SIM 25

1.2K 164 0
                                    

Follow dulu akun Fafa. Bantu share cerita ini supaya yang baca makin banyak.
Liat juga ke bawah. Ada bintang, kan? Lalu, klik. Makasih❤️
.
.
.
Happy Reading

Mereka ramah jika tengah bertemu dengan Alvin dan Aarav saja. Di belakang kedua pria itu, mereka selalu bersikap seenak jidat kepada karyawan baru. Percayalah, Husain karyawan yang paling dihormati oleh Alvin dan Aarav ketimbang dengan karyawan lainnya. Mungkin saja Syifa menjadi alasan untuk itu.

....

Malam hari pun tiba, jam dinding menunjukkan pukul setengah delapan. Fatimah dan Burhan baru saja pulang dan kini Alvin tengah duduk di sofa dengan memangku laptop di atas pahanya. Matanya mudah penat jika dengan sakit seperti ini. Pria itu menutup laptop dan meletakkannya di atas meja. Memang selalu diletakkan sembarangan. Namun, para pekerja di sini untungnya sangat jujur dan tidak pernah mencuri barang-barang milik Alvin. Pasalnya, ada CCTV.

Alvin menaiki anak tangga. Namun, di langkahnya yang keenam, tubuhnya nyaris saja terjatuh. Untung saja ada Syifa yang gesit untuk menahan tubuh Alvin dari belakang menggunakan kedua tangannya. Lagi dan lagi mata Alvin menatap wajah Syifa dan enggan untuk memalingkan pandangannya.

Syifa menggenggam tangan Alvin dan membantunya untuk berjalan. "Hati-hati."

Di ambang pintu rumah, ada Aarav yang tengah menonton apa yang tengah dilakukan Syifa. Di satu sisi, Aarav senang jika Syifa baik-baik saja bersama Alvin. Namun, di sisi lain hatinya justru terkikis perih melihat itu. Aarav yang awalnya hanya mengagumi Syifa kini perasaannya berpaling menjadi cinta. Sepahit inikah dunia percintaan Aarav?

'Jujur saja, aku cemburu. Namun, aku tahu bahwa cinta tidak harus bersama-sama. Ya Allah, maafkan aku. Tidak seharusnya aku mencintai istri orang lain,' batin Aarav.

Syifa membukakan pintu kamar, tak lupa ia menutupnya kembali. Alvin sedikit kebingungan karena wanita itu menuntunnya menuju kamar mandi. Pria itu hendak berbelok. Namun, Syifa menahannya.

"Hei, kau mau membawa aku ke mana?" tanya Alvin.

"Kamar mandi. Ambillah air wudu, lalu salat. Setelah itu baru kau boleh tidur."

Alvin memutar bola matanya malas. "Aku ini sedang sakit, apakah tetap harus salat?!"

"Ya. Wajib. Kecuali hidungmu sudah tidak bernapas dan detak jantungmu berhenti berdenyut, kau tidak payah melaksanakan salat karena itu tugas orang lain yang menyalatkan-mu," sahut Syifa mengingatkan Alvin kepada kematian.

Mendengar penuturan Syifa membuat Alvin berdecak kesal. Sesampainya di ambang pintu kamar mandi, Alvin menepiskan tangan Syifa dengan sedikit kasar. Alvin masuk ke dalam kamar mandi dengan langkahnya yang gontai. Alvin membuka keran air dan memainkan air seraya mengeluarkan berbagai ocehan dan sindiran yang dilontarkan kepada Syifa. Ocehan dan sindiran dari Alvin membuat Syifa terus beristighfar dengan tangan yang mengelus dadanya.

"Sepertinya kau sangat tidak sabar menunggu ajal menjemputku!"

"Alvin, jika hendak berwudu bacalah basmalah. Bukan mengoceh seperti itu," nasihat Syifa.

Syifa melihat mulut Alvin yang mulai merapalkan basmalah tanpa suara. Alvin mulai membasuh tangan hingga ia mencuci kakinya. Setelah itu, Alvin berjalan keluar dari kamar mandi. Syifa mengulurkan tangannya. Namun, Alvin tidak menjabatnya karena merasa gengsi. Pria itu berjalan tanpa bantuan menuju sajadah yang sudah dibentangkan. Di saat Alvin melaksanakan salat isya, Syifa pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

Tak lama kemudian, Syifa keluar dengan memakai baju tidurnya, sedangkan Alvin sudah rebahan di atas ranjang. Rasa sakit terus menyerang kepala Alvin sehingga membuat pria itu memukul-mukul kepalanya.

Syifa duduk di samping Alvin dengan menyisakan jarak. "Jangan memukulnya. Apakah masih sakit?"

Alvin menjauhkan tangan kirinya dan menuruti perintah Syifa. Alvin menyahut, "Hm." Hm, artinya iya.

Syifa mengikis jarak antara dirinya dan Alvin. Tangan Syifa dengan telatennya memijat pelipis milik sang suami. Syifa tersenyum tipis kala pria dewasa itu tidak banyak drama dan menerima perlakuan Syifa. Wanita itu berhenti memijatnya ketika suara dengkuran mulai terdengar. Syifa ikut membaringkan tubuhnya dengan menyisakan jarak di antara Alvin dan dirinya. Lambat laun, Syifa masuk ke alam mimpinya.

....

Arloji yang melingkar pada pergelangan tangan milik Alvin menunjukkan pukul sepuluh tepat. Hari ini, Alvin memaksakan diri untuk pergi ke kantor karena ada beberapa masalah di sana yang harus Alvin selesaikan. Syifa mengambil jas hitam yang digantung di dalam lemari. Lalu, ia memberikannya kepada Alvin. Wajah Alvin sungguh pucat sehingga membuat Syifa sedikit ragu dengan keputusan Alvin, begitupun Aarav.

"Apa kau yakin akan pergi ke kantor, Alvin?" tanya Syifa.

"Ya."

"Kau di sini saja, biar aku yang menyelesaikan masalah ini," saran Aarav.

"Tidak. Ini tugasku."

Aarav sedikit tertegun dengan jawaban tersebut. Biasanya, jika ia hendak mengambil alih tugas Alvin di kantor, dengan senang hati Alvin akan mempersilahkan Aarav. Namun, kali ini tidak. Alvin justru menolaknya. Selang beberapa menit kemudian, Syifa mengantarkan Alvin dan Aarav sampai di ambang pintu rumah.

Alvin menyodorkan tangannya agar Syifa mencium punggung tangannya. Sebenarnya, Syifa tahu apa yang harus ia lakukan. Namun, ia takut salah karena tidak biasanya Alvin meminta agar punggung tangannya dicium olehnya.

Syifa memasang wajah kikuk di balik cadar. Alvin menunggu Syifa untuk meraih tangannya. "Apa kau tidak ingin mencium tanganku, Syifa?" Alvin melirik Syifa dengan mata yang sedikit mendelik.

Aarav berpura-pura tidak melihat seraya membatin, 'Kedua pasutri ini membuatku bertingkah seperti keledai.'

"Ah, i--iya." Syifa mencium punggung tangan milik pria tersebut.

Setelah berpamitan, kedua pria tersebut masuk ke dalam mobilnya. Setelah mobil itu benar-benar pergi dari pekarangan rumah, Syifa kembali masuk ke dalam kamar. Syifa mengganti sarung bantal milik Alvin. Karena tadi pagi hari ....

"Kau hanya perlu meletakkan obatnya di ujung lidah, Alvin. Setelah itu, kau minum air putih sehingga obatnya ikut larut ke dalam," saran Syifa.

"Aku tidak bisa menelan obat, Syifa! Berhenti untuk memaksaku!" Alvin mendelik-kan matanya kepada wanita tersebut.

"Cobalah terlebih dahulu."

Dengan raut wajah kesal, Alvin mengambil alih pil yang Syifa sodorkan kepadanya. Wanita itu menganggukkan kepalanya untuk meyakinkan Alvin bahwa ia ada peluang untuk bisa melakukannya jika ia mau mencoba dan berusaha. Alvin meletakkan obatnya di ujung lidah, setelah itu ia meminum air putih hingga habis tak tersisa. Namun, sayangnya pil tersebut menyangkut di tenggorokan Alvin sehingga membuat pria itu merasa mual.

Hoek!

Alvin memuntahkan air bening sekaligus pil obat yang tadi menyangkut di tenggorokannya. Ya, Alvin berhasil. Berhasil membasahi sarung bantal maksudnya. Alvin bergidik ngeri ketika ia membayangkan obat itu tersangkut di tenggorokannya, sungguh mual.

Syifa mengembuskan napasnya. "Ya, sudah. Aku hancurkan saja obatnya agar kau bisa lebih mudah untuk menelannya."

"Aku tidak mau. Itu pahit!" tolak Alvin.

"Jangan seperti anak kecil, Alvin. Bertingkah lah sesuai dengan umurmu!"

_______

To be continued
Username Instagram: faresyia_

Surat Izin Mencintai (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang