SIM 62

791 127 0
                                    

Dengan hati yang sedikit terpaksa, Alvin melangkahkan kakinya menuju kamar mandi karena jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh. Alvin harus berangkat ke kantor, bagaimanapun juga ia tidak boleh meninggalkan tanggung jawabnya. Selang beberapa menit kemudian, Alvin keluar dari kamar mandi dengan mengenakan celana panjang dan juga kemeja.

Alvin meraih jas hitam yang selalu ia gantungkan di pintu lemari yang terbuka. Jika Syifa mengetahui itu, pasti ia akan mengomeli Alvin. Semenjak tidak ada Syifa, kamar Alvin seperti kapal pecah. Lemari pakaian berantakan. Jika tidak ada pembantu di sini, pasti kamar Alvin sudah dihuni oleh para tikus. Pembantu di sini selalu membersihkan kamar Alvin atas perintah Aarav.

Alvin menuruni anak tangga setelah ia memakai sepatu. Pria itu jalan berpas-pasan dengan Aarav. Mereka menyantap hidangan yang disediakan oleh para pembantu di sini. Diam-diam, Sarah mencuri pandang terhadap Alvin di balik pintu dapur. Wanita itu masih menyimpan perasaan yang sama.

"Jelas-jelas si Syifa sudah mati, tetapi kenapa Alvin terus mencarinya? Padahal, wanita cantik masih banyak. Aku contohnya," lirih Sarah bermonolog.

Beberapa pembantu yang tak sengaja mendengar suaranya yang lirih sontak ingin menyumpal mulut Sarah menggunakan sampah. Jika Alvin mendengar ucapannya itu, pasti Alvin akan sangat marah padanya. Tak segan-segan pula Alvin akan memberikan hukuman atau bahwa menyuruh Bima untuk membunuhnya.

Setelah selesai sarapan, Alvin dan Aarav pergi ke kantor. Aarav duduk di kursi kemudi, sedangkan Alvin di sebelahnya. Di sepanjang perjalanan Alvin hanya menatap kosong ke depan. Aarav bertanya pun hanya dijawab singkat oleh Alvin. Sampai detik ini, Alvin masih mencari cara untuk mengembalikan ingatan Syifa. Alvin tidak ingin mengalah dan menyerahkan Syifa ke orang yang salah.

"Kau ini berpikir apa?" tanya Aarav.

Alvin terdiam cukup lama setelah Aarav melontarkan pertanyaan itu. "Syifa." Hanya nama wanita itu yang keluar dari mulut Alvin.

"Ada apa dengan Syifa?"

Alvin menoleh ke samping dan berujar dengan raut wajah yang serius, "Kau harus percaya ini! Syifa masih hidup dan dia mengalami amnesia. Jadi, bagaimana caranya agar ingatan Syifa kembali?"

"Aku tidak begitu percaya. Namun ... aku mendukungmu."

Aarav melanjutkan ucapannya. "Aku tidak yakin dengan jawabanku, tetapi carilah sesuatu yang paling berharga bagi Syifa. Menurutmu, kenangan apa yang paling indah ketika bersama?"

Alvin terdiam sejenak lalu ia menggelengkan kepalanya. "Kau juga tahu bagaimana asal-usulnya pernikahan ini."

"Akan kupikirkan. Kau tidak perlu ambil pusing," saran Aarav dengan mata yang masih terfokuskan ke jalanan.

Selang beberapa menit kemudian, mobilnya sudah terparkir di parkiran kantor perusahaan. Banyak pegawai yang menyapa. Namun, Alvin hanya membalasnya dengan tatapan yang datar dan pikiran yang kalut. Alvin pergi ke ruangannya menggunakan lift. Kebetulan, lift tengah kosong.

Di ruangan, Alvin hanya duduk di layar laptop seraya menunggu klien yang akan ia datang hari ini. Alvin tak benar-benar fokus dengan layar laptopnya. Pikirannya masih kacau balau. Yang ada di pikirannya tentu saja hanya Syifa dan juga doa yang selalu Alvin panjatkan di dalam batinnya setiap waktu. Orang-orang sekitar merasakan bagaimana perubahan Alvin semenjak ia ditinggalkan oleh Syifa.

'Kau milikku, Syifa. Sampai kapan pun tidak akan aku biarkan pria lain merebutmu dariku,' batin Alvin.

....

Sore hari mulai tiba. Di rumah Alvin tengah ada Fatimah, Burhan, Husain, Anna, dan juga Gardan. Alvin ingin membuktikan bahwa Syifa benar-benar masih ada. Tanpa dukungan mereka, Alvin merasa lemah. Kupingnya selalu saja memanas tatkals ada orang yang meragukan keyakinannya tentang Syifa. Tanpa menunggu lama lagi, Alvin mengajak mereka semua untuk pergi ke sana. Fatimah dan Burhan satu mobil dengan Alvin, sedangkan Husain berada di mobil Anna dan Gardan.

Selang beberapa menit kemudian, mereka sampai di tempat tujuan setelah berjalan beberapa meter dari pemberhentian mobil di depan gang kecil. Semuanya terperangah ketika melihat seorang wanita yang tengah duduk bersampingan dengan seorang pria yang memakai sarung hitam dan juga kaus putih. Anna dan Husain sangat terkejut ketika mereka berdua mendapati wajah sang adik yang sudah tidak tertutup lagi.

"Syi--Syifa ...," lirih Husain.

Syifa mengalihkan pandangannya dari wajah Selamet dan menyunggingkan senyuman pada Fatimah dan Anna saja karena kaum hawa hanya mereka berdua saja. Fatimah hendak menghampiri Syifa dengan mata yang berlinang air. Namun, tiba-tiba Alvin menarik pergelangan tangannya.

Alvin menggelengkan kepalanya. "Dia ... dia hilang ingatan, Umi."

"A--apa?"

Husain dan Anna cukup terkejut atas penuturan Alvin. Husain menghampiri Syifa. "Syifa, kau pasti masih ingat dengan kakakmu ini, kan?" tanya Husain dengan raut wajah penuh harap.

Syifa memasang wajah ketakutan seraya menepuk lengan Selamet sebanyak dua kali. "Mas, mas, siapa dia?"

"Jangan menyentuhnya, Dek! Dia bukan mahram-mu," larang Anna.

Gardan menahan sang istri yang hendak berlari menghampiri Syifa. Syifa pasti tidak akan menerima perlakuannya. Selamet benar-benar membuat satu keluarga ini kehilangan sosok yang sangat disayangi. Lagi dan lagi Selamet mengode kepada Syifa agar ia masuk ke dalam rumah. Syifa menurut saja dengan perintahnya sontak membuat Alvin naik pitam.

Anna menatap punggung Syifa yang mulai menjauh. "Dek, kau mau ke mana?"

Gardan merangkul bahu milik Anna seraya berujar, "Kau dengar apa kata Alvin tadi? Dia hilang ingatan. Kita harus bersabar."

Alvin berlari menuju Selamet dan melontarkan bogeman mentah pada pria itu. Namun, entah mengapa Syifa justru datang menghampiri seraya melontarkan sebuah tamparan keras tepat di pipi kanan milik Alvin. Semua orang tercengang melihat itu. Namun, di satu sisi ada senyuman menyeringai setelah matanya menonton adegan yang ada di hadapannya.

Alvin memegang pipi kanannya dengan senyuman kecut yang disunggingkan. Syifa membela pria lain adalah luka bagi Alvin. Ingatkah, bahwa Alvin adalah seorang pria pencemburu? Jangankan Syifa membela Selamet, wajah Syifa bisa ditatap oleh pria itu saja sudah cukup membuat Alvin ingin uring-uringan.

"Mengapa kau kasar sekali pada suamiku?!" bentak Syifa.

"Syifa, suamimu itu Alvin! Jangan mau dibodohi oleh pria kotor itu!" Husain memanahkan telunjuknya pada Selamet yang masih tersungkur di bawah.

Syifa membantu Selamet untuk bangkit. "Siapa Syifa?! Namaku Maya!"

Fatimah menitikkan air mata. "Nak, pulanglah bersama kami," pintanya.

Syifa menolehkan kepala kepada seorang wanita paruh baya. "Kau siapa?"

"Untuk saat ini, kau tidak akan mengingatku. Tetapi aku mengingatmu, Nak."

Syifa terdiam sejenak sehingga membuat Selamet menoleh ke arahnya. Pria itu membangkitkan tubuhnya dan menarik tangan Syifa ke dalam rumah. "Maya, mari masuk! Sepertinya mereka salah orang."

________

To be continued
Username Instagram: faresyia_

Surat Izin Mencintai (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang