SIM 49

946 151 6
                                    

YUHUUU DOUBLE UPDATE

_____

Sarah membalikkan tubuhnya dengan mata yang genit. Ia sama sekali tidak merasa bersalah atas perilakunya tadi. Dengan jalan yang dibuat anggun, wanita itu menghampiri Alvin yang tengah berusaha untuk membangkitkan kepalanya dari paha milik Syifa.

Plak!

Alvin melontarkan tamparan menggunakan tangan kanannya. Tangannya mendarat di pipi kiri milik Sarah. Sarah cukup terkejut dengan perlakuan Alvin yang menamparnya secara tiba-tiba. Sedangkan para pembantu yang melihat itu hanya terdiam dengan wajah pucat. Inem mengetahui apa yang dilakukan oleh Sarah sehingga membuat Alvin marah seperti ini.

"Apa maksudmu tadi? Syifa berterima kasih, seharusnya kau menjawab dengan sopan, bukan hanya berdeham kasar!" Alvin menatap tajam wajah milik salah satu pembantunya.

"Ma--maaf, Tuan." Sarah menundukkan kepala.

Syifa bangkit dari duduknya. Ia menarik lembut tangan milik suaminya. "Hei, sudahlah." 

Alvin menatap mata Syifa dengan raut wajah memelas. "Jangan menghalangiku untuk membalas perbuatannya, Sayang."

Kuping Sarah terasa panas ketika Alvin memanggil Syifa dengan panggilan mesra seperti itu.

"Tidak baik jika kau balas dendam. Lagi pula, aku tidak apa-apa." Syifa melirik ke ambang pintu yang terbuka. "Lihat, umi dan abi sudah datang."

Alvin menengok ke belakang. Ternyata benar, salah satu body guard tengah membukakan pintu pagar karena mobil Fatimah dan Burhan sudah ada di depan. Alvin melihat mobil itu mulai memasuki pekarangan rumah. Alvin kembali menatap wajah milik Sarah. Pria itu sedikit menggeser dagunya mengarah ke dapur sebagai kode agar Sarah kembali ke tempat.

Sarah sepertinya mengerti karena ia langsung menganggukkan kepalanya dan pergi ke dapur dengan lari yang terbirit-birit. Beberapa pembantu cengengesan menertawainya. Mereka semua sudah tahu bahwa Sarah sangat genit pada Alvin. Namun, Alvin selalu saja jijik melihatnya.

"Sudah kukatakan, mereka suami istri. Jadi jangan iri," peringat Inem disertai dengan tawanya.

Sedangkan di luar rumah, Alvin dan Syifa tengah menyambut kedatangan Fatimah dan Burhan di ambang pintu. Alvin ingin membawa mobil. Namun, sang abi menghalangi keinginan Alvin. Akhirnya, mereka pergi ke rumah sakit dengan membawa satu mobil saja.

Alvin dan Burhan duduk di kursi depan, sedangkan Syifa dan Fatimah di belakangnya. Alvin ingin duduk di dekat istrinya. Namun, sang umi juga menginginkan duduk di dekat menantunya. Alvin terpaksa harus mengalah. Di sepanjang perjalanan, Fatimah menceritakan masa kecil Alvin yang begitu nakal. Alvin tidak marah, karena ia ingin jika Syifa mengenali Alvin kecil.

Setelah sampai di rumah sakit, yang masuk ke dalam ruangan hanya Alvin dan Burhan saja. Syifa dan Fatimah menunggu di luar. Teriakan Alvin benar-benar menembus keluar. Padahal, dokter hanya melepas perban dan membersihkan lukanya saja. Selang beberapa menit kemudian, Alvin dan Burhan keluar dari ruangan itu.

"Syifa, suamimu ini lebay sekali," adu Burhan seraya memegang keningnya ketika ia mengingat di dalam tadi ia harus menahan Alvin agar tidak bergerak.

"Aku berteriak karena dokter itu tidak berhati-hati!"

"Teriakanmu terdengar sampai sini, Alvin." Fatimah dan Syifa tertawa melihat wajah Alvin yang merah akibat kesakitan tadi.

Surat Izin Mencintai (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang