bergamis hitam dan cadarnya yang berwarna putih. Wanita itu memberontak dan berteriak sehingga membuat keempat body guard tadi nyaris kewalahan.

Alvin mendekati wanita tersebut dengan tatapan yang bengis. "Diam atau kau kutembak!" Alvin menyodorkan pistolnya ke depan wajah wanita tersebut.

"Tembak saja!" teriaknya menantang.

Alvin hendak menuruti perintah wanita tersebut. Namun, salah satu body guard mengurungkan niatnya. "Jangan, Tuan! Wanita ini istimewa."

Bima, itu adalah nama body guard yang paling dipercaya oleh Alvin ketimbang dengan bodyguar-bodyguar yang lainnya. Bima adalah orang kedua yang Alvin percayai setelah Aarav, tangan Alvin. Pria itu mengikuti perintah Bima. Bima dan teman-temannya meninggalkan wanita tersebut berduaan dengan Alvin di kamar. Berkali-kali wanita itu berusaha kabur dari kamarnya. Namun, usahanya tetap gagal karena pintu kamar Alvin selalu tertutup secara otomatis.

"Kau mau apa?!" tanya wanita tersebut.

Alvin membalikkan tubuhnya 180 derajat, ia membelakangi wanita itu. "Aku ingin menghalalkan-mu."

Wanita bercadar itu tersentak kaget mendengar sahutan dari Alvin. Dia menggelengkan kepala dengan ekspresinya yang tak bisa Alvin lihat karena tertutup oleh kain putih yang tidak menerawang sama sekali. Gelengan kepala dari wanita itu bisa Alvin lihat secara samar-samar dari sudut matanya.

"Wanita mana yang ingin dinikahi oleh pria asing?! Lebih-lebih dengan pria sepertimu."

"Siapa lagi jika bukan, kau," sahut Alvin dengan santainya.

"Aku tidak sudi!"

Alvin membalikkan badannya dan menatap mata indah yang dimiliki oleh 'calon istrinya'. Alvin melangkahkan kaki untuk mendekati wanita tersebut. "Hei, apa kau tidak tahu bagaimana caranya berbicara dengan baik dan benar? Nada bicaramu selalu terdengar ketus di telingaku."

"Jangan mendekat!" titah wanita tersebut dengan tegasnya.

"Why?"

"Haram hukumnya kau mendekatiku!"

Alvin memutar bola matanya malas. Dia sok suci, pikirnya demikian. Alvin keluar dari kamarnya. Ia mengunci pintu tersebut. Sebelum itu, Alvin memperingati wanita tersebut bahwa ia tidak akan bisa lari dari rumah ini.

Rumah ini memiliki banyak bodyguard yang sangat gesit. Wanita itu ditinggalkan begitu saja oleh Alvin karena Alvin ingin memberitahu kedua orang tuanya bahwa ia akan menikah di sebuah hotel yang akan disewa olehnya untuk menggelar acara pernikahan.

Sedangkan di kamarnya, wanita tersebut tengah bolak-balik memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa keluar dari sini. Bagaimanapun juga, ia tidak mau dinikahi oleh pria asing. Walaupun wajahnya sangat elok. Namun, karakteristiknya belum tentu se-elok wajahnya.

"Aku ingin keluar. Aku takut," lirihnya.

Wanita itu bernama Asyifa. Umurnya sudah menginjak dua puluh tiga tahun. Warna manik matanya berwarna hitam pekat dan hidungnya yang mancung memberikan daya tarik tersendiri bagi para pria. Syifa melirik ke jendela yang tertutup rapat. Di sini tidak ada sela-sela yang terbuka sehingga membuat Asyifa nyaris berputus asa. Namun, ia ingat bahwa Allah menyukai orang-orang yang selalu berusaha. Wanita itu terus memikirkan bagaimana jalan keluarnya.

Ceklek!

Pintu kamar terbuka kembali. Namun, kali ini yang membuka pintu bukan Alvin saja. Melainkan ada dua orang paruh baya. Ada satu orang wanita paruh baya yang memakai pakaian muslim dengan kerudung panjang yang menutup lekuk tubuhnya dan seorang pria paruh baya yang berhasil menarik perhatian Syifa.

Di belakang kedua orang paruh baya itu, ada Alvin yang sempat Syifa lihat ekspresi wajah sebelumnya yang terlihat cemberut seperti anak kecil. Namun, ketika Syifa memergokinya justru Alvin langsung mengubah ekspresi wajahnya menjadi datar layaknya pria yang arogan.

Dengan mata yang berbinar-binar, wanita paruh baya itu melangkahkan kakinya mendekati Syifa. "Masyaallah. Ini calon istrimu, Vin?" tanyanya.

Alvin menganggukkan antusias walaupun raut wajahnya sedikit ragu. "Tentu saja, Umi. Dia cantik, 'kan?"

Surat Izin Mencintai (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang