SIM 71

832 147 0
                                    

Saya rasa, anda tau bagaimana caranya mengapresiasi sebuah karya walaupun dengan satu kali klik.

______

"Alvin, bangunlah!" titah Syifa.

Alvin membalikkan tubuhnya membelakangi Syifa. "Ini masih pagi sekali, Sayang. Kembalilah tidur."

"Tak lama lagi azan subuh berkumandang. Ayo ...."

Alvin mendudukkan tubuhnya dengan mata yang masih terpejam. Pria itu menyandarkan kepalanya di bahu milik Syifa. Namun, justru dengkuran halus itu terdengar kembali sontak membuat sang istri sedikit menggeser tubuhnya menjauhi Alvin. Alvin nyaris terjatuh ke samping. Karena rasa kagetnya, mata Alvin kini terbuka dengan lebar.

"Ayo ...," rengek Syifa.

"Sabar, Sayang. Aku mengantuk sekali."

"Ya sudah, aku salat berjamaah dengan pria lain saja," candanya.

Syifa beranjak dari kasur. Namun, tiba-tiba tangannya dicekal oleh Alvin. Alvin merangkul bahunya menuju kamar mandi. Pasutri itu mengambil air wudu. Lantas, Alvin menghampar sajadah untuknya dan juga Syifa. Sembari menunggu azan subuh berkumandang, Alvin memejamkan matanya dengan kepala yang disandarkan ke bahu milik Syifa.

Allahuakbar Allahuakbar!

Azan berkumandang dengan indahnya. Alvin menunggu azan itu selesai, lalu ia memulai salatnya. Alvin membacakan surat An-Naba di rakaat pertama dan membaca surat Abasa di rakaat terakhir. Rasanya, ini adalah hal yang baru bagi Syifa. Menjadi makmum Alvin. Namun, kenyataannya ia sudah berkali-kali salat berjamaah dengan Alvin beberapa bulan lalu. Selepas melaksanakan salat subuh, Syifa pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya sedangkan Alvin menunggunya sembari bersantai di atas kasur.

Selang beberapa menit kemudian, Syifa keluar dari kamar mandi dengan mengenakan gamis panjang berwarna abu-abu. Rambut indahnya masih tergerai bebas tanpa ikatan rambut. Alvin berjalan melewati Syifa dengan arah yang bertolak depan. Mata Alvin menatap ke dinding kamar. Lalu, ketika ia berpas-pasan dengan Syifa, Alvin mencium pipinya sekilas lalu ngacir ke dalam kamar mandi.

"Alvin ...!"

Ceklek!

Alvin menutup pintu kamar mandi. Suara tawanya terdengar sampai di telinga sang istri sontak membuat wanita itu memasang raut wajah kesal. Tak luput dari kekesalan Syifa, ada pipi yang merah merona setelah Alvin mencium pipinya secara tiba-tiba. Syifa memandangi wajahnya dari pantulan cermin. Wanita itu meraih kerudung segitiga panjang berwarna abu-abu dan juga cadarnya.

Setelah memakai kedua kain tersebut di kepalanya, Syifa duduk di tepi ranjang.

"Syifa, bisakah kau mengambilkan kemeja, celana, dan handuk? Aku lupa membawanya!" titah Alvin di dalam kamar mandi dengan suara yang sedikit keras agar Syifa mendengarnya.

Syifa menyandarkan punggung di sandaran kasur. Ia melipat kedua tangannya di bawah dada. "Ambil saja sendiri. Siapa tadi yang menyuruhmu untuk menciumku?"

"Oke. Aku akan keluar tanpa mengenakan baju dan cel---"

Syifa mengangkat bokongnya dari kasur. "Aku akan mengambilkan baju untukmu, Alvin. Diamlah di dalam sana!"

Syifa membuka lemari baju milik Alvin. Ia meraih kemeja putih, celana abu-abu, dan juga handuk putih. Syifa berjalan menuju pintu kamar mandi. Wanita itu mengetuk pintunya. Lalu, pintu itu memberikan celah sehingga membuat tangan Alvin keluar dari sana. Syifa menyerahkan semua pakaiannya.

"Terima kasih, Sayang."

"Ya. Sama-sama."

Syifa keluar dari kamarnya. Ia berniat untuk pergi ke dapur. Namun, ketika Syifa tengah menuruni anak tangga, justru ia berpas-pasan dengan Aarav. Pria berjas itu melontarkan senyuman. Syifa membalas senyumannya itu, lalu ia menundukkan pandangannya ke anak tangga. Setibanya di pintu dapur, justru ia dilarang masuk oleh Bima. Bima mendapatkan perintah dari Alvin untuk menjaga pintu dapur agar Syifa tak ikut campur ke dalam pekerjaan asisten rumah di sini. Alvin tidak ingin jika Syifa kelelahan.

Syifa mengerutkan keningnya. Alvin sungguh berlebihan. Syifa memandangi Alvin yang tengah menuruni anak tangga. Alvin menatapnya dengan senyuman jahil. Di mata Alvin, wajah Syifa jauh lebih menggemaskan ketika sedang marah. Ketika Alvin sudah sampai di lantai dasar, tangannya merangkul bahu Syifa.

"Mengapa kau tidak mengizinkanku untuk pergi ke dapur?"

"Karena kau tidak boleh kelelahan. Semua pekerjaan di rumah ini adalah tugas para pembantu. Tugasmu hanya menemaniku saat aku membutuhkanmu dan menjaga anak ini," sahut Alvin seraya mengelus perut milik Syifa.

Beberapa pembantu mulai menghidangkan makanan yang sudah matang. Alvin mengajak Syifa untuk duduk di kursi. Tak lama kemudian, Aarav datang. Mereka sarapan bersama. Sudah dua kali Aarav tersedak karena mendengar percakapan pasutri yang ada di dekatnya ini. Aarav mengalihkan pandangannya dari Alvin yang tengah menyuapi Syifa.

Selepas sarapan, Alvin berpamitan kepada Syifa. Pria itu mencium kening milik istrinya dan mengelus perut milik Syifa. Aarav membunyikan klakson mobil karena Alvin tak kunjung masuk ke dalam mobil. Alvin bersungut-sungut dengan klakson mobil itu yang mengganggu percakapan antara dirinya dan Syifa.

Alvin masuk ke dalam mobil. Aarav melajukannya dengan kecepatan sedang. Di sepanjang perjalanan Alvin menggerutu. Karena Aarav tadi menggesa-gesakannya, Alvin menjadi lupa bahwa ia belum menitah Syifa untuk meminum susu yang semalam ia belikan. Alvin hendak menghubungi nomor Syifa. Namun, ia teringat bahwa sekarang Syifa sudah tidak memegang ponsel. Ponsel Syifa yang dahulu kini Alvin simpan di laci nakas. Syifa pasti tidak akan mengetahui itu.

"Seharusnya kau tidak menggesa-gesa!" ketus Alvin.

"Abi berpesan agar kau tidak dibiasakan terlambat untuk datang ke kantor. Maka dari itu aku menggesa-gesa."

"Kenapa tidak telepon Sarah saja?" sambung Aarav.

"Kau ingin jika Sarah memasukkan sesuatu ke dalam gelas yang akan Syifa minum?"

"Jika begitu, diawasi oleh Excel saja."

Alvin melirik ke wajah Aarav. Tangannya melayang dan mendarat keras di paha milik Aarav sontak membuat si empu meringis. "Sakit, Bodoh!"

"Tumben sekali kau pintar."

Alvin merogoh sakunya dan menghubungi nomor Excel. Namun, si body guard kurang ajar itu menolak panggilannya sontak membuat Alvin naik pitam. Alvin beralih ke nomor Bima. Belum saja lima detik, Bima sudah gesit mengangkat panggilan telepon Alvin.

"Ada apa, Tuan?"

"Perintahkan kepada Sarah untuk membuatkan Syifa susu yang semalam aku belikan. Dan tugasmu, mengawasi Sarah ketika wanita itu membuatkan susu untuk Syifa. Jangan sampai dia memasukkan sesuatu ke gelas," sahut Alvin.

"Baik, Tuan."

Tut!

_______

To be continued
Username Instagram: faresyia_

Surat Izin Mencintai (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang