Alvin mengacungkan senjatanya seraya berbisik, "Pergi dari sini sebelum pistol ini bertindak dan merenggut nyawa-mu."
Selamet terdiam sejenak. Namun, secara tiba-tiba ia mengambil alih pistol tersebut dan mengarahkannya ke kepala milik Alvin. Dengan tenaga yang kuat, Alvin membalikkan tubuh Selamet 180 derajat sebelum Selamet menembaknya.
Dor!
Peluru itu mengenai pagar besi sehingga mengeluarkan suara yang teramat keras. Syifa memeluk lututnya karena ketakutan, untung saja ada salah satu pembantu yang baik hati dan mengantarkan Syifa ke dalam kamar. Suara tembakan itu membuat memori Syifa berputar. Syifa ingat bahwa Alvin pernah melindunginya dari seseorang yang hendak menembak dirinya. Akibat luka tembak di punggungnya, membuat aktivitas Alvin menjadi terbatas.
Excel menempelkan sebuah kain di mulut dan hidung Selamet sehingga membuat pria itu hilang kesadaran. Tentu saja yang tadi Excel sodorkan bukan hanya kain. Tetapi kain itu sudah diberi obat berupa cairan yang bisa membuat orang hilang kesadaran ketika menghirupnya.
"Bawa dia ke tempat asal!" titah Alvin.
"Baik, Tuan." Bima dan Excel menggusurnya ke dalam mobil dan membawa pergi pria tersebut.
Alvin berlari masuk ke dalam kamar karena tadi ia sempat melihat wajah ketakutan milik sang istri. Alvin menyerobot masuk ke dalam. Hatinya terkikis perih kala air mata wanitanya terjatuh membasahi pipi. Alvin berjalan dengan gontai. Ketika ia sudah ada di dekat wanitanya yang tengah terduduk di tepi ranjang, ia memeluknya.
Alvin mengelus punggung milik Syifa. "Jangan menangis."
Tubuh Syifa yang gemetar ketakutan bisa Alvin rasakan. Sepertinya, wanita itu benar-benar ketakutan. Alvin merasa bahwa Syifa trauma dengan suara tembakan yang kala itu nyaris melukai dirinya. Cara menenangkan wanitanya cukup mudah, hanya perlu diam dan menjadi saksi bisu atas air mata itu yang telah terjatuh. Namun, melihat air mata itu luruh dari matanya benar-benar membuat Alvin tak tega.
"A--aku takut," lirih Syifa diiringi dengan isak tangisannya.
"Di sini kau aman, Sayang."
Syifa menggelengkan kepalanya di dekapan Alvin. "Jangan pergi."
"Akan kusuruh umi untuk menemanimu di sini."
Ketika pria itu hendak merogoh sakunya, ia teringat bahwa kedua orang tuanya tengah ada di luar kota menjenguk sepupunya yang tengah sakit. Alvin menyuruh Anna. Namun, Alvin juga ingat bahwa Anna tengah hamil besar. Pastinya itu akan sangat merepotkan.
Syifa melepaskan pelukan Alvin. "Apa kau akan pergi ke kantor?"
"Ya. Jika tidak ... abi akan marah padaku."
"Aku ikut ...."
Alvin terdiam sejenak dengan matanya yang mengarah ke atas sebelah kiri. Tak lama kemudian, Alvin menganggukkan kepalanya. Mereka berdua pergi ke meja makan untuk sarapan pagi. Di sana sudah ada Aarav. Aarav sudah mengajak salah satu body guard untuk makan bersama agar dirinya tak salah tingkah lagi mendengar percakapan mesra pasutri itu.
Setelah sarapan, Alvin dan Syifa berangkat ke kantor. Mobil Aarav berjalan di belakangnya. Tadi Alvin sempat mengajaknya untuk berangkat dalam satu mobil. Namun, Aarav menolaknya karena ia tidak ingin menjadi nyamuk bagi pasutri itu. Selepas sampai di kantor seperti biasa mereka akan menjadi pusat perhatian para karyawan. Para karyawan menyapa Alvin dan Syifa dengan ramah.
Setibanya di ruangan kerja, Alvin langsung menduduki kursi dan mengotak-atik laptopnya.
"Mengapa di rumah dan di kantor aku selalu dipanggil nyonya?" tanya Syifa.
Alvin tersenyum manis mendengar pertanyaannya yang begitu sederhana. Namun, berhasil membuat kedua sudut bibirnya terangkat. "Karena kau, istri tuan Alvino Daniel Sandjaya."
Syifa terdiam setelah mendengar sahutan Alvin. Menurut Syifa, namanya sangat panjang.
Hari demi hari Alvin menghadapi sikap manja Syifa dengan kesabarannya. Ketika kesabarannya nyaris habis biasanya Alvin akan mengenang betapa sulitnya ia mencari keberadaan Syifa kala itu. Dengan mengingatnya, itu berhasil membawa Alvin bersyukur karena kini Syifa sudah ada di dekatnya lagi.
Alvin begitu menikmati kehidupannya dengan Syifa sehingga membuat waktu terasa begitu singkat. Kandungan Syifa sudah mulai menginjak usia sembilan bulan. HPL (Hari Perkiraan Lahir) sekitar tiga hari lagi. Syifa sudah dirawat inap tiga hari yang lalu. Alvin memaksa Syifa untuk dirawat inap karena pria itu takut jika suatu saat Syifa melahirkan sebelum HPL-nya. Alvin kini tengah duduk di samping kasur yang tengah ditiduri oleh Syifa. Syifa tertidur di atas ranjang. Alvin tak henti-hentinya berdoa di dalam hati meminta keselamatan pada Syifa.
Burhan menepuk pundak milik Alvin. "Tenang. Allah akan melindunginya."
Alvin mendongak dan memanggutkan kepalanya. Burhan sangat tahu bagaimana perasaan Alvin saat ini karena kala itu juga, Fatimah ketika hendak melahirkan ia merasakan ketakutan yang luar biasa sekalipun Fatimah terlihat tenang-tenang saja. Fatimah tersenyum manis melihat raut wajah Alvin yang tengah panik bukan kepalang. Sangat terlihat dari raut wajahnya bahwa Alvin sangat mencintai istrinya. Tak disangka-sangka, putranya yang dahulu sangat amat kasar kini bisa menjadi seorang suami yang bisa melindungi istrinya yang tengah hamil. Bahkan semua keinginan Syifa selalu Alvin kabulkan.
Anna baru saja melahirkan beberapa bulan yang lalu. Syifa sempat menjenguknya. Namun, hanya sekali karena kala itu perut Syifa juga sering kali merasa keram dan sakit.
Detak jantung terpacu kian kerasnya ketika Syifa meringis dengan memegang perutnya. Pelipis Syifa tiba-tiba dibanjiri oleh keringat. "Aw, sakit ...!"
"Kau kenapa, Sayang?" tanya Alvin dengan nada suara yang panik.
Excel yang tengah berjaga di pintu kamar inap tak sengaja mendengar suara teriakan itu. Excel menongolkan kepalanya ke dalam kamar. "Dia mau melahirkan, Bodoh! Cepat panggil dokter." Percayalah, Excel tidak sengaja mengatakan seperti ini.
Alvin menoleh ke belakang dengan tatapan elangnya. Namun, kemudian tangannya dipukul oleh Fatimah dan Alvin pun segera berlari memanggil dokter. Dokter beserta perawat masuk ke dalam kamar inap Syifa. Mereka mendorong brankar menuju ruang bersalin. Hanya Alvin yang diperbolehkan masuk ke dalam. Fatimah mondar-mandir di depan pintu ruangan tersebut dengan hati yang tak keruan ditambah detak jantungnya yang terpacu kian kencangnya.
Suara teriakan dari dalam samar-samar terdengar di telinga Fatimah dan Burhan. Syifa tengah berjuang di dalam sana menahan rasa sakitnya. Fatimah teringat ketika ia melahirkan Alvin ke dunia yang fana ini. Perjuangannya sama. Sama sama menyakitkan sekaligus melahirkan kebahagiaan yang baru. Selang beberapa menit kemudian, suara tangisan bayi berhasil membuat air mata berlinang membasahi pipi Fatimah. Kata hamdalah keluar dari mulut Fatimah dan juga Burhan.
_____
To be continued
Username Instagram: faresyia_
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Izin Mencintai (END)
Romance[Mau buat Fafa seneng gak? Follow sebelum membaca dan follow akun Instagram Fafa. Username: refafa0401] 🚫DILARANG PLAGIAT🚫 Alvino Daniel Sandjaya tidak pernah tahu senekat apa keputusannya ini. Dia menyuruh beberapa body guardnya untuk menculik se...