SIM 14

1.1K 178 1
                                    

Bima menggelengkan kepalanya. Pria bertubuh kekar itu melengos pergi meninggalkan Evrita yang ada di luar. Bima memang tidak suka dengan Evrita. Semua pekerja di rumah ini tidak suka pada wanita itu. Pekerja di sini lebih menyukai Syifa. Syifa adalah satu-satunya harapan agar Alvin bisa sedikit mengurangi ketegasannya.

Mengetahui Alvin yang suka menembaki para pekerja di sini dengan pistol membuat para pekerja di sini kurang nyaman dan selalu merasa ketakutan. Lebih-lebih lagi, pistol tersebut selalu Alvin kantongi di saku yang letaknya tersembunyi sehingga membuat Fatimah dan Burhan tak pernah mengetahui itu. Sedangkan Syifa? Syifa berkali-kali melihat baju Alvin dengan saku yang tersembunyi di dalam baju. Sepertinya, itu jahitan Alvin sendiri, karena tidak rapi.

Setiap ada pekerja yang mati ditembak, Alvin langsung menyuruh Aarav untuk mencari penggantinya. Mencari penggantinya mudah saja. Namun, meminta maaf kepada pihak keluarganya yang sulit. Tetapi, mau tidak mau mereka harus memaafkan Alvin.

Sebelum para pekerja ini bekerja di sini, Alvin mengajukan persyaratan. Alvin pernah berkata, "Aku akan memberimu gaji yang besar, tetapi jika kau melakukan kesalahan ... sesuatu yang ku-incar adalah nyawa-mu. Kau juga harus membuat persetujuan dengan keluargamu untuk tidak menuntut-ku ke pihak berwajib atas kematian dirimu."

Dengan persyaratan tersebut, polisi tidak pernah sama sekali menginjakkan kakinya ke rumah Alvin. Bahkan, Fatimah dan Burhan tidak pernah tahu tentang ini karena tidak ada satu orang pun yang berani melaporkannya. Jika ada yang melaporkannya, orang yang sudah melaporkan hal itu beserta keluarganya harus bersiap-siap menerima sesuatu yang tidak berkenan. Yaitu, kematian secara serentak.

Fatimah mengajak Syifa pergi ke kamarnya ketika ia masih tinggal di sini. Namun, beberapa bulan yang lalu Fatimah dan Burhan memutuskan untuk berpisah rumah dengan putranya agar putranya bisa mandiri. Kala itu, di rumah itu tidak ada satu pun para pekerja. Namun, semenjak rumah ini jatuh ke tangan Alvin, pekerja rumah tersebar di mana-mana.

Fatimah dan Burhan sempat melarang Alvin. Namun, tiba-tiba rasa penasaran tentang Alvin yang bisa atau tidak untuk menggaji mereka, tumbuh pada benak Fatimah dan Burhan.

Kedua orang paruh baya itu membiarkan Alvin hidup dengan keputusannya untuk mempekerjakan orang-orang tersebut. Namun, ternyata sampai sekarang Alvin masih mampu menggaji mereka. Bahkan perusahaan yang Alvin pegang terus berkembang walaupun Aarav yang sangat berperan penting dalam perusahaan tersebut.

Syifa dan Fatimah duduk di atas ranjang. "Syifa, dahulu ini kamar umi. Tetapi sekarang umi sudah pindah rumah."

"Mengapa Umi pindah?" tanya Syifa.

"Umi ingin jika Alvin hidup sendiri dan menjadi lelaki yang mandiri. Namun ... beberapa minggu kemudian setelah meninggalkan Alvin sendirian, umi melihat banyak pekerja di rumah ini. Padahal tujuan umi meninggalkannya ingin membuat dia mandiri. Tetapi kenyataannya tidak. Dia malah semakin dimanja oleh pembantu di sini. Dia memang sulit di-atur."

"Tapi, jika dia sudah mencintai seorang wanita, dia akan terus berusaha untuk menunjukkan rasa cintanya dengan menaburkan kebahagiaan di sepanjang hidup wanita tersebut. Ya ... kau pasti merasakan itu, bukan?" sambung Fatimah seraya menaikkan sebelah alisnya bertujuan untuk menggoda sang menantu.

Syifa menganggukkan kepalanya dengan wajah kikuk yang tertutup oleh cadarnya. Andai wanita paruh baya itu tahu, Syifa tidak sebahagia itu jika bersama dengan Alvin. Syifa selalu lelah dengan Alvin yang selalu menentang nasihatnya. Perasaan Syifa selanjutnya, biarlah Syifa dan Tuhannya yang tahu betapa sulitnya merubah karakter Alvin. Karakter Alvin sudah terbentuk. Namun, Syifa yakin pasti masih ada waktu untuk membetulkannya.

Syifa selalu berusaha untuk menasihati pria itu. Namun, Alvin selalu menganggap Syifa bahwa Syifa tengah menggurui-nya. Padahal, Syifa hanya membimbingnya. Alvin selalu merasa terendah-kan jika Alvin melihat kepandaian istrinya membaca Al-Qur'an. Rasa iri, dengki, dan kesal menjadi satu di dalam hati Alvin.

Surat Izin Mencintai (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang