SIM 19

1K 165 14
                                    

Syifa yang mendengar suara tersebut langsung berlari menuju kasur karena suaranya berasal dari sana. Syifa sedikit berjongkok dan memeriksa apa yang ada di bawah ranjang. Mata wanita tersebut terbelalak ketika melihat Alvin yang tengah terbaring di bawah dengan tangan yang sedang mengusap-usap jidatnya.

"Alvin, apa yang kau lakukan di sana?" tanya Syifa seraya menyodorkan tangannya.

Alvin meraih tangan Syifa. Syifa menarik tangannya agar Alvin keluar dari sana. Sepertinya, Alvin terjatuh dari ranjang ketika tidur. Namun, sayangnya Alvin tidak menyadari hal itu. Lalu, Alvin tidur di bawah sembari berguling-guling. Jika tengah tertidur, terkadang pria itu memang tidak bisa diam alias tidur pecicilan.

Alvin merintih kesakitan dengan tangan yang terus mengusap jidatnya yang mulai mengeluarkan darah. Mungkin di sana ada sesuatu yang tajam dan menyentuh jidatnya. "Mengapa kau tidak mengangkatku ketika aku terjatuh dari kasur?!"

"Kau berat, Alvin. Lagi pula, aku tidak tahu jika kau terjatuh dari kasur, mengapa kau tidak menyadari hal itu?"

"Kau pun tahu bahwa tubuhku seolah-olah mati rasa jika sedang tertidur!" kesal Alvin.

Syifa menggelengkan kepalanya. Syifa tak mengerti mengapa ia yang diomeli oleh Alvin. Apa salah dirinya? Syukur-syukur Syifa tidak menertawainya karena jika Aarav yang melihatnya, pria itu sudah tertawa terpingkal-pingkal menertawai Alvin.

Sepertinya di bawah kasur ada serpihan kayu yang tajam karena Syifa melihat jidat Alvin mengeluarkan cairan merah. "Jidatmu ... akan kuobati."

"Tidak usah! Aku masih mempunyai Evrita!" tolak Alvin dengan nada yang ketus.

"Apa kau yakin dia akan datang ke mari di pagi-pagi buta seperti ini?"

"Lakukan tugasmu!"

Syifa bangkit dan mengambil kotak PPPK. Setelah itu, ia mengambil beberapa obat, kapas, dan juga perban. Syifa menitah Alvin untuk duduk di tepi ranjang. Pria itu menurutinya. Syifa duduk di sebelahnya. Lalu, ia membersihkan darah yang sedikit mengalir.  Setelah darah tersebut tidak terlihat lagi, Syifa membasahi kapas yang ada di tangannya menggunakan obat yang tadi ia ambil, lalu sedikit ditepuk ke jidat Alvin dengan perlahan-lahan. Alvin sedari tadi meringis kesakitan sontak membuat kuping Syifa pegal mendengarnya.

Alvin mengambil alih kapas yang dipegang oleh Syifa. Alvin membuang kapas tersebut ke sembarang arah. "Pelan-pelan! Kau kejam sekali. Apa kau mempunyai dendam kepadaku, Syifa?!"

Syifa membuang napasnya dengan sedikit kasar. Syifa memungut kapas yang tergeletak di lantai sembari berujar, "Jangan berlebihan. Tampangmu tidak mendukung untuk mempunyai sifat lebay."

Syifa akui, wajah Alvin memang tampan dan nampak sangat gagah. Namun, ternyata di balik penampilan wajah dan juga cara berpakaiannya, ada sifat yang sangat bertolak belakang dengan semua yang ia lihat itu.

Setelah membersihkan cairan merah yang keluar dari jidat Alvin, Syifa memasangkan perban pada luka tersebut. "Selesai! Sekarang, bersihkan tubuhmu dan bersiap-siap untuk pergi ke masjid."

"Apa kau tahu, Syifa? Masjid itu sangat jauh! Aku ingin salat di sini saja!" ketus Alvin.

"Berani memakai mukena?"

Ancaman itu sangat ampuh. Buktinya, kini Alvin langsung beranjak pergi ke kamar mandi walaupun ia masih melontarkan berbagai kata umpatan dengan suara yang lirih. Beberapa menit kemudian percikan air mulai terdengar di telinga Syifa. Syifa tersenyum manis. Senang rasanya jika Alvin mau menuruti perintahnya. Lagi pula, memang seharusnya laki-laki salat di masjid.

Syifa membelakkan matanya ketika teringat bahwa ia belum memberikan Alvin baju untuk pergi ke masjid. Syifa berlari menuju lemari sebelum Alvin berteriak membentaknya.

Surat Izin Mencintai (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang